25. Dipermainkan Takdir

448 38 19
                                    

Setelah mereka berhasil menumpas serta melumpuhkan lawan, lima orang yang masih bernyawa disekap untuk dimintai keterangan, sisanya mereka kabur dan beberapa meninggal. Dengan luka-luka kecil ditubuhnya nakhoda berusaha melajukan kapal melesat, mengingat banyak orang terluka didalamnya.

Adrian dan Vino mendengar suara tembakan dari arah kabin, mereka mendatangi sumber suara tersebut. Alangkah terkejutnya melihat sang bos terkapar penuh darah di pangkuan Sefa.

"Bos!!! Bagaimana bisa?!" seru Vino.

"Panggilkan tim medis, cepat!" tanpa babibu Adrian berlari secepat kilat. Sayangnya, dua orang tim medis tumbang karena luka-luka disekujur tubuhnya. Padahal Givan dan Tom sudah berusaha sekuat tenaga menghalau serangan dari orang-orang bercadar itu.

"Semua petugas medis tidak sadarkan diri." Bahu Sefa lemas mendengar perkataan Adrian.

"Aku tidak mau tau, sesampainya di rumah sakit dia harus mendapatkan jadwal operasi pertama!" ujar Sefa tidak bisa diganggu gugat.

"Tentu, Nyonya, akan kami usahakan," Adrian mengangguk mantap. "Vino, kau tetaplah di sini, aku akan menolong Andreas, dia pingsan, ada luka di leher belakangnya." Pria itu melenggang pergi meninggalkan Sefa, Yeri, dan Vino.

Vino membantu Sefa menekan luka Yeri agar tidak semakin banyak darah yang keluar. Akan tetapi, rasa panas kian menjalar menguliti setiap inchi tubuhnya. Rasa kantuk mulai menggoda untuk menutup mata.

"I'm begging you." Sefa mencengkeram kuat tangan Yeri. Tak dapat dibendung bagaimana kekacauan hatinya sekarang. Rasa takut akan terjadi hal yang sama dengan yang dialaminya dulu.

Sefa tergugu, "Please, please, Yerikho Andromeda," pintanya.

Tenggorokan Yeri tercekat, berat sekali rasanya ingin mengeluarkan kata-kata."
"Te..nang..lah..." ujarnya terbata.

"Bagaimana aku bisa tenang melihatmu sekarat seperti ini, hah!?" Bukannya berhenti, tangisnya malah semakin menjadi.

Beberapa ambulans telah berjajar rapi di dermaga, dengan gesit para petugas mengangkut pasien menuju rumah sakit. Riuh sirene berdengung sepanjang jalan, menjadikan kendaraan lain menyingkir. Sopir ambulans gesit melintasi keramaian, menjadikan degup jantungnya berpacu lebih cepat dua kali lipat. Dia sadar bahwa ada nyawa seseorang yang sedang dipertaruhkan.

Selang oksigen telah terpasang di hidungnya, napas Yeri sedikit membaik. Sefa tak sekalipun melepaskan genggaman tangannya. Ia terus membisikkan kalimat-kalimat agar Yeri tetap sadar saat tiba di rumah sakit.

"Tahanlah, sebentar lagi kita sampai, oke."

"Kamu pasti bisa melewati semua ini," ujarnya meyakinkan. Sebenarnya hatinya pun takut sesuatu buruk terjadi. Namun, dia tak berhenti merapalkan do'a kepada Yang Maha Kuasa.

Darah tak kunjung berhenti mengalir, penglihatan Yeri kian memberat. Mukanya sudah putih pucat, Sefa bisa merasakan tangan Yeri yang mulai dingin.

"For..give..me..." lirihnya. Sefa menangkap nada putus asa dari mulut pria itu.

"Don't say anything, please, simpan tenagamu," ujarnya memohon. Netra Yeri mulai sayu membuat perasaan Sefa kalang kabut.

"Aku mencintaimu, jangan pernah berpikir kau bisa pergi sebelum membalas perasaanku."

"Stay awake, please! Don't close your eyes!"

"Bertahanlah, jangan tinggalkan aku, kumohon, hiks ... "

Detak jantungnya melemah, ia tersenyum tipis.  Dua kelopak mata Yeri perlahan terkatup meninggalkan kesakitan melebihi apapun bagi Sefa. Dia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

...Where stories live. Discover now