39. Menuruti perkataan Nendra

461 35 0
                                    

Juan kini hanya dapat duduk dan menatap kosong kearah depat, pikirannya melayang. Ia berpikir bisa-bisanya ia menuruti perkataan adiknya kemarin pagi yang menyuruhnya untuk masuk kerja dibandingkan dengan harus terus menjaganya.

Entahlah apa yangNendra pikirkan saat itu hingga menyuruh untuk kakaknya itu agar masuk kantor, dan jangan mempedulikan dirinya terlebiy dahulu.

Juan awalnya menolak dengan tegas, tetapi entah mengapa Nendra jadi galak dan berakhirlah ia harus mengikuti kemauan dari adik satu-satunya itu.

Jika ditanya, di mana tiga anggota keluarga lainnya?

Jawabannya adalah mencari pendonor sejak beberapa hari lalu.

Juan menghela napasnya kemudian menatap adiknya yang masih tak sadarkan diri.

"Oh Juan! Mengapa kau turuti kata adikmu ini arrrggghhh!"

Dari semalam ia tak dapat tidur karena terus berpikir tentang keadaan sang adik, sakit rasanya jika harus kembali melihat keadaan sang adik yang semakin hari semakin parah.

Xiaojun sempat mengatakan padanya kemarin, jika mereka ingij Nendra kembali pulih seperti semula. Harus kembali operasi atau juga bisa langsung trasplantasi jantung.

"Aku harus melakukan sesuatu untuknya" Gumamnya sembari menatap wajah damai Nendra.



Sedangkan disekolah, keadaan tampak sunyi. Masing-masing duduk pada bangkunya sendiri, dan beberapa juga duduk dilantai, hari ini ada beberapa jam kosong.

Ada yang mengobrol, baca buku, menggambar dipapan tulis, menghapal rumus, hingga ada yang hanya berdiam diri tak melakukan apapun seperti Arthar saat ini.

Jika dilihat-lihat, sepertinya Nendra begitu berpengaruh pada kepribadian Arthar sendiri. Buktinya saja setelah mengetahui Nendra koma, dirinya tak lagi banyak bicara dan tertawa seperti sebelum-sebelumnya, hanya diam dan menjawab jika ada yang mengajukan pertanyaan.

Mungkin pendiam sekarang adalah sifat terbaru darinya, begitu juga dengan Wisnu. Ia menjadi pendiam tetapi tak sependiam Arthar.

"Ah aku rindu Nendra" Ujar yang tengah menggambar ah ralat, maksudnya mencoret-coret papan tulis.

"Aku juga begitu" Balas seorang siswi yang tengah memakan jajanannya.

"Kelas tak seru tanpa sosoknya" Timpal seorang pemuda berkacamata yang tengah tengkurap pada lantai sembari membaca sebuah buku komik.

Semuanya menghela napas, entah mengapa sejak tak ada Nendra diantara mereka kelas rasanya sepi. Padahal jika ada Nendra sekalipun, sama saja kelas juga biasanya sepi namun tak se-sepi ini.

"Hey mau kemana?" Tanya Wisnu pada Arthar yang tiba-tiba saja bangkit.

"Rooftop" Balas Arthar singkat kemudian pergi begitu saja tanpa sepatah katapun lagi.


Kini, empat orang dewasa itu tengah memperhatikan penjelasan Xiaojun tentang keadaan dari si bungsu yang bahkan belum menampakkan tanda-tanda akan sadarkan diri.

"Kondisinya sudah terbilang cukup parah, jadi bisa kembali menjalani operasi. Akan tetapi lebih baik lagi jika langsung menjalani trasplantasi jantung secepatnya, jika telah ada pendonor" Jelas Xiaojun panjang lebar.

Ayah menghela napas kasar kemudian meraup wajahnya, kepalanya sakit karena terus memikirkan kondisi dari anak bungsunya itu.

"Tak ada cara lain?" Tanya Ayah dan Xiaojun menggeleng pelan sebagai balasan.

"Bagaimana kondisinya dengan luka-luka yang ia dapatkan setelah kecelakaan itu?" Tanya Bunda sembari mengelus tangan kanan Nendra yang sedari tadi ia genggam.

"Sejauh ini luka-luka kecil yang disebabkan oleh kecelakaan itu perlahan pulih, untung saja cedera kepalanya tak begitu parah saat itu. Hanyakan saja mungkin jika Nendra ingin berjalan kembali harus membutuhkan alat bantu"

Setelah mendengarkan penjelasan dari Xiaojun, keempat orang dewasa itu terdiam. Mereka tak habis pikir jika dampaknya ternyata sebesar itu.

"Nendra bisa saja berjalan, tetapi harus melewati serangkaian terapi jika ingin kembali berjalan" Lanjut Xiaojun menjelaskan.

Juan menghela napas, setelahnya ia langsung bangkit dan keluar dari ruangan sang adik.

Juan duduk bersandar pada tembok tepat pada sisi pintu ruangan sang adik.

"Seharusnya diriku saja... Jangan dirinya" Racaunya.

Dalam hati ia terus merutuki dirinya dan mengatakan seharusnya dirinya saja yang mempunyai penyakit mematikan itu, kenapa harus adiknya? Kenapa? Pikirnya.

Dalam  benaknya, ia menyesal karena telah menuruti apa kata adiknya itu.

Ceklek

Juan langsung berdiri dan mencekal pergelangan tangan kiri Xiaojun dan menyeretnya keujung lorong yang sepi.

"Apa?" Tanya Xiaojun keheranan.

"Aku ingin mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan Nendra" Jawab Juan.

Xiaojun mengangguk, menandakan agar Juan segera melanjutkan perkataannya.

"Tak ada pendonor, jadi..." Juan menggantung ucapannya, membuat Xiaojun mengangkat salah satu alisnya seolah menuntut penjelasan.

"Jadi?" Tanya Xiaojun menuntut penjelasan.

"Aku... Bis-"
























Tbc~

Aha gantung nih, hanya ingin memberitahu... Lima chap lagi bakalan tamat.

Kurang lebih seperti itu kemungkinan, belum pasti itu akan terjadi. Dan juga maaf kalau chap ini pendek karena aku habis ide.

Maaf juga untuk typonya yang buat kalian jadi kurang nyaman buat bacanya, karena yang mengarang cerita ini juga manusia yang tak luput dari ke typoan hehehe.

Kali ini saya tidak mau curhat, makasih buat kalian yang sudah ingin book ini berarti atas dukungan-dukungan kalian.

Tanpa kalian, mungkin book ini ngak akan tembus 10 ribu pembaca dan juga seribu vote.

Pokoknya makasih, sekian.

*Sorry for typos*

Tertanda :
Jum'at 20 Mei 2022
11:11






















Urus Saja Kertas-Kertas Mu Itu [HIATUS!]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz