5

1.4K 123 17
                                    


Pandu segera berdiri, memberi ruang pada mamanya agar mendekati Yana yang berbaring dengan air mata berderai. Ia sentuhkan tangannya ke kening Dayana.

"Sudah turun panasnya tapi kenapa Yana menangis?"

"Saya pusing Ibu."

Suara pelan Dayana membuat Renata terlihat khawatir.

"Tidurlah aku yakin ini kelelahan yang bertumpuk-tumpuk, dia sebulan penuh berkerja keras untuk persiapan butik baru, tadi malam yang jalan-jalan sama kamu membuat dia jadi semakin lelah Pandu."

"Iyah Ma, bisa jadi." Pandu terus menatap wajah pucat yang terlihat menahan sakit, entah apa yang ia rasa saat ini yang jelas Pandu merasa bersalah semalam ia bagai kehausan tak lelah menjelajahi tubuh Dayana tanpa henti. Pandu merasa jika Dayana juga merasakan hal yang sama karena di telinganya suara merdu Dayana saat mendesah lirih menyebut namanya berulang membuat ia makin kesetanan tak ingin berhenti hingga kelelahan dan tersungkur barulah ia sadar jika Dayana telah tertelungkup pasrah di dalam pelukannya.

.
.
.

"Ada apa dengan Dayana Ma?"

Abi yang baru saja datang agak kaget saat mengetahui Dayana sakit. Ia menatap wajah pucat yang sedang tidur nyenyak, berselimut sedadanya sedangkan mamanya duduk di ranjang di sebelah Dayana.

"Kelelahan aja Bi kan dia beneran terforsir tenaga dan pikirannya untuk bantuin aku."

"Nah kan bener apa aku bilang, waktu awal aku antar dia kayak kelelahan Ma, aku sudah bilang agar dia jujur sama mama kalo dia sakit, dia kayak nggak enakan modelnya Ma."

Renata bangkit perlahan agar Dayana tak merasakan gerakannya, ia tak ingin tidur nyenyak Dayana terganggu, lalu Renata menarik tangan Abi ke luar dari kamar Dayana. Sementara dari celah pintu kamarnya Pandu melihat keduanya telah ke luar, sejujurnya ia ingin kembali masuk ke kamar Dayana ingin memastikan jika wanitanya baik-baik saja, lalu memeluknya dengan erat sambil menciumi rambutnya yang harum. Lalu samar-samar terdengar di bawah mama dan adiknya yang sedang bercakap-cakap.

.
.
.

Syila lagi-lagi masuk begitu saja ke ruang kerja Pandu saat Pandu terlihat berdiskusi dengan rekan kerjanya hingga terpaksa Pandu menyuruh rekannya ke luar dan akan melanjutkan diskusi beberapa saat lagi.

"Ada apa ke sini?" Pandu terlihat tak ramah sedang wajah Syila terlihat berang. Ia tetap berdiri di depan Pandu.

"Kau lihat nggak di ponselmu ada berapa panggilan tak terjawab dariku? Seharian aku menghubungimu, hingga ke sini bertanya pada temanmu, apa dia tak bilang sama kamu?"

"Ada apa? Aku nggak sempat lihat ponsel."

"Papa mama ada perlu mau ngomong sama kamu, kapan kita persiapan untuk pernikahan?"

Kening Pandu berkerut, ia pandangi wajah wanita yang sebenarnya cantik tapi dari wajahnya terlihat judesnya minta ampun.

"Kamu yakin kita mau lanjut ke jenjang rumah tangga? Sementara kita hampir nggak ada waktu berdua."

"Kalo kita nggak maksakan mencoba kita nggak pernah tahu kita cocok apa nggak."

"Pernikahan bukan ajang coba-coba, aku ingin menikah satu kali seumur hidupku tapi bukan dengan kamu!"

"Dengan siapa? Dengan wanita rendahan pelayan di cafe?"

"Bukan urusan kamu aku mau nikah dengan siapa yang jelas dengan wanita yang aku cinta bukan dengan mesin pencetak uang!"

Wajah Syila memerah ia benar-benar marah. Ia tunjuk wajah Pandu dengan tangan bergetar.

"Aku tak akan pernah melepaskan kamu, awalnya aku berusaha untuk tabah dan menjauh dari kamu tapi saat tahu sainganku wanita rendahan aku tak mau kalah hanya karena wanita yang tak sekelas denganku."

Pandu berdiri, ia tepis tangan Syila, lalu ia tatap wajah Syila dari jarak dekat.

"Bahkan sedekat ini pun! Aku tak bernafsu sama sekali padamu, jika kau mau lanjutkan ini sebagai sebuah permainan akan aku terima tantanganmu, tapi jangan harap aku akan membiarkan kau menyentuh tubuhku, atau kau berharap aku menyentuhmu, tak akan pernah! Karena aku akui aku punya yang lain yang aku cintai dan yang pasti bukan kamu! Maka jika kita terpaksa menikah, aku akan tetap menjalani hubungan dengan wanita yang aku cinta!'

Syila semakin marah ia berjanji pada dirinya sendiri jika ia menemukan siapa wanita itu akan ia buat sengsara tak akan dia biarkan hidup bahagia bersama Pandu, meski ia belum benar-benar mencintai Pandu tapi dibuang seperti sampah oleh Pandu betul-betul sangat menyakitkan.

"Akan aku cari siapa wanita yang telah menjadi sainganku tak akan pernah aku buat ia hidup bahagia denganmu, camkan itu!"

Syila meninggalkan ruang kerja Pandu dengan perasaan marah, sedang Pandu terduduk di kursinya lagi.

"Lu baik-baik saja Ndu?"

Sesil teman kerja Pandu hati-hati bertanya dan duduk di kursi yang tak jauh dari Pandu duduk.

"Nggak baik Sil, gue benar-benar nggak baik-baik saja."

"Lu gimana sih Ndu, niat nikah sama tuh orang apa nggak?"

"Nggak!"

"Lah kampret amat lu, tapi tetep aja masih tunangan sama tuh orang."

"Gue punya yang lain Sil."

"Innalilahi, gila lu ya!"

"Lu ingat cafe yang pernah kita datangi tahun lalu nggak jauh dari sini, kita diskusi di sana dan tanpa sengaja gue ...."

"Numpahin minuman lu ke orang itu kan? Ingat gue ingat, pelayan itu cantik tapi masih bocah kayaknya Ndu."

"Ya itu dia Sil, tahu nggak lu, gue lanjut berhubungan sama dia setelah peristiwa itu, gue ajarin dia yang yah begitu itu Sil nggak tahu ya deket sama dia bawaannya horni aja"

"Sinting emang lu Ndu, bawaan bayi kayaknya lu, trus?"

"Entah gimana ceritanya tiba-tiba dia ngilang dan nggak kerja lagi, sumpah gue hampir gila nyari dia, gue ketagihan sama dia Sil dan yang bikin gue marah gue baru tahu kalo tunangan gue yang bikin dia nggak mau ketemu gue lagi, kampret kan dia?"

"Lah lu yang kampret, dia mempertahankan lu ya pasti dia berusaha segala cara."

"Gue gak pernah jadi milik dia Sil, dan dia nggak akan pernah gue anggap apa-apa, gue nggak napsu liat wajah dia, cantik sih tapi entah gue gak ada rasa, kalo ke Dayana ..."

Pandu memejamkan matanya memijat keningnya sambil terbayang wajah Dayana yang penuh keringat di bawahnya bergerak searah gerakannya dan sesekali mendesah lalu mengerang dengan keras, tanpa diminta di bagian lain tubuh Pandu juga tengah memberontak bangkit.

"Dan lu tau Sil, dia muncul lagi di rumah gue, ternyata dia sekarang asisten mama yang celakanya lagi sekarang tinggal di rumah dan dua kali celaka gue saat mama berusaha menjodohkan dia dengan Abi, apa gue nggak sakit hati, tapi asal lu tahu dia tetap akan jadi milik gue selamanya, selamanya Sil karena miliknya yang paling berharga sudah gue ambil, kesuciannya, ssshhh ingat dia aja gue jadi pingin Sil."

"Dasar gila ni orang, mesum lagi, lu nggak sadar sudah merusak masa depan seorang gadis baik-baik Ndu, lu cepat ambil keputusan, putusin tunangan lu nikahin tuh si gadis cafe."

"Gadis cafe pala lu, asisten mama Sil."

"Gue gak tahu pokoknya lu cepat ambil keputusan."

"Nggak tahu Sil, gue lagi blank, mikir Dayana yang sejak kemarin sakit."

"Sakit?"

"Iya habis semalam gue kerjain dia, enak sih."

"Setan lu, lu enak dia yang sakit! Dasar laki-laki pala goyang."

"Terserah lu, yang jelas gue bercinta dengan sepenuh hati."

"Bercinta apa bernafsu lu?"

"Samaan kayaknya Sil."

"Bangke lu."

"Biarin gue bangke dari pada lu jomblo sampe tua."

Dan Sesil bangkit, memukul kepala Pandu dengan ponselnya.

"Moga lu sadar kalo lu juga tua, dasar pedofil."

🌸🌸🌸

5 Juli 2022 (06.24)



Dayana (Ketika Nafsu dan Cinta Tak Bisa Dibedakan)Where stories live. Discover now