21. Rencana

37 9 0
                                    

🍂🍁🍂


Sudah 5 hari Wendy di Jakarta. Dan kabar baiknya, Ayah sudah dipulangkan ke rumah dengan ijin Dokter, namun harus di rawat dengan baik.

"Bu, kok tumben masak banyak, bukannya cuman kita ber-3 dirumah?" tanya Wendy pada sang Ibu yang sedang memasak di dapur.

"Ya gak pa-pa, ngerayain Ayah udah bisa pulang, sekalian kamu udah balik di rumah." Masih fokus memasak tanpa memalingkan pandangannya pada masakkan.

"Ya, gak harus sebanyak ini juga, Bu."

"Gak pa-pa. Yudah, temenin Ayah di ruang tengah," suruh Ibu.

Baru saja Wendy menuju ke arah Ayah, tiba-tiba ketukkan pintu terdengar dari luar. Mau tidak mau, Wendy melangkah menuju pintu, dan membukanya.

"Assalamualaikum," sapa pria itu.

"Kamu ... kenapa ya?" tanya Wendy sedikit heran. Ia ingat betul, jika pria ini adalah Dokter yang merawat Ayah saat di rumah sakit. Tapi kenapa bisa, Dokter ini datang kerumahnya?

"Em, saya gak di ijinin masuk, nih?" tanya Dokter Reza.

"Ah, s-silakan masuk, Dok." Akhirnya Wendy mempersilakan Dokter Reza untuk masuk kedalam rumahnya.

"Assalamualaikum, Pak." Dokter Reza berjongkok di depan kursi roda Ayah. "Bagaimana kabarnya, sehat?" tanyanya. Ayah hanya mengangguk membalas pertanyaan Dokter Reza.

"Ada apa ya, Dok?" tanya Wendy sekali lagi.

"Jangan panggil saya dengan sebutan itu, ini di luar rumah sakit, panggil saya Reza aja, lagian kita hanya beda 4 tahun."

Lagian? Bukannya 4 tahun itu kentara banget ya? 26 tahun ke 30 tahun.

"Baik ... Reza." Menjawab dengan ragu-ragu.

"Eh, Nak Reza udah datang." Ibu menyambut Reza dengan ceria. Entah tujuan apalagi ini. Wendy langsung curiga.

"Ibu mu mana?" tanya Ibu pada Reza.

"Ibu sebentar lagi datang kok." Baru beberapa menit di bahas, seorang wanita berusia 50 tahun sudah berada di ambang pintu.

"Assalamualaikum," sapanya. "Maaf saya telat ya, suami juga lagi keluar kota," lanjutnya.

"Ini sebenarnya kenapa sih, Bu?" bisik Wendy pada Ibu.

"Udah kamu tenang aja."

"Eh, ini ya, Nak Wendy," ucapnya sambil memperhatikan Wendy dengan senyum lebarnya. "Cantik banget ya," pujinya pada Wendy. "Oh iya, kamu ngajar di Bandung, 'kan? Kok kejauhan sih, padahal bisa ngajar Jakarta."

Wendy hanya tersenyum sambil mengangguk.

"Jadi bagaimana, rencana kemarin?" tanya Ibu Wendy mengalihkan pembicaraan.

"Kalau Reza mau, ya saya setuju kok," jawab Ibu Reza, ia lalu bertanya kepada Reza, "Rez, kamu setuju, 'kan?"

"Sesuai keputusan Ibu aja. Reza mau menerima keputusan Ibu kok," jawab Dokter Reza.

"S-sebentar, ini lagi bahas apa ya?" pertanyaan Wendy seketika membuat seluruh mata tertuju padanya.

"Kamu belum ngasih tau anak kamu?" tanya Ibu Reza pada Ibu.

Ibu hanya tersenyum melihatku, "jadi gini Wen, Ibu sama Ayah punya rencana, mau ngejodohin kamu sama Nak Reza."

"Tapi Bu, kok Ibu gak bilang ke aku dulu, sih?"

"Ya maaf, Ibu—"

"Pokoknya aku gak mau, Bu!" bantah Wendy mentah-mentah.

"Lah, kenapa? Nak Reza sudah punya kerja kok, sudah mapan juga. Kenapa kamu gak mau?"

"W-Wendy ... udah punya pacar."

"Pacar? Bukannya kamu gak mau punya pacar, ya? Siapa pacar kamu?" tanya Ibu.

"Intinya Wendy udah punya pacar!"

Tidak mungkin Wendy mengaku jika ia pacaran dengan siswanya sendiri. Tidak masuk akal, bisa saja Ibu dan Ayah tidak menyetuinya.

"Wendy gak mau di jodohin, Bu. Wendy gak kenal sama Dokter Reza."

Reza yang sejak tadi diam membuka suara,  "saya bakal buat kamu kenal saya kok." Lantas perkataan Reza membuat kedua orang tua mengagguk menyetujui.

"Kamu jangan seperti anak kecil deh, Wen. Ayah kamu juga mau kalau kamu sama Reza."

Suara berat Reza kembali terdengar, "kalau kamu masih belum siap, saya bakal nunggu kamu sampai kamu siap kok."

Dasar!

Seharusnya Wendy tidak pulang saja. Ia menyesal pulang di Jakarta jika ujung-ujungnya ia akan di jodohkan lagi dengan pilihan Ibunya.

"Maaf Mas Reza, tapi saya memang tidak ingin di jodohkan."

Tiba-tiba Ayah bersuara, walaupun tidak terdengar jelas. Ayah seperti mengatakan jika Wendy harus menerima perjodohan ini.

"Wen, ini juga permintaan Ayah. Ayah lagi sakit, masa kamu tidak mau mengamalkan permintaan Ayah?"

Wendy hanya diam.

Jika di pikir-pikir ini berat, malahan sangat berat bagi Wendy untuk menyetujuinya tapi ini permintaan Ayah, sangat di sayangkan jika Wendy menolak permintaan Sang Ayah.

Tapi di lain sisi, Wendy tidak ingin di jodohkan dengan orang yang tidak ia kenal, apalagi sekarang ia mempunyai Echan. Bagaimana reaksi Echan nantinya saat mendengar ini?

Hubungan yang mereka bangun seperti hal yang sia-sia, toh ia akan di jodohkan oleh orang lain.

Entahlah, Wendy fruatasi memikirkan ini. Sejak tadi ia hanya diam saja, tidak mengikuti alur pembahasan, telinganya seperti ingin menolak untuk mendengarkan pembahasan ini.

Hening pun melanda.

"Hm, Wendy," panggil Reza, sehingga dapat membuyarkan lamunan Wendy.

Ayah sudah tidur di kamar, dan Ibu sedang berada di dapur dengan Ibu Reza. Hanya mereka berdua di ruang tengah.

"Kenapa, ya?"

"Kamu ngajar di Bandung?" tanya Reza.

"Iya."

"Maaf kalau lancang, saya boleh tau pacar kamu siapa?"

Pertanyaan Reza membuat ia terbelalak, "hah? P-pacar saya? I-itu privasi."

"Baik, tidak apa jika tidak ingin memberitahu. Mungkin kamu tidak menerima perjodohan ini karena kita masih belum mengenal satu sama lain," ucap Reza, "tapi saya akan berusaha agar kita bisa kenal lebih lanjut."

"Kenapa kamu mau nerima perjodohan ini? Kamu 'kan bisa nolak, lagian saya sama kamu itu tidak seimbang, saya hanya guru biasa, dan kamu ... kamu lebih diatas saya."

"Ini permintaan orang tua saya. Jadi saya tidak ingin menolak permintaannya, saya ingin orang tua saya bahagia walaupun dengan perjodohan ini," jawabnya, "saja tidak mau mengecewakan mereka di tahun lanjut usia mereka. Tapi saya bakal berusaha nerima kamu apa adanya kok."

Pernyataan Reza membuat ia terdiam.
Wendy teringat tentang Ayah, dimana Ayah sedang sakit keras. Lagian ini permintaan Ayah juga.

"Saya tau kalau ini berat, apalagi kamu sudah punya hubungan dengan orang lain. Namun jangan mendepankan ego jika kamu tidak ingin menyesal. Maaf, tapi saya bukan bermaksud untuk menghasut."

Haruskah mendepankan ego dari pada mengutamakan permintaan ini?

Wendy tersenyum, "baik, saya akan pikirkan lebih matang lagi."

PACARNYA BU GURU || Lee HaechanWhere stories live. Discover now