12

2.6K 353 21
                                    

Bocah tujuh tahun yang sibuk dicari kedua orang tuanya itu. Kini tampak memakan serealnya dengan tenang. Dia mengabaikan bibinya yang sibuk mengomel. 

"Bibi Somi berhentilah mengomel, kau harus menghabiskan sarapanmu"

Somi berkacak pingggang, dia menatap putra sahabatnya. Somi menghembuskan napas lelah. Pagi buta, Somi dikejutkan dengan suara bel yang membabi buta. Rupanya petugas keamanan apartementnya datang bersama seorang bocah.

Rupanya bocah ini kabur dari rumah, membuat ponselnya berdering terus-menerus oleh notifikasi pesan group.

"Ayah dan bunamu mencarimu tahu" 

Tanggapan bocah itu hanya mengendikkan bahunya tidak peduli.

Somi berjalan mendekati bocah itu, dia mengambil tempat disampignya. Menarik mangkuk dan mulai mengambil kotak sereal.

"Kau benar tidak ingin bertemu mereka saat ini?" Som menuangkan sereal kedalam mangkuknya.

"Tidak" Bocah itu terdengar tegas.

"Tapi mereka khawatir, bisa-bisa nanti mereka lapor polisi dan aku kena getahnya" 

Jisung terdiam, bocah itu mengaduk-aduk serealnya tanpa berniat memakannya.

"Mereka sudah becerai bukan?" Dia bertanya.

Somi melirik, "Jisung tidak selamanya bercerai itu buruk"

"Mengapa mereka masih menjadi kedua orang tuaku?"

Tangan Somi yang ingin meraih kotak susu terhenti, dia menoleh ke arah keponakannya.

"Jisung" Panggilnya lembut.

"Mereka selalu bertengkar, saling berteriak dan menyalahkan satu sama lain. Membuatku..." Jisung mengigit bibir bawahnya, "Terpaksa membenci mereka"

"Terlalu dini bagimu untuk memahami ini semua. Tapi, semua pasti ada sebabnya. Kau tidak usah memikirkan hal rumit"

"Bibi... Aku lelah harus kesana-kemari. Kerumah buna, lalu kerumah ayah. Capek lihat mereka bertengkar terus kalau ketemu. Pokoknya Ji capek kesana-kemari" Bocah itu terlihat berkaca-kaca.

"Oh... Anakku" Somi memeluk Jisung. Membiarkan bocah itu membagi bebannya.

Runtuhlah pertahanan terakhir bocah itu, dia menangis kencang dipelukan bibinya.

"Huhuhu... A-ayah sama buna sudah cerai... Mereka sudah pisah, kenapa Ji juga gak bisa melakukan yang sama? Daripada Ji harus kesana-kemai... HUhuuhu" 

Somi memeluk Jisung erat sambil mengangkat ponselnya ke atas. Dilayar ponselnya, tampak panggilan telepon tengah berlangsung beberapa menit.

* * *

Jaemin menatap kosong ponselnya, dia mendapat telepon dari sahabatnya. Awalnya dia kebingungan Somi tidak berbicara satu patah katapun. Dia berniat menutup panggilan itu dan fokus mencari putranya. Ternyata tidak lama dia mendengar suara orang yang dia ingin cari.

Dari awal percakapan sampai akhir, Jaemin jelas mendengar semuanya. Air matanya tanpa bisa dia cegah turun membasahi pipinya. Hatinya sakit... Luar biasa.

Melihat mantannya sedih setelah menerima panggilan telepon Jeno panik luar biasa. Dia memegang kedua bahu Jaemin kuat.

"Jaem, ada apa? Apakah itu kabar mengenai Jisung?" Tanya Jeno.

Bukannya jawaban yang ada Jeno melihat Jaemin semakin terlihat rapuh dengan tangisannya. Dia membawa Jaemin kedalam dekapannya.

"Di-dia membenci kita berdua Jen..." Lirih Jaemin disela tangisannya.

Jeno memejamkan matanya. Dia menepuk-nepuk pelan punggung Jaemin, mencoba menenangkan mantannya.

"Semua ini karena kebodohanku di masa lalu, maafkan aku.... cintaku" Bisik Jeno.


ExWhere stories live. Discover now