O2. Ajakan Nawa: Sebuah Petaka

695 124 115
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Petang sudah sepenuhnya melingkupi langit, guratan senja telah berjam-jam lalu tenggelam dibawa malam. Hari ini, Juan baru saja pulang sehabis rapat himpunan.

Tangannya mengetuk pintu rumah beberapa kali, terdengar sahutan samar untuk menunggu sekejap, lalu dari balik pintu, sang mama dengan rambut disanggul menorehkan senyum tipis di wajahnya yang ayu. Meski telah mencapai kepala empat, wanita itu terlihat lebih muda karena memiliki sedikit kerutan halus sedangkan kulitnya masih terbilang bagus. Hasil dari makanan-makanan sehat yang kerap kali Mama konsumsi. Pun ada satu rahasia awet muda dari Mama, perbanyak minum air putih.

Juan mengecup tangan sang mama sebagai bentuk hormat.

"Tumben pulang larut banget? Sampai jam sepuluh, biasanya jam delapan sudah pulang. Habis ngapain, Hanta?" tanya wanita itu sembari mengekori anaknya yang masuk ke dalam rumah. Seperti hari biasa, Mama akan memberikan rentetan pertanyaan mengenai hal apa saja yang terjadi pada putranya. Lebih-lebih lagi si anak pulang di jam tak semestinya.

Hanta adalah panggilan kesayangan dari Mama. Juanda Wira Mahanta, nama terakhir yang almarhum bapak selipkan untuk putra semata wayangnya. Mama sangat amat menyukai nama Hanta, maka sebagai bentuk menghormati sang suami yang telah tiada, Mama memanggil Juan dengan sebutan Hanta.

"Maaf banget, Hanta lupa kabarin Mama. Kebetulan baterai ponsel habis."

"Mama khawatir, kirain kamu kenapa-kenapa. Gimana hari ini? Aman kan?"

Juan mengangguk, "Aman, Ma. Kalau Mama sendiri? Pesanan kuenya udah selesai atau kalau belum mau Juan bantu baking?"

Sang Mama menghela napas lega. Kemudian menepuk pelan pundak putranya. "Syukurlah. Kebetulan semua pesanan tadi sore udah diambil sama yang pesan. Udah selesai. Oh iya, Hanta mau Mama rebusin air hangat?"

Berpikir sejenak, pemuda itu menggeleng pelan, "Enggak usah Ma, mau mandi air dingin saja. Kebetulan lagi gerah."

"Ya sudah, habis mandi jangan lupa makan. Ada sayur lodeh kesukaan kamu."

Mengangguk pelan, Juan lantas melenggang pergi ke kamarnya, ia menaruh tas sembarangan lalu merebahkan tubuhnya ke kasur. Pemuda itu menatap langit-langit kamar dengan seksama, tak berselang lama Juanda menghela nafas panjang.

Sebenarnya hari ini tak selancar yang ia katakan pada mama. Bayang-bayang tagihan ujian semester kerap kali berseliweran di kepala. Tenggat waktu pembayaran hanya sampai akhir minggu, sedangkan uang ditabungan baru terkumpul setengah.

Dari awal, Juan tidak berniat melanjutkan sekolah ke jenjang perkuliahan, niatnya ia ingin terlebih dahulu bekerja mengumpulkan uang, tapi Sang Mama tetap memaksa Juan untuk berkuliah tahun ini. Beliau bilang tidak usah pusing memikirkan biaya.

Tapi ketika melihat sang mama sering lembur membuat kue pesanan pelanggan yang makin hari makin membludak, Juan merasa kasihan. Seharusnya Mama menghabiskan malamnya untuk istirahat, bukan bekerja.

Kau Rumahku, JuWhere stories live. Discover now