4

2.9K 445 12
                                    

Hari itu...

Dimana Na Jaemin hanya bisa menatap kosong kedepan. Tidak tahu apa yang dia tatap, apakah itu sederatan orang yang duduk diseberangnya. Ataukah pada patung yang berbentu timbangan? Tidak ada yang tahu.

Sayangnya, mungkin tidak ada satupun yang menjadi titik fokus tatapannya. Benar-benar kosong tanpa tanda kehidupan. Walau begitu, Jaemin seakan bisa mendengar salah satu orang yang duduk didepannya membacakan serangkaian kalimat yang dia tahu sebagai tanda berakhirnya janji suci delapan tahun lalu.

"Dengan ini, maka saudara Lee Jeno dan Na Jaemin mulai hari ini telah dinyatakan resmi bercerai" Suara hakim yang tadinya terdengar samar-samar ditelinga Jaemin mendadak jelas. Sejelas berakhirnya janji suci.

Tok!

Tok!

Tok!

Segera Jaemin memejamkan matanya, suara ketukan itu menyakiti telinga, hatinya, serta batinnya.

Mereka semua jatuh dalam keheningan untuk sesaat. Sampai Jaemin membuka kembali kelopak matanya, dia menoleh ke samping. Menatap Jeno yang terduduk diam membisu. Persis sama sepertinya tadi, menatap kosong kedepan.

Agaknya merasa ada yang menatap, Jeno ikut menolehkan tatapannya ke samping.

Bertemu pandanglah mantan pasangan itu.

Pandangan penuh sejuta makna.

* * *

Satu hal yang disyukuri dari perceraian yang tersisa, yakni Jeno tidak memperebutkan atau mempertahankan hak asuh. Dia hanya meminta waktu dua hari diakhir pekan agar bisa bersama putra mereka.

"Bercerai itu sulit, bukan?" Renjun bertanya sembari menyantap makan siangnya.

Jaemin memperhatikan Jisung yang tengah bermain bersama Chenle di arena bermain anak. Dia tersenyum mendengar pertanyaan Renjun.

"Mungkin" Jawab Jaemin asal.

Kemudian menarik pandangannya menatap Renjun.

"Kamu bisa menghadapinya, ya masa aku gak bisa" Tambahnya. Renjun menghentikan suapannya.

"Njir, gak semudah itu juga... Apalagi ada Chenle yang gak tau apa-apa waktu itu" Renjun tidak pernah menyesal meskipun dimata orang-orang keputusannya tidak tepat. Satu-satunya penyesalan adalah tidak bisa memberikan Chenle keluarga yang utuh.

Jaemin tersenyum masam, "Chenle waktu itu tiga tahun kan ya?"

Renjun mengangguk.

"Dia mungkin lebih mudah menerima keadaan ketimbang Jisung yang sudah mulai ngerti kok ayahnya gak lagi pulang kerumah" Jaemin berujar sedih. Inilah, mengapa dia membutuhkan banyak waktu sebelum mengugat cerai mantan suaminya. Takut suatu ketika Jisung kebingungan melihat ayah-buna tidak lagi bersama. 

"Nanti, kalau udah besar mereka pasti mengerti. Semua keputusan yang kita ambil sudah yang terbaik" Renjun menguatkan Jaemin yang nampak resah.

"Ya... Tapi, apa kamu gak apa-apa, kak Mark yang dapat hak asuh Chenle?" Kebalikan dari dirinya, justru Renjunlah yang tidak mendapat hak asuh. Padahal usia Chenle kala itu tiga tahun.

"Gak apa-apa, malah aku bersyukur kak Mark yang dapatin hak asuh. Kamu jelas tau kondisiku waktu itu gimana kan? Belum lagi, aku lega banget pas tau Haechan yang jadi orang tua sambungnya Chenle bukan orang lain" Renjun berkata tanpa beban malah suaranya terdengar ringan. 

"Iya sih..."

"Kamu sendiri? Berat lho Jaem jadi orang tua tunggal. Tanggung jawabnya itu besar..." Renjun kembali makan.

"Memang berat, tapi Jeno kan janji sampai kapanpun tetap memprioritaskan Jisung"

"Sampai kapan? Sampai dia punya pasangan baru? Gak akan sama Jaem, kamu lihat aku deh gak usah jauh-jauh. Haechan tuh gak ada dua baiknya sama anak aku, walau gitu dia kadang cemburunya kumat. Yah... aku sama kak Mark emang punya Chenle, mau gimana lagi coba? Kitanya bakal gak enakan sama pasangan baru mantan kita, padahal kita mau diskusi mengenai anak entah kebutuhannya atau apa. "

"Kita yang melahirkan anak dan mengurusnya, cinta kita sudah jelas. Makanya aku milih Chenle sama daddy dia. Biar kak Mark gak lupa daratan..." Tambah Renjun.

Biasanya Jaemin tidak mau terlalu mendengarkan ocehan sahabatnya, beda cerita kali ini. Dia sungguh-sungguh mendengarkan Renjun.

"Itu juga sih alasanku mau mulai belajar mandiri sekarang" Jaemin berujar.

Renjun mengeluarkan jempolnya, "Harus begitu, ntar kita jadi duman"

"Apaan duman?" Jaemin bingung.

"Duda mandiri" 

Keduanya sontak tertawa.


ExWhere stories live. Discover now