PROLOG

3.8K 156 4
                                    

“KENAPA?!”

“KENAPA NILAI MATEMATIKA KAMU HANYA 95 RAGA? JELASKAN!”

“Maaf Ayah!”

PLAK

PLAK

“Ampun Ayah, ini sakit. Jangan pukul Raga lagi.”

“Saya tidak perduli! Percuma saya membesarkan kamu. Kamu hanya menyusahkan saya saja, kenapa kamu tidak mati saja?!”

Bukh

Akh.” Bocah berusia tujuh tahun bernama Raga itu jatuh tersungkur dengan kepala yang mengenai ujung meja.

Sosok lelaki paruh baya yang di panggil ayah itu pun melangkahkan kakinya pergi. Meninggalkan putranya yang yang tengah mencoba menahan sakit.

Bocah laki-laki itu hanya menatap sang ayah dengan pandangan sendu. Ia ingin ibunya kembali, ia ingin abangnya, dan ia juga ingin sikap ayahnya kembali seperti dulu.

Ia rindu.

Ia rindu pelukan hangat sang ibu.

Ia juga rindu kejahilan abangnya.

Dan ia rindu tawa hangat ayahnya.

Ibu, Abang! Raga ingin ikut. Tapi Ayah kasihan kalau Raga tinggalkan. Ibu bagaimana ini? Raga capek Ibu!” 
Hiraga Akhdan Fatta.

 Ibu bagaimana ini? Raga capek Ibu!” Hiraga Akhdan Fatta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

________________________________________
Hai semua.

Aku bawa cerita baru.

Gimana sama prolognya? Sudah ada gambaran?

Penasaran sama kelanjutannya? Yuk! Ikuti kisah Raga, kalau suka jangan lupa masukkan ke library kalian ya.

Sampai jumpa di chapter pertama.

Find me on Instagram & wattpad : @delindanae or @hnajaem
nae

Terima Kasih.

Piala untuk Ayah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang