Hari ini aku up sampai tamat ya! Jika kalian mendapati cerita sudah terhenti, itu artinya sebagian sudah dihapus. Kalian bisa baca komplit di Google playbook dengan judul yang sama.
##Bab 27
Obrolan bersama Elle, seolah masuk kuping kanan ke luar kuping kiri. Revan sama sekali tidak fokus pada apa yang sebenarnya dibicarakannya saat ini. Elle yang terus saja mengoceh, terlihat seperti bayang-bayang aneh yang semakin tidak terlihat. Dalam otak Revan saat ini hanya terfokus pada satu titik, yaitu pesona sang istri.
Sementara Revan masih menemani Elle di luar sana, di dalam kamar Larisa justru tengah cekikikan dengan seseorang dibalik ponsel. Larisa sampai berguling-guling menahan tawanya sendiri.
"Terima kasih kamu sudah kasih saran," kata Larisa pada seseorang di seberang sana. "Aku nggak nyangka Revan sampai melongo begitu."
Orang di seberang sana tertawa lepas. "Lelaki paling nggak bisa kalau sudah dirayu. Kan aku sudah sering kasih saran sama kamu."
Larisa mendengkus. "Aku tahu, Kak Grace. Aku hanya terlalu kesal karena sifat labilnya. Meski Kak Grace sering menelpon dan menceramahi aku, aku tetap bingung cara memlraktekannya."
Grace kembali tertawa dengan polosnya sifat Larisa. Larisa sepertinya belum mahir dan belum terlalu berani untuk memancing birahi seorang pria supaya tidak tergoda dengan pria di luar sana.
"Revan perlu dirayu. Dia itu tipe pria yang sok jual mahal tinggi. Tapi, kamu nggak usah ragu, dia itu cinta sama kamu. Mungkin, dia hanya takut."
Dari sini, Larisa tersenyum tipis sambil menusuk-nusuk bantal dengan jari telunjuk. "Aku mengerti, semoga saja aku tetap tahan."
Larisa mengubah posisi menjadi telentang. Dia menghela napas seolah melepas penat yang selama ini terasa.
"Makasih, Kak Grace. Kamu yang selalu memberi aku saran terbaik," kata Larisa.
"Kamu terlalu berlebihan," Grace masih cengengesan.
Setelah panggilan terputus, Larisa meletakkan ponselnya di atas nakas. Berikutnya, ia merangkak turun dari atas ranjang kemudian mendekati pintu. Saking asiknya ngobrol dengan Grace, Larisa sampai lupa kalau di luar sana masih ada tamu. Dan entah apa yang mereka bicarakan, Larisa sungguh tidak tahu.
Sampai di depan pintu, Larisa sedikit memiringkan badan seraya menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga. Sementara satu tangannya, kini sudah meraih knop pintu dan siap membukanya.
Ceklek!
Pintu terbuka secara perlahan. Larisa menyembulkan kepalanya dan mulai melihat keadaan di luar sana. Lampu masih menyala terang, itu artinya si tamu belum pulang. Dan ketika mendengar suara, seketika Larisa mendengkus kesal.
"Apa yang mereka bicarakan? Kenapa lama banget!" gerutu Larisa. "Apa rayuanku tadi nggak menarik ya?" Larisa menaikkan bola mata dan mengetuk-ngetuk dagu dengan jari telunjuk.
"Kamu sepertinya nggak suka dengan kedatangkanku ya?" desah Elle sambil menghabiskan sisa minumannya.
"Nggak juga," sahut Revan dengan senyum kaku.
Elle meletakkan gelasnya di atas meja lagi. "Hampir satu jam kita ngobrol, kamu seperti nggak ada minat. Aku terus mengoceh, tapi kamu biasa saja."
Revan meringis sambil garuk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. "Bukan gitu, aku cuma nggak enak ngobrol berdua bersama seorang wanita. Apa lagi, kan ada istriku."
Kalimat itu membuat Elle merasa kesal. Sedari tadi Elle sudah bersikap ramah dan juga sedikit menggoda, tapi tetap saja Revan tidak peduli. Dia datang juga sengaja memakai baju yang cukup terbuka--berniat untuk merayu Elle di hadapan Larisa. Namun, tidak sesuai bayangan, Larisa malah acuh dan seolah tidak cemburu dengan kedatangan Elle ke sini. Rasanya usaha Elle terlihat sia-sia saja.
Sementara masih di ambang pintu, Larisa diam-diam tersenyum mendengar perkataan Elle yang merasa diacuhkan. Larisa tahu tampilan Elle tadi sangat mengkhawatirkan karena terlalu seksi. Dan meninggalkan Revan berduaan di sana juga sempat membuat Larisa takut, tapi setelah ngobrol dengan Grace, Larisa tidak terlalu peduli dengan hal itu.
"Aku cuma tinggal dua hari lagi di sini," kata Elle dengan suara lemah. "Aku cuma minta waktu kamu sebentar saja sebelum aku kembali lusa."
Revan ragu untuk memberi jawaban. Dia tidak tega melihat Elle yang cemberut dan seperti menyimpan rasa kecewa. Dia datang jauh-jauh juga tidak lain karena ingin bertemu dengan Revan. Rasanya akan jahat kalau tidak menaminya sebelum pergi.
"Kamu ajak dia jalan saja," kata Larisa tiba-tiba yang muncul dari balik ruangan lain.
Mereka berdua menatap Larisa bersamaan. Ada tatapan aneh dan tidak suka dari Elle, tapi Larisa tidak peduli. Larisa berjalan semakin dekat dan kini berdiri di belakang sofa yang Revan duduki. Kemudian Larisa mendaratkan dua tangannya di atas pundak Revan.
"Kamu ajak Elle keliling-keling kota, pasti asyik."
Revan mengerutkab dahi sambil mendongakkan kepala hingga wajah Larisa yang tersenyum terlihat jelas. Bohong kalau tatapan mereka berdua yang dalam tidak membuat Elle cemburu. Sekiam detik, Revan kemudian menatap Elle.
"Kalau begitu, besok siang aku jemput kamu," kata Revan.
"Bener?" Elle seketika terlonjak senang dan langsung berpindak duduk di samping Revan tanpa peduli dengan posisi Larisa yang masih berdiri di belakang Revan.
"Kamu sengaja buat aku cemburu? Cih, jangan harap." Larisa menyeringai saat mendapat lirikan dari Elle. Dan kalimat yang Larisa ucapkan, tentu saja hanya terlontar di dalam hati saja.
"Kamu nggak bohong kan?" Elle merengek seperti anak kecil. Dia sampai mengguncang lengan Revan dan memasang wajah manja.
Dalam situasi seperti ini, tentu saja Revan jadi salah tingkah sendiri. Belum lagi Revan takut kalau setelah ini Larisa akan kembali marah atau kesal lagi.
"Wanita murahan," seloroh Larisa di dalam hati.
Larisa kemudian mundur --berdiri tegak--lantas melipat kedua tangan di depan dada. "Kalau obrolan kalian belum selesai, silakan dilanjut. Aku mau tidur."
Dan saat itu juga Revan mulai panik. Bisa saja itu kode sang istri yang sudah kembali merasa marah. Sementara Elle sendiri, masih saja betah memegang lengan Revan dengan senyum bahagianya.
"Sepertinya emang sudah malam. Sebaiknya kamu pulang." Revan menarik tangannya hingga tangan Elle terlepas. "Kamu bawa mobil kan?" tanyanya kemudian.
"Aku mana ada mobil, Revan. Aki datang cuma berkunjung ke sini kan?" decak Elle.
"Em, kalau begitu aku pesankan taksk online buat kamu."
Elle mengangguk senang. Ia sudah membayangkan hari esok saat seharian pergi bersama Revan.
"Kalau saja aku nggak ngikutin saran Kak Grace, mungkin emosiku sudah meluap-luap saat ini. Wanita itu sungguh berniat membuat aku kesal. Kecentilan!" Larisa membanting tubuhnya di atas ranjang dan berbaring miring memeluk guling.
Tidak lama kemudian, terdengar pintu terbuka dan Larisa segera memejamkan matanya rapat-rapat. Larisa tidak peduli jika langkah kaki itu semakin mendekat dan kini sudah merangkak naik ke atas ranjang. Dan detik berikutnya, Larisa merasakan satu tangan merayap di pinggang dan semakin dalam hingga menyentuh bagian perut.
Larisa menggigit bibir sementara dari belakang terasa bisikan lembut yang menyapu telinga. "Kamu berniat menggodaku tadi, kan? Kamu harus bertanggung jawab."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Larisa (TAMAT)
RomanceRate: 21+ Larisa kehilangan kedua orang tuanya di saat umurnya masih kecil. Musibah kecelakaan itu, akhirnya membawa Larisa menemui kehidupan barunya bersama orang asing yang tak lain adalah teman dari kedua orang tuanya. Keluarga barunya begitu men...