18

86 58 2
                                    

sedari tadi edgar tidak berhenti menatap alleta yang masih setia memejamkan mata. edgar duduk di kursi kecil yang ada di samping ranjang alleta sambil menggenggam tangan gadis itu erat. dia baru saja datang sekitar lima belas menit yang lalu bersama bundanya. setelah mendengar penuturan tantenya, dia langsung bergegas ke kamar gadis itu.

"kenapa kamu bego banget, keras kepala, dan sok jagoan? ngapain nyerahin diri buat di tendang sama ayah kamu sendiri!"

edgar menggerutu tidak jelas. tapi tetap saja, kali ini rasa khawatir itu terlukis sangat jelas di raut wajahnya. edgar sempat panik saat tadi kirana menceritakan bagaimana andri menendang perut alleta sangat kuat membuat gadis itu tidak masuk sekolah selama tiga hari. dia bahkan tidak melepaskan satu detik pun genggaman tangannya dari alleta.

"lama banget bangunnya. sesakit itu ya sampe kamu gak masuk sekolah?" edgar mengelus puncak kepala alleta. "enggak apa-apa kamu tidur aja. tidur nyenyak, kakak tau kamu capek"

beberapa saat kemudian, alleta bergumam, matanya mengerjap beberapa kali, kening alleta mengernyit sebelum membuka matanya sempurna.

"Al?"panggil edgar kemudian berdiri saat melihat alleta sudah sadar dari tidurnya. cowok itu mentap alleta sambil memastikan bahwa alleta baik-baik saja.

"Kamu masih sakit? yang mana? bilang sama kakak mana yang sakit? perutnya masih sakit? apa perlu kakak bales perbuatan om andri? eh tapi gak berani juga deh hehehe"

alleta tak menanggapi pertanyaan konyol edgar, alleta diam, menatap edgar datar, tidak ada ekspresi apapun. tidak ada tawa, maupun kesedihan, atau amarah sekalipun. datar.

"kak" panggil alleta setelah beberapa saat.

"iya, ini kakak. kakak ada disini." jawab edgar antusias. lalu membantu alleta untuk duduk perlahan.

edgar menatap mata sendur alleta, begitu juga sebaliknya. Tanpa dijelaskan, dia cukup paham dengan apa yang saat ini alleta rasakan. tanpa berpikir panjang, edgar menarik tangan alleta lalu memeluk tubuh alleta erat.

"kamu mau nangis? oke, nangis aja, enggak apa-apa. ada kakak disini, al." ujar edgar sambil mengelus punggung alleta.

Alleta tak menjawab, hanya ada sebuah tangisan yang pecah disana. alleta sendiri tak mengerti mngapa dia tiba-tiba menangis. yang jelas, ada rasa sesak yang mengganjal di dadanya yang ingin sekali dia lepaskan.

"lepas aja. lepas semuanya biar hati kamu lega"

"AAAAAAAAA" seketika alleta pun menangis dan berteriak dalam dekapan edgar.

edgar tertegun, entah seberapa sesak yang adik sepupunya rasakan. edgar bahkan merasakan bahunya yang basah akibat air mata gadis itu.

"Nangis aja al, nangis sampai hati kamu lega, kakak akan selalu ada di sini" edgar mengusap lembut punggung dan juga rambut indah alleta.

Alleta terus terisak hebat. Demi apapun edgar sangat kecewa pada omnya itu. Bisa-bisanya dia menendang putrinya sendiri. Tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain memberikan pelukan ini.

Beberapa saat kemudian, Alleta menguraikan pelukan mereka. Cewek itu menatap mata edgar lekat begitu juga sebaliknya. "Kak?" Panggil alleta pelan.

"Kenapa? Ada yang sakit? Yang mana? Atau kamu mau sesuatu? Kamu capek? Bilang sama kakak, Kamu mau apa, Al?"

"Kenapa ya kak, ayah berubah drastis sama aku sama bunda" ucapnya dengan suara serak. "Emangnya aku sama bunda punya salah apa kak?" Sambungnya.

Edgar terdiam cukup lama. "Mungkin om andri lagi capek aja al"

Alleta mendengus. "Capek kak?! Secapek apa ayah sampai harus melukai istri dan anaknya?" Ucap alleta dengan nada yang meninggi.
"Dia bahkan tega nendang aku" suara yang tadinya meninggi itu kini kian memelan kembali.

Tudung senjaWhere stories live. Discover now