"Dimana dia?" Tanya seseorang dengan pakaian serba tertutup. Ia dan lelaki di sampingnya baru saja sampai di rumah dimana Cassandra tempati.
"Masuk dulu baru bertanya, R." Dengus lelaki itu. Ia membuka pintu kayu yang sebelumnya dikunci menggunakan kunci yang ia bawa.
"Besar juga tempatnya. Apa perempuan penakut itu tidak merasa ketakutan berada disini sendirian?" Orang yang dipanggil R itu melihat ke seluruh ruangan, menelisik sekitarnya.
"Untuk apa takut, lagipula aku juga sudah menemukan orang yang tepat untuk menemaninya disini. Ia akan datang tiga hari lagi." Lelaki itu duduk di sofa dan membentangkan kakinya di meja yang terbuat dari kayu.
"Siapa namanya? Apa kau sudah mengecek background orang yang akan menemani Cassandra?"
Lelaki itu mengangguk. Jelas ia mengeceknya. "Namanya Agatha. Agatha Agasy. Ia berumur tiga puluh tahun. Ia seorang single parents dengan satu anak laki-laki, suaminya meninggal terbunuh oleh aparat kepolisian saat dalam pengejaran."
"Apa ia akan membawa anaknya?"
"Tidak. Aku melarangnya."
"Good. Anyways, dimana kamar Cassandra? Aku ingin melihatnya."
Lelaki itu menunjuk sebuah pintu yang berada tepat di sebelah toilet.
R mengangguk. Ia melangkahkan kakinya mendekati ruangan itu. Ia mengetuk dahulu, masih menghormati privasi Cassandra. Biar bagaimana pun, Xavier mati karenanya. Tentu saja ia dan kelompoknya terlibat.
Tok
Tok
Tidak ada sahutan dari dalam. R mengerang kesal. Ia sudah berusaha untuk bersikap sopan tapi malah tidak ditanggapi seperti ini. Mungkin Cassandra masih tertidur, tebaknya. Tapi ini sudah jam dua siang, masa masih tidur? Apa ia sedang hibernasi?
"Langsung saja buka, R!" Ucap lelaki itu.
R mengangguk. Ia membuka pintu dengan pelan dan melihat Cassandra yang ternyata sudah bangun.
"Kenapa kau tidak membuka pintu untukku? Atau setidaknya menyuruhku untuk masuk? Kesal R. Ia menghampiri Cassandra yang duduk di kasur dan menatap ke luar jendela yang berhadapan langsung dengan taman bunga.
Cassandra tidak menanggapi ucapan R. Ia hanya diam, bahkan matanya tidak berkedip.
"Kau tidak mau tahu tentang kabar Xavier?" Tanya R berusaha memancing Cassandra dan itu berhasil.
Cassandra langsung menoleh, menatapnya penuh harap.
"He's died." Ucap R singkat, padat dan jelas.
Raut wajah Cassandra berubah saat itu juga. Ia menatap R dengan tatapan penuh kebencian. Kedua tangannya mengepal, menahan emosi yang siap meledak.
"Itu resiko dari pekerjaannya, Cassandra. Dan Xavier menerimanya agar kalian bisa hidup setiap harinya." Jelas R, berusaha untuk menjelaskan.
"K-kau penyebabnya." Ucap Cassandra lirih. Air matanya perlahan turun membasahi wajah cantiknya.
"Not me, Itu kemauannya. Saat aku menawarkan pekerjaan gelap ini, dia sudah setuju dengan semua resiko yang akan dia dapatkan, termasuk kematian."
"Tapi kau yang menawarkannya!" Pekik Cassandra. Jika ia bisa berdiri dan berjalan normal seperti orang lain, ia bersumpah akan mencabik wajah orang di depannya.
"Kalian akan hidup lebih menderita tanpaku. Berhenti bersikap seperti anak kecil, Cassandra. Xavier sudah mengorbankan semuanya untukmu, termasuk nyawanya agar kau bisa hidup enak!" R menekan kata-kata terakhirnya agar Cassandra mengerti maksudnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission: No Time To Die
ActionSpine adalah sebuah organisasi rahasia yang didirikan oleh pemerintah untuk memberantas kejahatan yang terjadi di Italia. Mereka terdiri dari 7 anggota, 5 laki-laki dan 2 perempuan. Mereka selalu berhasil dalam menyelesaikan semua misi yang diberik...