07 : Andai

901 63 1
                                    

Happy Reading!



Ini sudah gelas ketiga, dan Raga belum merasakan apapun, dirinya hanya sedikit pusing, itu saja, tapi tidak merasa mabuk.

“Kuat juga lo,” ucap Yuka takjub, pasalnya Raga merupakan orang baru. Yang biasanya orang yang baru pertama minum alkohol, jika minum segelas saja sudah pasti akan langsung tepar. Namun, Raga terlihat masih kuat dan sadar.

Raga berdecak, saat mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Yuka. Tujuan dia nekat datang ke tempat seperti ini kan untuk mabuk, melupakan sejenak rasa lelah, sesak dan takut akan masalah dan sesuatu yang menderanya.

Rasa lelah sebab masalahnya yang tak kunjung usai.

Sesak dan takut sebab hanya dia sendiri yang mengetahuinya, tidak dengan ayah dan sahabatnya.

Inginnya Raga bercerita, berkeluh kesah pada orang terdekatnya.

Seperti pada ayahnya, namun ia ingat. Sejak kejadian yang terjadi 12 tahun silam membuat ayahnya berubah, seperti tak lagi perduli kepadanya.

Atau bisa saja ia bercerita pada sahabatnya, Jesa. Namun, Raga urungkan. Sahabat dekatnya itu juga pasti punya masalah dalam hidupnya, dan Raga tidak ingin menambahi beban Jesa dengan ia yang menceritakan masalahnya.

Pikirannya menerawang jauh pada kejadian 12 tahun yang lalu. Pada sebuah kecelakaan.

Kecelakaan yang menimpa ia, ibu dan abangnya.

Kecelakaan yang membuat Raga kehilangan hampir semuanya, kebahagiaan, kasih sayang dan pelukan ternyamannya.

Flashback on

“Ibu, ayo cepetan! Raga ingin melihat karnaval di pasar malam.” Raga kecil menarik-narik lengan sang ibu yang mencoba menahannya.

“Adek, kita tunggu Ayah pulang dulu ya? Biar kita perginya bareng Ayah, Ibu, Abang dan kamu,” ucap wanita paru baya yang tak lain ibu Raga dengan lembut.

“Gak mau, Raga inginnya pergi sekarang.” Raga menggeleng, menolak keras usulan ibunya yang sesekali terlihat memijat pelipisnya pelan.

“Tapi Adek, ibu sekarang sedang pusing, jadi tidak kuat jika harus menyetir,” balas ibu mencoba memberikan pengertian masih dengan suara lembutnya yang mendayu.

“Adek gak kasihan sama Ibu?” tanya abangnya yang sejak tadi hanya menyaksikan tingkah sang adik.

Lagi-lagi, Raga menggeleng keras. “Pokoknya Raga mau pergi sekarang!”

Ibu menghela napas sebelum membalas, “Yasudah, kamu pakai jaketnya dulu. Abang juga pakai jaketnya ya?”

“Hore!” Mendengar perkataan ibunya, Raga langsung bersorak senang.

Mereka bertiga sudah berada di dalam mobil, dengan ibu Raga yang mengemudi, sedangkan kedua putranya terduduk di kursi belakang.

Sealtbeltnya pakai dulu!” Ibu Raga menoleh kebelakang, pada kedua putranya yang langsung mematuhi perintahnya, ia sedikit tersenyum kecil ditengah pusing yang mendera kepalanya.

Saat mobil berjalan pelan, Raga dan Jovan tak berhentinya berceloteh. Raga terlihat antusias membicarakan apa saja yang akan mereka lihat selain karnaval di pasar malam yang akan mereka singgahi.

Saat mobil sudah semakin mendekati area pasar malam, Raga tak dapat membendung rasa bahagianya.

Ibu Raga mencoba menetralkan pandangannya yang tiba-tiba saja memburam, bertepatan dengan itu sebuah mobil truk yang sedang membawa angkutan berat terlihat oleng

Jovandra yang pertama menyadari langsung berteriak. “IBU, AWAS!” Dan terlambat, truk itu menabrak mobil yang ditumpangi keluarga kecil itu, menyebabkan mobil terguling dan jatuh pada sebuah jurang. Jovan memeluk Raga, mencoba melindungi sang adik.

Flashback off

Raga meremat kepalanya, saat kilasan ingatan tentang kecelakaan naas itu menghantui pikirannya. Ia memukul kepalanya berkali-kali, mencoba menghilangkan kejadian kelam itu dari pikirannya.

Andai saja, Raga dulu mengiyakan perkataan ibunya untuk menunggu sang ayah pulang.

Andai saja, dulu ia tidak memaksa ibu dan abangnya.

Andai saja, dia dulu tidak egois.

Pasti kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi.

Pasti ibu dan abangnya masih ada sekarang.

Masih bersama dia dan ayahnya.

Masih menjadi keluarga bahagia yang utuh.

Tidak suram dan menyedihkan seperti sekarang.

Raga meremat sekali lagi rambutnya, tangannya kembali meraih gelas wine dihadapannya, dan menenggak isinya hingga habis dengan kasar.

Yuka terdiam melihat Raga, sepertinya masalah yang dialami pemuda dihadapannya ini rumit, pikirnya saat melihat seberapa frustasi dan kacaunya Raga saat ini.






“Gue dimana?” tanya Raga pada diri sendiri saat sudah terbangun dari tidurnya. Matanya menatap sekitar, sambil mencoba mengingat apa yang terjadi. Sesekali tangannya memijat pelipisnya yang terasa sangat pusing.

“Udah bangun lo?” tanya Yuka retoris, yang baru memasuki kamar yang di tempati Raga. Melihat Yuka, Raga menjadi ingat semuanya. Tadi malam, dirinya mabuk berat dan berakhir tak sadarkan diri di gelas ke enam.

Tadi malam, Yuka jugalah yang membawanya ke kamar ini. Sebuah kamar yang sering disewa oleh para pelanggan jika sudah mabuk berat dan tak bisa jika harus pulang.

Raga bangun dari posisi berbaringnya, dirinya menerima botol minum yang masih tersegel yang disodorkan Yuka. “Thanks.

Yuka mengangguk. “Lo bisa pulang sendiri?” tanya Yuka memastikan.

Raga yang sedang membenarkan hoodienya mengangguk, tangannya meraih dompet dan kunci motor di kantong hoodie. “Jadi berapa Bang?” tanyanya, berniat membayar alkohol yang ditenggak, juga kamar sewanya.

Yuka menyebutkan nominal uang yang harus dibayar. “Dua ratus ribu.”

Raga lantas memberikan dua lembar uang berwarna merah di dompetnya. Yang langsung Yuka terima. Ia mengambil botol minum yang dirinya letakkan di meja. “Gue pulang Bang, makasih udah bantu gue!” pamitnya.

Yuka menganggukan kepala. “Yo, sama-sama.”

Saat sudah sampai di area parkiran club. Raga yang berniat menaiki motornya terhenti saat sebuah suara yang dikenalnya berucap, menyindirnya lebih tepatnya.

“Wow, amazing! Murid pinter kayak lo tahu mabuk-mabukkan juga. Gue pikir yang lo tahu cuma belajar, belajar dan belajar.”

Raga menoleh, ternyata itu Janu yang kini sedang menatapnya dengan pandangan remeh. Ia berdecak. “Bodo amat,” balas Raga lalu menaiki motor dan melajukannya, menjauhi Janu yang masih menatap pada dirinya.

_______________________________________________
To Be Continue

_______________________________________________To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yuka

Jangan lupa voment or follow!

Terima kasih.

Piala untuk Ayah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang