Chapter 9

492 56 10
                                    

Rumah Xavier yang semula rapih dan tertata sudah sangat berantakan. Barang pecah dan rusak berserakan di lantai.

Perkelahian antara Anggota Spine dan anak buah Xavier berlangsung sengit. Banyak anak buah Xavier yang mulai berjatuhan setelah kedatangan kelompok dua yang membantu mereka.

"Dimana Xavier? Kenapa ia tidak terlihat sampai sekarang?" Tanya Dominic kepada Massimo yang sedang melawan seorang pria yang sangat semangat ingin membunuhnya.

Massimo tidak terlalu peduli dengan pertanyaan Dominic karena sibuk dengan pria di depannya. Dari mana Xavier mendapatkan anak buah yang seperti ini. Sangat ambisius sekali.

Pria itu terjatuh ketika Massimo menendang selangkangannya dengan kencang. Tapi ia tidak menyerah, ia bangun dari duduknya dan langsung berlari ke arah Massimo. "HIYAAAA!" Teriaknya.

Tangannya yang terkepal sudah bersiap ingin menonjok wajah Massimo, tetapi belum sempat melakukan keinginannya, beberapa peluru berhasil menembus kepalanya yang membuatnya jatuh tersungkur dengan darah yang mengucur deras membasahi lantai.

Odette menurunkan pistolnya lalu berlari menghampiri Dominic dan Massimo. "Aku dan Sienna tidak dapat menemukan Xavier di mana pun. Bahkan kamar Cassandra kosong, beberapa barang sudah hilang." Lapornya. Ia menghela nafas dengan kasar, raut wajah emosinya sangat kentara.

"Sial! Apa jangan-jangan dia sudah tahu kita akan datang? Tapi itu tidak mungkin kan?" Dominic menyeka wajahnya kasar.

"Ken juga menghilang begitu saja. Saat kami berdua berusaha untuk berkomunikasi lewat earpierce, Ken sama sekali tidak merespon." Jelas Odette.

"Fuck, kenapa jadi begini?" Umpat Massimo.

"Aku juga tidak tahu, tapi sekarang kita harus fokus untuk melawan anak buah Xavier. Aku yakin Xavier masih berada di sekitar sini." Ucap Odette saat melihat kubunya sudah mulai kelelahan karena musuh yang terus berdatangan dari pintu depan.

Odette, Dominic dan Massimo berpencar untuk melawan musuh mereka. Mereka mengerahkan seluruh tenaga mereka untuk menghabisi musuh.

"Vivaldo! Awas di belakangmu!" Peringat Robert.

Vivaldo langsung menggeser badannya dan melihat ke belakang. Sebuah pisau hampir saja mengenainya jika Robert tidak memberitahunya.

"Thanks, brother." Ucapnya sambil mengibaskan rambut sombong. Bukankah yang seharusnya sombong itu Robert? Dasar sinting.

"Kapan ini akan selesai? Mengapa mereka terus saja berdatangan?!" Dengus Vivaldo kesal. Tenaganya sudah hampir terkuras habis.

BUGH

Robert menghantam pipi pria di depannya. "Tidak tahu, yang pasti Xavier pasti melakukan ini untuk mengulur waktu."

Vivaldo ikut terjatuh karena lawannya menarik tangannya saat ia membantingnya. Vivaldo melilitkan tangannya ke leher lawan hingga ia susah bernapas. Pria itu memukul-mukul tangan Vivaldo, meminta untuk dilepaskan. Kakinya juga menendang ke segala arah agar bisa lepas dari kungkungan Vivaldo. Wajahnya sudah merah padam karena tidak bisa menghirup oksigen dengan baik.

Perlahan, badan pria itu mulai lemas. Kaki dan tangannya berhenti bergerak. Napasnya juga sudah tersenggal.

"Mati kau!" Bersamaan dengan itu, lawan Vivaldo langsung jatuh tak sadarkan diri. Vivaldo menghela napas lega lalu tersenyum sinis.

"Mana lawanku lagi? Give me more!" Vivaldo menggulung lengan bajunya sambil menatap sekitar. Semua orang sibuk dengan lawan mereka masing-masing.

Tanpa sengaja, matanya menangkap Diego dan Sienna yang tampaknya kesulitan melawan beberapa orang sekaligus.

Vivaldo segera mendekati mereka. Ia menendang punggung seorang pria dari belakang hingga ia jatuh dan menabrak teman di depannya.

Mission: No Time To DieWhere stories live. Discover now