"NAIRA..." Panggil seseorang dari belakang. Gadis tersebut menghentikan langkahnya, dia membalikkan badannya untuk melihat orang yang memanggilnya.
Dengan napas tersenggal-senggal cowok tersebut tersenyum ke arahnya. "Nai, untuk tugas kelompok, lo sama siapa?" tanya cowok tersebut.
Tadi Dosen memberikan tugas kelompok. Dan dalam setiap kelompok maksimal dua orang. Naira berencana dengan Alifa namun Gea sudah dengan Alifa. Alhasil dia tidak mempunyai teman untuk tugasnya ini.
"Gue bingung, Ka. Tadi Alifa sama Gea, jadi gue gak punya teman untuk tugas ini," jelas Naira.
Arka semakin tersenyum. "Kalau sama gue gimana?" tawar Arka.
Tanpa berpikir panjang, Naira menganggukkan kepalanya. "Mau banget," ucapnya antusias.
"Baiklah nanti malam gue shareloc," ucap Arka.
Naira tampak berpikir, bagaimana jika dia tidak di izinkan keluar rumah nanti malam? Dia sangat tahu dengan sifat Farzan. Apalagi dia akan keluar dengan cowok, dan bisa di yakini kalau dia tidak akan di izinkan.
"Kalau kerja kelompoknya di rumah gue gimana?" tanya Naira.
Cowok tersebut menggelengkan kepalanya. "Bukan kah akan lebih baik jika kita kerjakan tugas ini di luar. Maksud gue, kita akan lebih berkonsentrasi jika di tempat terbuka," jelas Arka.
Ucapan cowok tersebut ada benarnya. Sepertinya Naira harus membujuk Farzan jika pria itu tidak mengizinkannya.
"Baiklah, kalau begitu gue pulang dulu. Dan ya, nanti lo shareloc aja ya." Arka menganggukkan kepalanya. Setelah itu Naira melangkahkan kakinya meninggalkan cowok tersebut yang tersenyum penuh arti.
▪︎▪︎▪︎
Tatapan pria tersebut tampak serius dengan penjelasan asistennya. Rahangnya mengeras, dengan tangan yang mengepal kuat.
Aura yang di keluarkan oleh pria tersebut membuat seluruh ruangan menjadi panas, padahal sudah terdapat dua AC di ruangan tersebut.
"Shit." Umpatan itu keluar dari bibir tebalnya. Sekuat tenaga pria tersebut menahan amarahnya.
"Apa yang akan kamu lakukan?" Pria tersebut menatap asistennya. Pikirannya tertuju ke istri kecilnya. Karena sekarang nyawa istrinya dalam bahaya.
"Perketat penjagaan untuk Faizah, dan jangan sampai lengah sedikit pun," putusnya.
Farzan, Dokter muda itu menatap lurus ke depan. Dengan pikiran yang berkecamuk. Penjelasan dari Gavin membuat hatinya semakin takut. Tidak, dia tidak mau kehilangan istrinya.
"Kenapa kamu harus kembali, di saat aku mendapatkan kebahagiaanku," gumamnya lirih. Bukannya tidak mengharapkan 'dia' kembali, hanya saja dia tidak mau sesuatu terjadi kepada istrinya hanya karena kesalahpahaman.
Dret.
Dret.
Farzan tersentak kecil, saat ponselnya bergetar. Sebelum mengangkat telepon, Farzan memberi intruksi kepada Gavin untuk keluar.
Gavin menganggukkan kepalanya, lalu beranjak keluar dari ruangan tersebut. Setelah melihat Gavin keluar, Farzan mulai menekan tombol hijau.
"Assalamu'alaikum," ucap Farzan.
"Wa'alaikumsalam, A." Dari panggilannya kalian sudah tau siapa yang menelpon Farzan. Ya, istri kecilnya yang tak lain adalah Naira.
"Ada apa, Zah?"
"Aku..." Naira menggantung ucapannya, dia masih ragu untuk meminta izin kepada suaminya.
"Zah." Panggilan dari Farzan membuat sang empu tersentak di seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
02:00 (Aku menikah?!)
Teen FictionPART MASIH LENGKAP! FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! BACA DARI AWAL JANGAN LANGSUNG BACA ENDINGNYA! Saat aku terbangun dari komaku. Aku mendapatkan dua kenyataan dalam hidupku. Pertama ayahku meninggal dan kedua aku sudah menikah. Terkejut? Sudah jelas! Aku...