42. Gelang

849 47 1
                                    

"Bunda"

Panggilan itu langsung mengundang atensi sang empu langsung tertuju pada putra bungsunya itu.

"Iya, kenapa? Mau apa? Mau makan? Mau minum? Mau apa hmm?" Tanya Bunda bertubi-tubi.

Nendra menggeleng, yang ia inginkan tak ada dalam salah satu tawaran Bundanya itu.

Hari ini, diruangan ini hanya ada dirinya dan Bundanya saja. Sedangkan anggota keluarga lainnya tengah ada urusan.

Tadi sebelum pergi, Juan sempat mengajak bicara Nendra walaupun sebentar. Dan yah pasti kalian tahu apa yang terjadi, Nendra hanya diam bahkan bergumam sebagai balasan pun saja tidak.

Sedari tadi, lebih tepatnya setelah kepergian kakak keduanya itu bersama Hendery dan juga Ayah. Nendra hanya duduk termenung dengan tatapan matanya yang sayu dan juga kepala yang sedikit menunduk. Membuat poni yang sedikit panjang itu menutupi sebagian wajahnya.

Nendra sebenarnya ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia takut jika Bundanya itu melarangnya. Bahkan saking ragu dan gugupnya, ia sampai memainkan salah satu selang infus dan juga kuku-kuku jarinya.

"Emm..." Nendra tampak bergumam sebentar, sebelum akhirnya ia mengangkat wajahnya dan menatap sayu sosok Bunda. "Boleh kan Nendra minta sesuatu?" Tanya Nendra sedikit takut-takut.

Pasalnya, semenjak ia drop beberapa waktu lalu. Keluarganya itu menjadi semakin protektif dalam hal apa pun yang ia lakukan, ini tak boleh dan itu tak boleh. Itu cukup membuatnya muak dengan segala larangan itu.

Belum lagi larangan dari Dokter, semakin membuatnya pusing tujuh keliling. Bahkan tangannya saja tak dapat ia gerakkan secara bebas akibat beberapa jarum infus yang melekat lebih dari satu dari punggung tangannya hingga pergelangan tangan kanannya.

"Iya-iya boleh, mau minta apa memangnya hm?" Tanya Bunda balik sembari menyugar rambut putra bungsunya itu agar wajahnya terlihat dengan jelas.

"Nen-Nendra mau pergi ketaman, sebentar saja kok! B-bolehkan?"

Bunda yang tadinya tersenyum, kini merubah raut wajahnya menjadi datar.

"Tak boleh" Larang Bunda.

Nendra segera menggenggam tangan Bundanya itu, bahkan setelahnya ia sedikit menggoyang-goyangkannya.

"Ya Bunda yah?"

"Tidak"

"Iya"

"Tidak"

"Iyaaa"

"Tidak! Bunda bilang tidak, kondisi adek tak memungkinkan sayang... Udara diluar dingin, Bunda takut nanti kamu drop lagi seperti pada tempo hari"

Mendengar perkataan itu, Nendra langsung melepaskan genggaman tangannya dengan raut wajah cemberut kemudian mulai berbaring memunggungi Bundanya itu dengan selimut yang ia tarik hingga menyisakan surai abunya saja.

Nendra kesal, padahal ia hanya ingin pergi ketaman karena telah bosan menatap palpon kamarnya yanghanya itu-itu terus.

Sesekali ia ingin merasakan udara yang segar karena ia sedikit risih dengan selang yang melekat pada wajahnya itu semenjak kondisinya kembali menurun tempo hari.

Bunda yang merasa bersalah pun mencoba membujuk Nendra, ya walaupun ia tahu jika anak bungsunya itu tak terlalu gampang untuk dibujuk hanya dalam sekali percobaan.

"Nendra?" Tak ada respon sama sekali.

Bunda sedikit mengguncang bahu anaknya itu, berharap Nendra segera keluar dari dalam selimut sana," Nak? Ayolah jangan marah, lebih baik makan yah? Sini Bunda suap, adeeek"

Urus Saja Kertas-Kertas Mu Itu [HIATUS!]Where stories live. Discover now