48. Sudah Terlambat

1K 80 11
                                    

Happy🖤Reading


——

Sidang berlangsung dengan tenang, tidak ada banyak perlawanan dari pihak terdakwa karena bukti yang dimiliki hakim sangat kuat.

Dengan hati-hati, Shiren melirik menatap ibu Bara yang tampak hancur. Ayah cowok itu tidak hadir, Shiren sudah tau pasti Ayah Bara tidak akan hadir.

Mengambil rapor anaknya saja tidak, apalagi datang dipersidangan hari ini.

Mungkin Bara menjadi seperti ini juga karena figur ayahnya yang kurang baik, bisa dibilang toxic parent.

Dulu, ayah Bara—Cakra—bekerja sebagai seorang buruh,  mendapatkan uang adalah hal paling sulit baginya, apalagi anak pertamanya yaitu Bara terus sakit-sakitan.

Setiap uang gajinya selalu habis untuk biaya berobat Bara. Sekali, dua kali, Cakra masih menerima kenyataan, namun berkali-kali sakit Bara tak kunjung sembuh.

Mungkin karena faktor ekonomi yang kurang mencukupi, akhirnya Cakra melampiaskan kekesalannya pada Bara.

Dipukuli oleh sang ayah adalah makanan Bara sehari-hari, bocah kecil yang masih berusia dua tahun.

Suatu waktu, Bara pernah berujar pada Ayahnya yang sibuk memukulinya dengan besi yang terdapat di ujung ikat pinggang, bocah kecil itu sudah tersungkur sembari terus merintih kesakitan tanpa henti, mendengar anaknya yang terus menangis membuat emosi Cakra semakin tersulut. Namun Bara menerima pukulan itu tanpa melawan, hanya saja badan mungilnya itu sudah mulai membiru, "bapak gak capek mukulin Bara terus? Bara yang dipukulin sama Bapak udah sakit semua."

Mendengar suara kecil itu, Cakra semakin menggila, pukulannya semakin keras, "dasar anak tidak tahu rasa terimakasih." Ujarnya sembari terus memukulkan besi itu hingga pungung dan paha Bara mengeluarkan cairan merah.

Lagi dan lagi, setiap hari Bara terus menerima pukulan dari ayahnya. Mulai dari kayu, sapu, sapu lidi, ikat pinggang, besi ikat pinggang, kayu kemoceng. Semua sudah pernah dirasakan oleh Bara.

Bara tidak pernah meminta untuk dilahirkan, jadi setidaknya jangan sakiti Bara seperti ini.

Keadaan semakin memburuk saat Bisma lahir. Adik Bara itu tumbuh dengan cerdas, pintar dan sangat berbakat. Tentu saja, Cakra selalu mengunggulkan Bisma dalam segala hal. Keadaan Bara semakin terpuruk, dan selalu dijadikan bahan pelampiasan kekesalan oleh ayahnya.

Sampai suatu saat,lelaki itu memutuskan untuk bunuh diri di usianya sebelas tahun. Namun niatnya urung saat melihat gadis sebayanya menangis di pinggir jalan.

Dengan iba, Bara menghampiri gadis itu, "kamu kenapa?"

Gadis itu menyerahkan selembar KK sebagai jawaban, "kamu pernah kenal nama mereka?"

Bara membacanya sekilas namun menggeleng tanda tak tahu, "aku gak tahu. Emangnya kenapa?"

"Mereka orang tua aku," Gadis itu terisak, "aku cuma ingin bertemu sama mereka. Andai Tuhan izinkan aku bertemu kedua orang tuaku, aku berjanji akan menjaga mereka sekalipun aku tidak mendapatkan hidup yang layak."

Bara tercenung, salivanya tercekat di tenggorokan, "aku punya bapak, tapi aku selalu menjadi bahan pelampiasannya setiap hari."

RAKA - The Ruler Of Ramos ✓Where stories live. Discover now