3. Masalah Diawal

676 119 12
                                    

"Tuan Indonesia..?"

Sebuah suara terdengar dari ambang pintu, Indonesia kemudian menengok ke arahnya berharap yang ia lihat adalah salah satu adiknya namun ternyata tidak, seorang pemuda berambut secoklat kayu, bermata biru secerah air danau dengan postur tubuh yang tak terlalu tinggi dengan pakaian layaknya seorang kepala pelayan memanggilnya.

"Waktunya makan malam" ujar pemuda itu tersenyum.

"Ah, i-iya aku akan segera ke sana" jawab Indonesia panik mencoba untuk menghilangkan jendela layar yang ada di depanya tapi itu sia sia 'hilang dong!! woy!' batin Indonesia menjerit.

"Tuan? Apa yang anda lakukan?"

"Eh gak apa-apa! Duluan aja! Nanti aku nyusul!" Jawab Indonesia semakin panik.

"Baiklah.." pelayan itu hanya menjawab singkat sebelum akhirnya pergi dengan ekspresi bingung "Indo kenapa?" Gumamnya kecil melewati lorong demi lorong.

'hilang DONG-!' layar yang melayang seketika meredup dengan bergantinya tulisan yang tertulis di sana. Yang tadinya adalah sederet informasi kini malah menjadi tulisan 'anda dapat melihat kembali informasi dengan memanggil 'penulis' hihihihi' yang sukses membuat Indonesia kesal.

"Dasar penulis menyebalkan!" umpat Indonesia yang kemudian beranjak dari tempatnya dan melangkahkan kakinya di lorong, Indonesia kini terdiam kaku, lorong yang saat ini ia langkahi tampak sangat panjang dan rumit, membuatnya takut akan tersesat.

"Tuan muda" sebuah suara lembut memanggilnya dari belakang, tampak seorang wanita berambut semerah mawar dengan pupil mata seindah batu Ruby yang sangat cantik menunduk ke arahnya "ada yang bisa saya bantu?" Indonesia masih diam, ia takut menimbulkan kecurigaan apa bila bertanya dimana letak ruang makan.

"Makanan sudah siap mari ikut saya tuan"

"Oh iya, aku lupa" jawab Indonesia senormal mungkin dan mulai mengikuti langkah wanita itu.

"oh iya.. namamu.."

"Saya Margaretha"

"O-h iya Margaretha, sekarang jam berapa?"

"Maaf tuan, saya tidak tahu"

Pembicaraan singkat terus terjadi, wanita bergaun pelayan itu hanya menjawab sesingkat dan jelas mungkin, tak memberikan Indonesia kesempatan untuk mengetahui lebih dalam tentang sosok dirinya di dunia itu.

Tap-

"Sudah sampai tuan, saya izin undur diri" Margaretha menunduk belum akhirnya berjalan mundur beberapa langkah dan kemudian pergi. Sebuah pintu besar kini ada di depan Indonesia, dengan pelan ia mendorong pintu itu, sekali lagi ia bertemu kembali dengan sosok pemuda yang ia temui di ruangan tempat pertama kali ia terbangun.

"Selamat malam tuan Indonesia, silahkan duduk" ujar pemuda itu. Indonesia hanya bisa menurut, kini ia benar benar bingung dengan keadaannya saat ini.

'ah tunggu yang lain datang aja deh' batin Indonesia berpikir bahwa saudara-saudarinya yang lain akan datang.

5 menit masih tak ada perubahan, 10 menit Indonesia masih belum menyentuh makanannya yang kini sudah dingin, 15 menit sudah Indonesia tak melihat siapa pun datang.

"Tuan Indo? Apa anda tidak suka makanannya? A-atau mau saya ambilkan—"

"Yang lainya.. kemana?"sosok pelayan muda yang masih ada di bekatnya tampak terkejut.

"Tuan.." raut wajah yang tadinya panik kini menjadi sedih. "Anda satu satunya yang tersisa.."

"Eh?" Indonesia kini terdiam, bukankah waktu sudah berputar kembali, lantas apa maksud dari pelayan itu, bukankah saudara saudarinya masih hidup saat ini sesuai janji sang penulis.

Impian Untuk Hidup (End)Where stories live. Discover now