🌸 34. Don't Give Up 🌸

205 42 109
                                    

Senin, di jam istirahat.

Di kelas 11 IPA 3, baru saja selesai jam pelajaran fisika. Bel istirahat telah berdering dua menit lalu. Lara yang sedang memasukkan buku peket ke dalam tas sekaligus mengambil dompet, dihampiri oleh Dinda-teman sekelasnya ketika study tour menjadi teman satu kamar dan mengalami sakit perut.

"Lara, lo mau ke kantin, ya? Gue sekalian minta tolong, boleh gak?" tanya Dinda.

Giselle dan Ningning yang tempat duduknya di barisan depan meja Lara sudah menoleh ke belakang, keduanya langsung kepo.

"Boleh, minta tolong apa?"

"Tolong lihatin hari ini warung Bu Cita masak soto ayam atau enggak. Kalau udah kabarin gue di chat, ya."

"Ohh, oke."

Giselle langsung ikut mengobrol. "Mendingan ikut bareng kita aja, Din. Tempat makan gak cuma Bu Cita aja di kantin."

"Gue udah bawa bekal, kok, cuma rasanya pengen makan soto. Berasa ngidam gue, Sel."

"Hamil lo, Din?" celetuk Ningning.

"Iya, nih. Hamil tiga bulan anaknya Vernon SEVENTEEN," jawab canda Dinda sambil mengelus perut buncitnya.

"Bisa-bisanya bucin sama orang yang gak di depan mata. Bisa aja idola lo di belakang tahunya udah punya gebetan, cuma gak dipublikasiin aja karena menjaga hati yang lain," ejek Ningning.

"Ning, kok, lo ngomongnya gitu?" Lara terheran.

Tidak terima diledek, Dinda pun balik menyerang. "Eehh, ngaca dulu sana. Lo juga bucin sama yang LDR-an. Ketemuan aja gak pernah, cuma bisa lewat telepon sama video call aja. Bisa aja cowok lo yang di Singapura punya gebetan depan mata, sementara lo hanya pelarian sementara dia."

Ningning merasa tersinggung dengan ucapan Dinda, tatapannya berubah sinis. "Hubungan LDR masih lebih nyata ketimbang sekedar ngefans!"

"Bodo amat! Kebahagiaan gue gak merugikan orang lain ini. Kenapa lo yang rempong, sih?!" Dinda semakin sewot.

Giselle juga ikut penasaran dengan sikap temannya yang tiba-tiba aneh. "Ning, lo kenapa sensi ke Dinda begini, deh?"

"Gue biasa aja, tuh," elak Ningning dengan tampang bete.

"Biasanya elo gak pernah ngajak ribut Dinda, apalagi membandingkan hubungan lo sama orang lain begini," ucap Giselle. "Emang harus dibanggain begitu?"

Ningning mulai menatap kesal Giselle, seperti tidak terima. "Gue tahu, hubungan gue gak ada apa-apanya. Lo beruntung punya hubungan sempurna bersama Kak Jeno. Makanya, orang seperti lo gak bisa mengerti apa yang gue rasain."

"Apa yang lo rasain, sih? Cerita sesuatu ke gue aja enggak," ucap Giselle kebingungan.

"Ya, karena elo selalu lebih peduli ke Lara. Masalah dia yang selalu yang elo perhatikan, karena kalian sama-sama pacaran depan mata. Tiap nge-date bersama, gue selalu jadi kambing conge. Demi kelihatan gak kesepian di antara kalian, gue memaksa Yangyang supaya mau video call. Apa kalian pernah bertanya, apa yang gue rasain tiap kali diajak di sana, ha?"

"Kok, lo bicara seolah kita udah memaksa lo terus menerus ikut? Kita berdua gak pernah memaksa lo untuk datang, kalau lo merasa gak nyaman, ya, tinggal bilang. Jangan beranggapan gue udah pilih-pilih teman begitu, dong," jawab Giselle.

Lara yang terus terdiam, malah mengucapkan kalimat fatal dalam isi kepalanya, "Ning, lo kenapa mendadak baper-"

"Gue mendadak baper?" Ningning tersenyum getir, merasa sakit hati dan kecewa mendengarnya. "La, gue selama ini berusaha mengerti apa yang lo alamin sebagai teman, tapi mendengar ucapan lo barusan, apa itu layak diucapkan dari seorang teman?"

Fix You Where stories live. Discover now