CHAPTER 7

376 81 221
                                    

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

KLIK VOTE, KOMENTAR, DAN SHARE KE TEMAN-TEMAN KAMU AJAK MEREKA UNTUK BACA CERITA INI JUGA

SEMOGA SUKA ❤

TERIMA KASIH 🥰

TERIMA KASIH 🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 7

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 7

Yang Tak Dewa Mengerti

oleh Hai Naira

---------

Naira menahan langkah kaki Dewa. Ia menggeleng, memberikan tatapan yakin agar Dewa mengerti. "Aku bisa pergi ke kelas sendiri, Dewa."

Sementara Dewa menatap Naira dengan bingung, cewek itu dengan cepat melepas genggaman tangan mereka, dan pergi begitu saja. Dewa tidak lantas berhenti sampai di sana. Dia tidak akan berhenti ketika Naira pergi menjauh darinya.

"Ada apa, Ra?" tanya Dewa, kini cowok itu yang berusaha menghentikan langkah Naira. Ia menginginkan Naira menoleh ke arahnya. "Biasanya juga aku antar sampai depan kelas. Kenapa kamu malah menjauh, Ra?"

Tetapi Naira hanya diam saja, seolah-olah tidak mendengar apa pun pertanyaan Dewa. Membuat Dewa berdecak kesal dan menarik tangan Naira agar menghadap ke arahnya. Matanya kini menatap dengan tajam.

"Kenapa jadi diam gini, Ra?" tanya Dewa lagi kali ini dengan nada sedikit tinggi. "Kamu mau menuruti apa yang mamaku bilang? Please, Ra, itu semua gak perlu kamu dengar. Bahkan gak perlu kamu pedulikan."

Naira terdiam sejenak. "Tapi sampai kapan pun kita memang hanya sebatas sahabat, Dewa. Mama kamu benar, seharusnya kamu gak menghabiskan waktu denganku secara percuma. Kita berjam-jam bersama akan menghambat kamu buat kenalan sama Liebi."

"Kamu pikir yang aku lakukan ini semua percuma, Ra?" Dewa sudah terbawa emosi. "Kamu pikir setiap hari aku sama kamu adalah hal sia-sia? Tapi bagiku, setiap hari ada kamu, itu adalah bahagiaku, Ra. Kamu pikirin hal tentang kamu dan aku selama ini gak masuk akal? Apa lagi hal gak masuk akal yang kamu pikirkan, Ra? Alasan apa lagi yang mau kamu bilang supaya kita terus menjauh?"

Naira mencoba melepaskan tangan Dewa lagi tetapi cowok itu ternyata makin mengeratkan genggamannya. "Dewa, aku mohon lepas!"

"Jangan jadi manusia yang pasrah, Ra. Ini hidup kita. Bukan orang tua kita. Terutama hidupku, aku yang inginkan, aku yang menjalankan, bukan orang tuaku. Aku memang menghormati mereka tapi saat mereka menciptakan kebahagiaan yang gak aku inginkan. Aku berhak menolaknya."

Naira menatap Dewa sekali lagi. "Ya, kebahagiaan kamu memang kamu yang rasakan. Tapi orang tua kamu lebih mengerti yang terbaik buat kamu, Dewa. Mungkin mama kamu tau, mama kamu lihat kalau aku bukan yang terbaik."

Dewa tertawa. Dia benar-benar menertawakan alasan bodoh itu. "Ra, mama dan papaku bercerai. Sebelum pikir bagaimana anaknya bahagia harusnya mereka yang berusaha menciptakan kebahagiaan mereka sendiri. Tapi apa? Mamaku bahkan gagal mempertahankan pernikahannya. Dia sama sekali gak mengerti apa itu bahagia, Ra."

Naira diam. Terdiam seribu bahasa. Hanya tangannya yang makin digenggam kuat oleh Dewa. Cowok itu tidak ingin melepaskannya sedikit pun. Tidak hanya keberadaan Naira tapi juga hati cewek itu akan terus menjadi milik Dewa.

"Kalau kamu mencintaiku harusnya kamu ada di pihak aku, Ra. Kita sama-sama mempertahankan ini. Bukannya menyerah karena pilihan mamaku. Aku tau apa yang terbaik buatku, Liebi itu bukan yang terbaik untukku karena aku sama sekali gak mencintai Liebi atau siapa pun cewek pilihan mamaku. Cuma kamu, Naira. Aku cuma mau sama kamu."

Dewa menarik Naira, mengantar cewek itu ke kelas. Dewa melihat Naira yang masih terdiam. "Kamu seharusnya pikirkan perasaan kamu sendiri, Ra."

Naira melepaskan tangannya dari Dewa. Dia sudah masuk ke dalam kelas. Dewa juga tetap memperhatikan Naira, tepat saat itu Naira berbalik ke arahnya dan berkata dengan jelas.

"Aku hanya mencoba realistis, Dewa. Karena kemungkinan-kemungkinan kita gak bersama itu bisa terjadi. Meski perasaanku harus terluka tapi aku gak bisa apa-apa."

Gimana chapter ini menurut kamu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana chapter ini menurut kamu?

NEXT?

VOTE!

KOMEN!

SHARE ke teman-teman kamu!

TERIMA KASIH

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yang Tak Dewa MengertiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang