17.🥀

468 78 3
                                    

Dengan bantuan Yeonjun, Jake bisa berkuliah secara online. Terlalu mengkhawatirkan jika Sunghoon di tinggal sendirian, ia juga sempat menelepon Karina meskipun pada akhirnya di perintahkan untuk berkonsultasi dengan psikiater.

3 hari Sunghoon masih tidak mau menemui psikiater nya, akhirnya ia mau diperiksa dan mau ditanya. Jake harus menemani dan akhirnya ia tau apa yang terjadi secara jelas.

Psikiater itu pun ikut memeriksa Jake, Karina yang menyuruh nya. Emosi Jake tidak bisa di kontrol, Karina tau adiknya pasti stress. Memikirkan Sunghoon dan kuliah nya, lupa pada diri sendiri.

Dalam waktu 2 bulan, keadaan Sunghoon sedikit membaik. Dalam waktu itu pun Jake terkadang berkuliah online, terkadang pergi ke universitas. Ia akan pergi ke universitas jika jadwalnya tidak lama, ujian, mempresentasikan tugas, mengumpulkan tugas.

Malam ini Jake masih belum tidur, ia harus mengerjakan tugas di kasur Sunghoon, karena permintaan si pemilik sendiri.

"Tidak akan ada orang mau dengan ku."

Pergerakan jari Jake terhenti, ia menatap Sunghoon yang belum tidur sama sekali. "Tidurlah, tidak baik tidur larut malam."

"Kau sendiri?" Sunghoon membalikkan perkataan nya.

Jake meraih tangan Sunghoon. "Kalau begitu, kau menganggap aku apa?"

"Masih ada orang yang menerima mu apa ada nya, masih ada orang yang mencintaimu dan perasaan itu tidak berubah sama sekali sejak awal sampai sekarang."

Sunghoon menatap Jake tak percaya, 'masih ada orang', ia paham siapa yang dimaksud. "Tidak… masih ada orang yang lebih baik dari ku." Ia menarik tangan nya, merubah posisi tidurnya menjadi membelakangi sang sahabat.

Jake menaruh laptop nya, lalu merebahkan diri. Ia memeluk Sunghoon. "Bagi ku, kau sudah yang terbaik." Tak ada pembicaraan selanjutnya, Sunghoon hanya diam dan mencoba untuk tidur.

Tidak ada kecanggungan di antara keduanya, Sunghoon mudah melupakan apa yang terjadi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tidak ada kecanggungan di antara keduanya, Sunghoon mudah melupakan apa yang terjadi. Kecuali kejadian saat itu, yang terkadang menjadi mimpi buruk.

Jake baru saja berganti pakaian, ia sempat pergi ke universitas untuk mengumpulkan tugas dan harus mempresentasikan tugasnya. Yang menemani Sunghoon adalah Karina.

"Sunghoon-ah, kau mau makan malam dengan apa?"

Tak ada jawaban, ia lihat Sunghoon di balkon. "Apa yang akan kau lakukan?" Cepat-cepat dia menarik si pemuda Park.

Mata Sunghoon berkedip-kedip bingung. "Aku hanya melihat orang-orang dibawah."

Jake menghela nafas lega. "Kau mau makan malam dengan apa?" Tanya nya dengan nada yang masih khawatir.

"Apapun itu."

"Bagaimana jika kita makan di luar?"

Sunghoon langsung menggeleng. "A-ani."

"Sunghoon, jangan khawatir, ada aku bersama mu. Apa kau tidak bosan hanya berdiam diri di apartemen?"

"Tidak mau, Jake."

"Sunghoon, bagaimana dengan kuliah mu jika kau takut untuk keluar?"

"Mereka jahat."

"Tidak semuanya. Jika mereka jahat, bukankah aku juga jahat?"

"Jakeu tidak jahat." Sunghoon memainkan genggaman tangannya dengan tangan Jake. "Aku takut, aku takut dengan pandangan mereka, aku ta—"

"Sunghoonie, aku mengajak mu agar bisa melawan rasa takut yang kau rasakan. Aku tidak akan meninggalkan mu, aku akan tetap bersamamu. Bagaimana? Kau mau?"

Sunghoon menatap wajah Jake, lalu ia mengangguk pelan.

Sampai di restoran yang biasa mereka datangi, tidak jauh dari gedung apartemen

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sampai di restoran yang biasa mereka datangi, tidak jauh dari gedung apartemen. Sunghoon terus menggenggam tangan Jake, kepalanya tertutupi hoodie, ia juga terus menunduk.

Selesai makan, mereka tidak langsung pulang. Sebenarnya Sunghoon sudah merengek ingin pulang, tapi Jake mengajak nya ke taman yang tidak terlalu ramai.

"Aku ingin pulang!" Sunghoon melipat tangannya di depan dada, kakinya menghentak kesal. "Jakeuu… hiks…."

Jake langsung memeluk sahabatnya tersebut. "Sunghoon, jangan terus mengurung dirimu. Kembalilah melihat dunia ini, alasan mu bertahan karena orang tua mu, bukan? Dan kau akan mengingkari janji mu?"

"Jake, dulu dan sekarang berbeda. Masalahnya berbeda."

"Sunghoon, kau sendiri yang mengatakan jika kehilangan orang tua dan adik membuat dunia mu hancur. Sekarang juga kau mengatakan dunia mu hancur. Apa yang berbeda?"

"Anak si—"

"Tidak boleh." Jake memotong perkataan Sunghoon sembari menggeleng-gelengkan kepala. "Jangan berkata seperti itu, dia bisa mendengar nya."

"Tidak mungkin."

"Dengar, aku akan menjadi ayah untuk nya."

Sunghoon menggeleng. "Aku sudah banyak merepotkan mu, aku selalu menyusahkan mu. Aku tidak mau membebani mu lagi." Ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Jake mengusap air mata di sudut mata Sunghoon. "Aku tidak merasa di bebani, aku tidak merasa direpotkan, aku tidak merasa di susahkan. Aku tulus melakukan semuanya, termasuk untuk bertanggung jawab."

"Bagaimana pendapat ayah dan keluarga mu?"

"Abaikan mereka."

"Tidak semudah itu."

Jake menghela nafas. "Sunghoon, kali ini saja. Anggap ini bayaran atas kesalahan ku yang lalai. Tapi, sungguh aku melakukan nya dengan tulus. Ku mohon, Sunghoon-ah."

Dengan berat hati Sunghoon mengangguk. Sebenarnya ia tidak mau kembali menyusahkan Jake, sudah banyak pengorbanan yang dilakukan pemuda Shim.

To be continued….

[✓] White Rose || JakeHoonWhere stories live. Discover now