O3. Pertemuan, Prasangka, Pulang

522 100 92
                                    

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••

Kannadya

Aku hanya mengingat sedikit perihal kejadian semalam. Tidak banyak. Samar-samar yang melekat dipikiranku saat Nawa menyodorkan segelas kecil alkohol--yang ku tak tahu mereknya apa--lalu adegan ketika Juan melayangkan pukulan dengan membabi buta. Setelah itu aku tidak ingat apa pun lagi. Entah mungkin aku melantur tentang banyak hal, aku harap itu tidaklah memalukan.

Pagi ini, aku terbangun di kamar yang jelas bukan milikku. Agak asing, interiornya monoton dengan warna cokelat dan putih yang mendominasi, ada beberapa gitar yang tergantung, aroma kamar ini juga maskulin. Kemudian segala pertanyaanku terjawab tatkala pintu dibuka menampilkan Juan dengan tampilan hoodie biru tua membawa nampan berisi sup ayam dan segelas air putih.

"Masih pusing ya?" tanyanya seraya mengecek suhu tubuhku, ia menempelkan tangannya di dahiku.

"Ju ... muka kamu, banyak lebam-lebam. Pasti sakit, maaf ini gara-gara aku." ucapku lirih. Rasa pusingku tergantikan dengan kekhawatiran kala melihat kondisi wajah Juan.

Juan lekas menggeleng, ia tersenyum hingga lesung pipi yang mengapit terlihat jelas. "Justru aku yang minta maaf karena telat jemput kamu. Ya sudah, dimakan supnya. Kata mama itu bisa meredakan rasa pusing akibat mabuk." katanya sembari menyodorkan mangkuk. Namun hendak saja aku terima, Juan kembali menarik tangannya. "Mau aku suapin saja?" ia sempat menaikkan kedua alisnya.

Mendengar tawarannya, aku terkekeh. Kemudian menggeleng. "Enggak perlu, Ju. Aku bisa sendiri."

"Ya siapa tahu pengin disuapin, biasanya itu kalo disuapin rasanya lebih enak." godanya kepadaku.

Aku tak tahu persis, entah sejak kapan Juan yang dulu cukup pemalu kini dengan terang-terangan sering menggodaku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku tak tahu persis, entah sejak kapan Juan yang dulu cukup pemalu kini dengan terang-terangan sering menggodaku. Selama enam bulan terakhir, ia telah tumbuh lebih banyak. Suaranya, rahangnya yang makin tegas, tatapannya yang kian dewasa. Jelas bukan Juanda yang dahulu canggung dan gelagapan ketika meminta nomor ponselku.

Juan bilang, awal mula dia ingin mendekatiku berawal dari hukuman berdiri di depan tiang bendera karena terlambat saat ospek. Waktu itu kami berdua sama-sama dihukum. Sistem senioritas masih acap kali ditunjukkan secara terang-terangan, kating yang kala itu mengawasi kami sangat tegas. Bahkan dengan tega memberikan hukuman berdiri di bawah teriknya matahari selama berjam-jam.

Kau Rumahku, JuWhere stories live. Discover now