CHAPTER 9

338 69 353
                                    

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA

KLIK VOTE, KOMENTAR, DAN SHARE KE TEMAN-TEMAN KAMU AJAK MEREKA UNTUK BACA CERITA INI JUGA

SEMOGA SUKA ❤

TERIMA KASIH 🥰

TERIMA KASIH 🥰

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 9

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 9

Yang Tak Dewa Mengerti

oleh Hai Naira

-------

"Liebi cantik ya, Dewa?" tanya Naira ketika cowok itu duduk tepat di sebelahnya. Di kantin mereka kembali menghabiskan waktu bersama setelah tadi lelah belajar. Naira menghentikan kegiatan makannya sebentar dan malah memperhatikan Dewa yang kini terkejut mendengar pertanyaan itu.

Dewa ikut menghentikan aktivitas makannya. "Kamu lebih cantik, Ra."

Mendengar jawaban Dewa berhasil membuat Naira tersenyum. "Yang lagi aku tanya itu Liebi, Dewa. Bukan membandingkan aku sama dia."

"Yang aku jawab memang benar, Naira. Kamu lebih cantik. Kamu lebih dari segalanya bagiku dibanding dia." Dewa meyakinkan jawabannya sendiri.

Sejenak Naira memperhatikan Dewa yang fokus saja menghabiskan makanan cowok itu sekarang. Tetapi masih ada kegelisahan yang terus menyelimuti hati Naira.

Entah mengapa ucapan Dewa membuat Naira merasa bahagia dan sedih secara bersamaan. "Persahabatan apa yang sedang kita lakukan sekarang, Dewa?"

Dewa menghentikan kegiatan makannya lagi, fokus cowok itu kali ini hanya pada Naira. "Lebih dari persahabatan, Ra."

"Tapi ... kita gak bisa memiliki hubungan lebih dari seorang sahabat, kan?"

"Bisa, kalau itu yang kamu mau, Ra."

Naira terdiam mendengar itu. "Tapi sejak awal, mama kamu gak mengizinkan kita bersama, Dewa. Bahkan sebenarnya sebagai sahabat juga gak boleh. Mama kamu mau aku pergi jauh dari hidup kamu, Wa. Dan kamu bisa menetap sama Liebi. Tapi kita ... dari awal malah melanggar perintah mama kamu."

Dewa tidak menjawab. Cowok itu memang sudah bertemu dengan Liebi. Tidak ada yang bisa dibandingkan dari Liebi dan Naira. Keduanya bukanlah perbandingan karena Dewa sama sekali tidak memiliki rasa dengan Liebi. Bahkan Dewa juga baru saja berkenalan dengan cewek itu, pada akhirnya mamanya tetap memaksa Dewa untuk bertemu.

"Aku jujur ke kamu udah ketemu Liebi bukan untuk bahas kalau menurut kamu dia cantik, Ra." Dewa menjawabnya dengan nada yang sama. Tidak suka. Sama sekali tidak tertarik dengan pembicaraan Naira kali ini.

Naira menggerakkan kakinya, ia juga tidak tahu kenapa bisa mengatakan seperti itu walau sejujurnya ia memang tidak ingin Dewa menjawab kalau Liebi cantik. "Siapa tau ... setelah kamu ketemu Liebi secara langsung, kamu jadi suka sama dia. Gak salah kan? Apalagi kalau Liebi cantik."

"Kamu gak tau cerita sebenarnya, apa yang terjadi saat itu aku cuma diam aja. Saat mamaku bicara dan bangga-banggain aku di depan orang tua Liebi atau pun sebaliknya. Aku sama sekali gak tertarik, Ra."

Dewa menjawab cepat. Ia begitu marah karena lagi dan lagi Naira membahas hal yang membuat suasana tiap mereka bertemu menjadi tidak nyaman.

"Kamu mau aku sama siapa, Ra? Sama Inez? Sama Liebi? Atau sebenarnya sama kamu?" tanya Dewa menatap tepat pada Naira. "Aku akan jawab. Aku pilih kamu. Aku mau kita lebih dari sahabat, aku mau kita berhenti berdebat hal-hal kayak gini, Ra. Tapi kamu selalu peduli sama keinginan mama aku. Fuck off! Don't fuck this up, Naira!

"Kamu tau kalau dari awal kita udah melanggar, tapi sekarang ... giliran kita berdua sadar kalau perasaan cinta itu ada, kamu malah menjauh dan gak peduli. Aku bahkan gak tau apa alasan mamaku melarang kita bersama dan aku tau aku harus peduli sama perasaanku sendiri. Peduli ke kamu. Kalau aku harus kasih nyawa aku ke kamu, aku akan kasih, Ra.

"Buat kamu. Cuma buat kamu."

Dewa bangkit, cowok itu sudah menjauh lebih dulu tanpa menunggu balasan Naira. Naira menatap kosong apa yang ada di hadapannya. Makanan Dewa di piring yang sisa sedikit seperti masih menyisakan keberadaan cowok itu berserta ucapannya.

Dalam hati Naira berkata, "Aku juga gak mau kayak gini, Dewa."

Tetapi Naira tahu, kebersamaannya nanti dengan Dewa akan banyak menyakiti hati siapa saja.

Termasuk hati mereka berdua.

Gimana chapter ini menurut kamu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana chapter ini menurut kamu?

NEXT?

VOTE!

KOMEN!

SHARE ke teman-teman kamu!

TERIMA KASIH

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yang Tak Dewa MengertiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang