Kumenangis

3K 443 28
                                    

"Biar Kakak lihat di kamar Gibran dulu ya, Ma."

Khalid baru saja meminta Lyora agar tidak menaiki anak tangga menuju kamar Gibran. Pasalnya jam sudah menunjukkan pukul enam namun Bima dan Gibran belum juga menampakkan batang hidungnya. Setengah jam dirasa terlalu lama jika hanya dihabiskan untuk memandikan Gibran dan membantunya berpakaian.

"Pasti ada sesuatu yang nggak beres," batin Lyora.

"Kayaknya Papa sama Gibran ketiduran deh, Ma," tebak Giffari yang semakin membuat Lyora resah.

Tidak lama setelah Khalid masuk ke kamar Gibran, Bima keluar kamar dengan wajah lesu. Namun anehnya, Gibran tak menyusulnya dari belakang. Lyora pun penasaran, "Gibran kemana, Mas? Udah jam segini loh."

Bima tampak tak bersemangat, ia duduk di sofa sambil membuang nafasnya dengan berat, "Astaghfirullah..."

Entah sudah berapa banyak Bima menyebut nama Tuhannya seraya mengatur nafasnya. Raut wajahnya sangat sulit diartikan. Begitupun dengan emosinya.

"Sayang, aku beneran nyerah sama Gibran," keluh Bima dengan pasrah.

"Gibran kenapa, Mas?" Lyora semakin penasaran.

"HAHAHAHAHAHA, Gibran ngeselin kan, Pa?" tebak Ryan diiringi dengan tawa yang menggema.

"Kamu juga ngeselin, A," tambah Giffari. "Jadi mending diem aja deh," ketus Giffari.

Lyora menyodorkan segelas air putih agar Bima sedikit lebih tenang, "minum dulu, Mas."

Segala emosi Bima yang tertahan di tenggorokan meluruh seiring dengan mengalirnya air minum itu. Kini Bima menjadi sedikit lebih tenang dan perlahan mulai dapat mengontrol emosinya.

"Gibran ternyata benar-benar menguji kesabaran ya, Yang? Aku nyerah."

Lyora masih tak dapat menebak apa yang membuat Bima menyerah dengan mudahnya. Padahal Lyora kenal betul bahwa suaminya yang gagah itu pantang menyerah. Terbukti dengan kemampuan Bima menghamili Lyora sampai mereka akan mendapatkan anak perempuan. Tapi mengapa hanya mengurus satu saja Bima hampir menyerah? Bahkan baru saja ia bilang bahwa dirinya sudah menyerah.

"Ma, belanja bulanan yang kemarin belum disusun ya?" tiba-tiba saja Khalid yang tadinya berada di kamar Gibran sudah bergabung dengannya di ruang tengah.

"Oh iya, Kak. Mama belum sempat beresin. Kenapa, Kak?"

"Pasta giginya Gibran yang rasa anggur nggak lupa kan, Ma?" tanya Khalid lagi.

"Ada, Kak."

"Bang, tolong cariin dong! Gue mau ambil kaus kakinya Gibran dulu di ruang cuci," titah Khalid kepada Giffari yang segera dijalankan tanpa banyak pertanyaan lagi.

Lyora tak mungkin hanya berdiam diri sementara Khalid mengambil alih mengurus Gibran. Saat dirinya hendak melihat Gibran di kamarnya, Bima menahannya agar tetap duduk bersamanya, "kamu jangan naik turun tangga terus, Yang. Biar Abang sama Kakak aja yang bantu Gibran."

"Tapi, Mas," Lyora membantah.

"Aku beneran nyerah sama Gibran, Yang," potong Bima sebelum ucapan Lyora selesai. Sudah kali kedua Bima mengeluhkan hal itu, "Aku nggak sanggup deh. Cukup satu aja yang begitu."

"Apa kabar ketiga anak kita yang lain, Mas? Bisa kamu bayangkan betapa riwehnya aku mengurus keempat Lionel Bimantara kalo kamu nggak ada di rumah kan?"

"Untung Khalid nggak begitu ya. Setidaknya ada satu yang bisa kita andalkan."

"Kalau Khalid memang mirip aku, Mas. Nggak banyak tingkah," Lyora meninggi.

ANAK-ANAK BIMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang