22

88 55 0
                                    

Waktu kuliahnya telah selesai, kini yardan berniat untuk kembali ke rumahnya. Berjalan seorang diri menuju tempat parkir, dengan tidak menghilangkan sedikit saja karakteristiknya saat berjalan. Dia di pandang kagum oleh beberapa mahasiswi. Tetapi yardan tetaplah yardan, dia akan tetap diam saat berada di luar zona nyamannya.

Bercerita sedikit tentang rumah yardan, bangunan yang dulunya sangat nyaman dia tinggali, namun saat ini bangunan itu telah berubah layaknya neraka bagi yardan. Rasa-rasanya dia ingin pergi sejauh mungkin dari tempat itu, tempat yang justru terasa seperi ruang penyiksaan baginya, tempat yang hanya terisi dengan air mata, dan suara pukulan yang dia terima.

Yardan memang jarang pulang ke rumahnya, dia lebih sering tidur di markas atau bahkan menginap di rumah para sahabatnya. Makanya dia seperti gelandangan tampan yang tak punya rumah. Ya mau bagaimana lagi, kehidupannya di rumah justru hanya berdampak pada kesehatan mentalnya.

Yardan selalu menyendiri di dalam kamar, dirinya hanya akan keluar dari ruangan itu jika lapar, dan kembali mengunci pintu kamar agar tak ada yang masuk ke dalamnya. Hanya dengan cara itu dia bisa tertidur dengan nyenyak tanpa rasa takut akan ada yang memukulinya saat dia tertidur.

Yardan berhenti saat sudah sampai di depan motor miliknya, dia kemudian mengambil helmnya yang sengaja dia sangkutkan di atas spion. Dia sudah bersiap untuk pergi, sebelum akhirnya ada suara yang menghentikan pergerakannya.

"Yardan" dia pun berbalik, kemudian mendapati sesosok wanita berdiri di hadapannya.

Yardan hanya menaikkan sebelah alisnya,

"Boleh bareng gak?" Tanya wanita itu.

"Gak" jawab yardan singkat.

"Plis ya, aku gatau harus pulang naik apa"

"Jaman udah canggih, pake ojek online lah" yardan kembali berbalik, namun tangannya di tahan.

"Plis dong, hp ku lowbat jadi gak bisa pesan ojek online" rengek wanita itu sambil mengelus lengan yardan dan dengan suara yang di lembut-lembutkan.

Dia kira yardan bisa luluh begitu saja? Tidak semudah itu mbak, yardan akan tetap pada pendiriannya dia juga tau mana yang beneran tulus dan baik hati, dan mana yang kaya bajingan berantai. Buktinya yardan langsung menatap tajam wanita itu.

Yardan melepaskan tangan wanita itu dengan kasar, "gak!" Selepas berseru dia segera menaiki motornya dan langsung tancap gas, meninggalkan wanita itu sendirian.

Otaknya kini bergrilya mengingat kenangan penuh derita pada masa lalunya, wanita itu. Dialah orang yang pernah menjadi pasangannya saat dia meninggalkan alleta dua tahun lalu, dialah yang membuat yardan merasa seperti orang gila, dan saat yardan pindah kembali ke indonesia dia juga ternyata mengikutinya. Bahkan mendaftar di kampus yang sama dengannya hanya beda jurusan saja.

Hingga yardan tersadar bahwa hatinya kini telah menemukan bidadari yang selalu menetap disana, alleta. Gadis manis dan cantik yang dia cintai dari beberapa tahun lalu, gadis yang pernah menjadi alasannya untuk terus tersenyum. Bahkan hingga saat ini kalau boleh dan tuhan mengijinkan dirinya untuk kembali pada gadis itu, dia rela. walaupun rasanya sangat tidak mungkin.

Sudah hampir 20 menit waktunya dia habiskan di jalanan ibu kota, akhirnya yardan telah sampai di depan rumah. Seperti biasanya pagar rumah itu akan selalu terkunci karena jarang yang berada di rumah. Tapi sepertinya ada yang janggal kali ini, dimana pagar rumahnya tidak di kunci atau di gembok sama sekali, dan di depan sana ada sebuah mobil berplatkan JNR yang terparkir indah di halaman rumahnya. Yardan sangat familier dengan mobil itu, rasanya dia ingin langsung pergi ke markas saja daripada bertemu dengan orang yang berada di dalam.

Pada akhirnya dia menyerah dan kembali masuk ke dalam rumah. Benar saja, saat langkah kakinya baru sampai di ruang tamu dia bisa mencium bau wine tersebar di penjuru rumah. Bahkan banyak botol minuman disana. Dan terdapat seorang pria paruh baya yang tergeletak di atas sofa.

Yardan mendengus, dia lelah melihat semua yang terjadi di hadapannya. Dia berjalan dengan hati-hati, dan langsung membereskan semua kekacauan yang terjadi. Belum sempat dia mengambil botol-botol itu papahnya bangun dengan tatapan yang sangat sulit di artikan.

"Ngapain kamu? Mau ikut minun?" Tanya pria paruh baya itu.

"Yardan gak akan pernah nyentuh minuman haram itu!!"

"Kamu tidak usah sok jual mahal yardan, minuman ini bisa bikin kamu bahagia. Ayolah sekali saja kamu ikut minum dengan papah" januar mulai menuangkan minuman berwarna pekat itu kedalam gelas, kemudian menyodorkan gelas itu pada yardan.

Yardan menepis tangan januar, "Papah mau tau kebahagiaan yardan?" Laki-laki itu terdiam beberapa saat, menarik napasnya dalam-dalam. Semoga kali ini papahnya mau mendengarkan dirinya.

"Kebahagiaan yardan hanya ada di mamah, dan pribadi papah yang dulu. Tolong pah, temui mamah untuk kali ini, papah turunkan dulu ego papah. Mamah kangen sama papah, dari hari pertama kematian mamah hingga sekarang, papah tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di pusara mamah. Apa papah udah lupain mamah secepat itu? Atau memang papah tidak mencintai mamah?" Ujar yardan panjang lebar.

"Kamu tidak tau apa-apa yardan" ucap januar dingin.

Yardan tersenyum, "papah main di belakang mamah, yardan tau pah. Papah selalu pulang telat karena pergi ke club malam, yardan juga tau pah. Apa papah tidak malu dengan jabatan CEO papah?! Bahkan apa papah tidak malu dengan semua karyawan papah?! Yardan muak liat papah kaya gini terus." Yardan mulai menitihkan air matanya, dia menunduk dalam-dalam. Tak kuasa menatap mata sang ayah, karena saat menatap matanya saja yardan sudah bisa merasakan betapa pedihnya siksaan januar yang dia terima.

Januar memang lah seorang CEO di salah satu perusahaan besar di jakarta, namun siapa sangka di balik jabatan tingginya itu, dia suka bermain kasar pada anak dan istrinya, bermain-main di dunia malam, minum-minuman terlarang. Dan yang lebih parah adalah, menjadi penyebab kematian istrinya sendiri.

Yardan tak tau bahwa di balik tubuh januar laki-laki itu tengah memegang sebotol wine yang sudah tak berisi. Kepalan tangan januar makin terlihat jelas, tetapi tak menurunkan keberanian yardan untuk menyuarakan isi hatinya lebih jauh tentang apa yang dia rasakan selama ini.

"Papah memang orang kaya, tapi apa dengan cara seperti ini kah papah menghabiskan uang papah?"

"Saya capek yardan, berkutik dengan semua urusan kantor, saya capek!! Mamah kamu selalu saja rewel minta ini itu, saya juga muak liat kelakuan mamah kamu. Apa kamu kira hanya saya yang bermain di belakang? Kamu salah besar yardan, harusnya kamu tau lebih jauh"

Yardan mendongakkan kepalanya saat januar kembali menyalahkan mendiang mamahnya, "Alibi papah sekarang adalah menyalahkan mamah? Sebenarnya papah sayang tidak sih sama mamah? Apa papah tidak muak dengan diri papah sendiri?! Papah sadar tidak kalau selama ini papah juga menyakiti yardan!!!" Emosi yardan sudah tak bisa di kontrol. Napas laki-laki itu terasa sesak karena menahan amarahnya.

"Yardan selalu papah pukuli, yardan yang selalu menjadi pelampiasan papah, papah sadar gak sama semua itu?!!! Papah have fun dengan hidup papah, tapi apa pernah terbesit di pikirin papah tentang kehidupan yardan? Yardan tidak butuh uang sebanyak itu pah, yardan hanya butuh kasih sayang papah." Suaranya melemah di akhir, dia sudah tak sanggup untuk melanjutkannya.

"Kamu terlalu banyak bicara" selepas mengucapkan kata-kata itu, januar melayangkan botol wine yang tadi dia pegang ke kepala yardan. Hingga botol itu pecah, dan mengakibatkan darah segar mengalir dari kepala anak itu.

Januar melangkah pergi, dia tak peduli dengan kondisi yardan. Baginya yardan hanya bunyi bising yang selalu memekakkan telinga.

Yardan memegangi bagian belakang kepalanya, tangannya yang satu lagi dia gunakan untuk menghubungi seseorang. Karena dia benar-benar sudah tidak kuat, rasanya pusing sekali.

"Tolongin gue gar..." suaranya terdengar lirih karena menahan sakit.

"....."

"rumah"

Yardan ambruk dengan kondisi darah yang masih terus mengalir, bahkan sampai tergenang di sisi kepalanya. Kerah kemeja putihnya kini telah berubah menjadi warna menjadi merah pekat.

"Tuhan, kalau memang dengan cara ini mamah menjemputku, aku rela."

Tudung senjaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora