27/Gagal

2.9K 138 1
                                    

Malam ini Farzan pulang lebih awal. Hatinya merasa tidak tenang saat Naira menelpon dirinya untuk meminta izin pergi keluar. Dengan sedikit berlari, dia memasuki rumahnya.

"Assalamu'alaikum," ucap Farzan. Namun, tidak ada jawaban sama sekali. Rumah tersebut seakan kosong, biasanya dia akan di sambut oleh Naira. Tapi sekarang dia tidak melihat keberadaan istrinya.

"Bii," panggil Farzan, dia mencari keberadaan Bi Inah. Karena ini belum jamnya Bi Inah pulang.

"Iya, Nak. Bi Inah di sini." Farzan mendengar suara Bi Inah yang berada di ruang tengah. Farzan menghampiri Bi Inah, dia melihat Bi Inah yang sedang membersihkan ruangan tersebut.

"Bi, Faizah di mana?" tanya Farzan to the point.

"Tadi Bi Inah liat, Nak Naira pergi keluar. Dia pakai dress warna hitam selututnya," jawab Bi Inah.

Farzan di buat kaget dengan penuturan Bi Inah. Keluar? Dengan baju terbuka seperti itu? Tidak, ini tidak boleh terjadi. Perasaan gelisahnya semakin membesar.

"Bi, jangan pulang dulu sebelum aku pulang."

Bi Inah menganggukkan kepalanya. "Nak Farzan, mau ke mana?"

"Aku akan mencari Faizah, kalau begitu aku pergi dulu assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam, hati-hati Nak." Bi Inah ikut gelisah saat melihat Tuan-nya panik seperti itu. "Ya Allah, semoga tidak terjadi apa-apa."

▪︎▪︎▪︎

Tidak ada suara apa pun di ruangan tersebut, hanya terdengar suara isakan tangis milik Naira. Arka semakin terhibur saat melihat kondisi Naira sekarang. Baju berantakan dengan wajah sembab akibat menangis, tapi tidak membuat wajah cantik Naira berkurang.

"Cup... cup... cup... jangan nangis dong cantik. Nanti cantiknya hilang loh," ucap Arka dengan tangan yang hendak mengelus pipi Naira. Namun dengan cepat Naira menepis tangannya.

"Jangan sentuh gue dengan tangan kotor lo!" bentak Naira. Tawa Arka semakin menjadi saat mendengar bentakan tersebut.

"Gue ingin tau, apa suami tercinta lo akan datang menyelamatkan istrinya yang bandel ini." Naira diam membisu, hatinya berharap Farzan akan datang sebelum semua terlambat.

"Gue yakin dia akan datang. Farzan... cepatlah datang," batin Naira.

Belum sempat Arka berkata, tiba-tiba ponselnya bergetar. Dengan kesal dia mengambil ponsel tersebut yang berada di nakas. Arka mulai turun dari ranjang. Sebelum itu dia menatap Naira tajam. "Jangan coba coba kabur, atau gue gak akan buat suami lo selamat." Ancamnya, tapi tidak membuat Naira merasa takut sedikit pun.

Arka meninggalkan Naira yang terdiam, dia berjalan menuju ke balkon untuk menerima telepon tersebut. Naira yang melihat hal itu segera beranjak dari duduknya. Dia menatap sekitar mencari benda yang dapat membantu dirinya.

Kunci. Naira tersenyum saat melihat benda tersebut yang berada di atas nakas. Dia mengambil kunci tersebut lalu mulai melangkahkan kakinya menuju pintu. Matanya melirik Arka yang masih fokus dengan ponselnya.

"Huft, sekarang saatnya untuk bebas," gumam Naira.

Naira mulai memutar kunci tersebut. Sudah dua kali di mencoba untuk membuka pintu itu. Namun, tidak ada hasil sama sekali.

Ceklek.

Senyuman terbit di wajah cantiknya. Dia bersorak dalam hati saat melihat pintu tersebut mulai terbuka.

"Wah, ternyata lo cukup pintar juga ya." Naira tersentak saat mendengar suara berat seseorang. Dia membalikkan badannya, dan benar saja Arka menatapnya tajam dengan tangan yang berdekap di dada.

Arka menarik tangan Naira, dan memojok'kannya di dinding kamar. Dia mencengkeram bahu Naira dengan kuat. Tanpa sadar air mata Naira keluar saat cengkeraman tersebut semakin kuat.

"Ka... lepas, ini sa-kit." Arka hanya tersenyum miring, dia mulai mendekatkan wajahnya. Sontak Naira mendorong kepalanya ke dinding kamar untuk menjauh dari wajah cowok di depannya. Namun, semua itu sia sia saat melihat Arka semakin mendekatkan wajahnya.

Brak!

Pintu tersebut di dobrak dengan sangat keras. Arka melepas cengkeraman tersebut saat merasakan ada yang menarik bajunya.

"JANGAN SENTUH ISTRI GUE, SIALAN."

Brug!

Brug!

Brug!

Pukulan bertubi tubi mengenai wajah tampan cowok tersebut. Naira yang melihat hal itu hanya bisa menangis histeris.

"BRENGSEK! BANGUN LO!"

Arka hanya pasrah saat mendapatkan pukulan tersebut. Dia ingin melawan tapi kekuatan pria di depannya sangat kuat untuk dirinya.

"Far-zan udah... hiks." Mendengar tangisan istrinya, dia melepas kerah baju cowok di depannya. Farzan berlari menghampiri istrinya yang duduk lemah dengan air mata yang membasahi pipinya.

Dia menangkup wajah istrinya, lalu mendaratkan ciuman di kedua matanya. Farzan membawa Naira ke dalam pelukannya, dia juga mengucapkan kata maaf kepada Naira.

"Kalian gak papa?" tanya Gavin, dia datang dengan dua orang polisi. Farzan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Bawa dia," ucap Farzan dengan aura dinginnya. Kedua polisi tersebut membawa Arka yang terbaring lemah di lantai.

Farzan merasakan pelukan tersebut semakin berat, dia menundukkan kepalanya. Dan benar saja, Naira sudah tertidur di dalam pelukannya. Mungkin karena kelelahan akibat menangis. Farzan menggendong Naira ala bridal style. "Vin, lo yang bawa mobil." Gavin menganggukkan kepalanya lalu mengikuti Farzan dari belakang.

▪︎▪︎▪︎

Setelah memastikan keadaan istrinya, Farzan pergi ke kamar mandi. Badannya terasa lengket karena tadi dia belum sempat mandi.

Beberapa menit kemudian, Farzan keluar dari kamar mandi dengan baju casualnya. Dia menatap istrinya yang masih tertidur pulas dengan mata yang sembab.

Farzan membaringkan tubuhnya di dekat sang istri, dia menarik Naira masuk ke dalam pelukan hangatnya.

"Seandainya kamu mendengarkan perkataanku, mungkin ini tidak akan terjadi." Dia menatap wajah polos itu, lalu mendaratkan kecupan hangat di kening Naira.

Farzan bersyukur karena memasang alat pelacak pada cincin pernikahannya. Sehingga dengan mudah dia menemukan istrinya. Jika saja dia telat satu menit saja mungkin istrinya sudah di sentuh oleh cowok brengsek itu.

Mengingat kejadian tadi, Farzan kembali teringat akan seseorang. "Apa semua ini rencananya?" batin Farzan.

▪︎▪︎▪︎

"Apa rencananya gagal?" suara dingin itu membuat orang berpakaian hitam itu menunduk. Mereka tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.

"Sudahlah ponakanku, sepertinya dia terlalu lemah untuk melakukan pekerjaan mudah ini," ucap pria paruh baya.

"Apa Paman mempunyai rencana?" tanya pria tersebut kepada seseorang yang dia panggil 'Paman'.

Seringai iblis tercetak di wajah keriput pria paruh baya itu. "Tentu, Paman mempunyai rencana. Kita akan membalas semua penderitaanmu."

Pria tersebut tersenyum puas mendengar ucapan 'Pamannya'. Dendam yang selama ini dia simpan, sekarang akan terbalas. "Karena dia, gue kehilangan orang yang gue sayang."

•••☆•••

TBC!

JANGAN LUPA 🌟🌟🌟

UPDATE BEBERAPA PART, JANGAN SALAH BACA YA GAES, NTAR GA NYAMBUNG:v

02:00 (Aku menikah?!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang