7

1K 104 31
                                    


"Nggak bisa tidur Ndu?"

Renata yang sedang ke ruang makan jadi kaget saat melihat Pandu menyesap kopinya.

"Iya Ma."

"Awas lambungmu, kamu nggak boleh minum kopi." Renata menyeduh air hangat untuk membuat teh.

"Aman kok Ma, aku sudah makan tadi."

"Iyaaa tapi gak menjamin lambungmu akan aman-aman saja."

Mereka berdua duduk berdampingan dan menyesap minuman masing-masing.

"Di satu sisi aku bahagia melihat Abi dan Dayana yang mulai dekat tapi di sisi lain aku khawatir pada calon istrimu yang kayaknya nggak suka sama Yana."

Pandu meletakkan cangkirnya di meja.

"Tadi di butik dia nggak enak tanggapannya ke Yana, Yana mengulurkan tangan saat aku perkenalkan mereka dia cuek aja, mangkel banget mama, kayak merendahkan Yana, aku kenalkan Yana sebagai anak angkat aku, eh malah dia bilang "pernah kerja di cafe ya?" Ya aku bilang nggak pernah Ndu biar nggak semakin merendahkan Yana, heran juga mama ke Syila, papa mamanya sabar dan baik kok dia kayak gitu?"

"Entahlah Ma kali karena dia anak orang kaya."

Pandu mengeratkan gerahamnya menahan marah.

"Baiklah wanita sombong, aku penuhi tantanganmu, aku akan menikahi kamu tapi jangan harap ada kebahagiaan, heh kau akan merasakan sakitnya karena telah menghina wanitaku."

"Pandu."

Pandu tersentak dan menoleh pada mamanya.

"Iya Ma?"

"Kamu setuju kan jika Abi berjodoh dengan Yana, aku melihat binar cinta di mata Abi hidup lagi."

"Itu terserah Abi sih Ma, kalo aku kan hanya sodara yang nggak tahu apa yang dia rasa."

"Kamu sodaranya aku yakin kamu tahu apa yang Abi rasa dari matanya kan kita tahu Ndu."

Renata mendengar suara langkah dan terhenti di tengah.

"Turun aja Yana nggak papa hanya aku sama Pandu kok."

"Iya Ibu."

Dan Dayana turun, ia melihat Pandu yang terus mengamatinya tapi mata Yana tetap lebih banyak melihat ke bawah.

"Apa apa Yana?"

"Nggak papa Bu, hanya tadi saya naruk puding yang dibelikan Kak Abi di kulkas, saya nggak bisa tidur ya ingin saya makan saja."

Tepat saat Dayana duduk, Renata malah pamit masuk ke kamarnya, Dayana pun bangkit tapi lengannya ditarik oleh Pandu.

"Duduk aku temani kau, kau kan sedang bahagia? Habis jalan-jalan sama adikku kan?"

Suara dan tatapan Pandu menakutkan, meski lirih tapi penuh tekanan. Seandainya tahu Renata akan segera masuk ke kamarnya Dayana memilih masuk kembali ke kamarnya. Dayana menikmati puding lembut yang terasa menusuk di lehernya.

"Ngapain aja sama adikku?"

"Makan, jalan, pulang." Lirih suara Dayana seolah tercekat puding di lehernya.

"Nggak kayak gini kan?" Pandu mengusap paha dalam Dayana berulang.

"Tidak, dia laki-laki sopan."

Dan geraham Pandu mengeras seketika, ia tak suka saat Dayana memuji Abi di depannya, ia remas paha Dayana hingga terlonjak menahan sakit.

"Sakit, lepaskan."

"Kamu ingin yang nikmat? Habiskan pudingmu! Hei kau pakai kalung? Dapat dari mana? Jangan bilang kalau Abi yang membelikan itu."

"Yah ini dari dia."

Dan kemarahan Pandu semakin menggelegak.

"Masuk ke kamarmu atau aku nikmati kau di meja makan ini."

"Kau gila! Sakit jiwa!"

"Yah tapi kamu suka pada aku yang gila kan? Cepat! Nggak ada alasan mengulur waktu."

Dayana bangkit saat pudingnya habis, ia ke dapur bersih diikuti oleh Pandu, setelah membuang kotak puding ke tempat sampah, ia segera mencuci tangannya.

"Wah kalian di sini rupanya, lagi ngapain?"

Dan suara Abi membuat Dayana mengembuskan napas lega, ia segera bergegas ke kamarnya setelah sekilas menyapa Abi. Di dalam kamar yang telah ia kunci, Dayana menghapus air matanya, ia berharap satu bulan segera berlalu agar Pandu segera menikah dan pergi dari rumah itu.

.
.
.

"Lu gila ya, sudah tahu bakalan nikah bulan depan dan yang pasti tu wanita milik adiklu, lu masih mau embat aja, cari-cari kesempatan lu kayak kucing."

Sesil geram saat mendengar Pandu curhat padanya kejadian semalam.

"Diem lu, bacot aja, lu gak tau gimana gue tersiksa semalam, gue akhirnya ..."

"Main solo hahahaha."

"Huuus! Mulut comberan lu Sil, diem lu, gak tahu gue lagi suntuk, mana bentar lagi gue mau ke rumah camer?"

"Yaudah Sono berangkat."

"Ikut Sil."

"Nggak ah ngapain juga."

"Ayolah ikut aku mintakan ijin ke bos, ntar gue ajak makan."

"Asiiiik."

"Dasar!"

.
.
.

"Kaaak, Kak Pandu!"

Pandu menoleh saat mendengar suara Abi, ia terlihat sedang makan bersama teman-temannya.

"Iya bentar Bi, mau pesen makan dulu, sana Sil, deket adik gue, tahu kan? Kenal kan?"

"Tahuuu wajah sama gitu, amnesia akut lu, dulu udah dikenalin juga."

"Eh iya gue lupa."

"Duh gue suka grogi kalo ada adek lu."

"Alaaah biasa aja kali, dia gak akan terpesona sama makhluk jadi-jadian kayak lu."

Abi mendekati Sesil dan Pandu, sempat bersalaman pada Sesil dan duduk di kursi tempat Pandu dan Sesil memilih meja dekat Abi dan teman-temannya makan.

"Ingat kan Bi, temanku yang antik ini?"

Abi tersenyum lebar ia mengangguk menatap Sesil sekilas yang wajahnya merah padam menahan malu.

"Ingatlah Kak, kan tahu dikenalin juga dulu."

"Pasti ingat dia ni cewek 100% hanya penampakan setengah cowok setengah cewek tapi dijamin onderdil asli cewek."

"Setan lu Ndu, eh maaf Bang duh Mas Abi keceplosan."

"Yaelaaaa lu kata mas-mas yang jual gado-gado sama Abang jual cilok hahahah santai aja adek gue tuh nahan tawa, udah Bi sana kamu balik ke temen-temen kamu bisa sakit jiwa temanku ini kalo kamu lama-lama di sini."

Abi sekali lagi bersalaman pada Sesil dan kembali ke kursinya, berkumpul bersama teman-teman kantornya.

"Lu setan bener ya, gak bisa apa nggak bikin harga diri gue jatuh di depan adek lu! Heran gue padahal satu papa mama kenapa lu jadi jadi kayak jin ifrit dan dia kayak malaikat Ridwan penjaga surga, nyesel gue ikut lu, coba sekali-sekali puji gue di depan adek lu siapa tahu gue punya peluang biar jadi ipar lu."

Dan Pandu tertawa dengan keras hingga beberapa pengunjung yang makan siang menoleh ke arah mereka berdua.

"Lu emang miring tingkat dewa Ndu, malu gue diliatin banyak orang tahu."

"Heh! Makhluk gak jelas kalo lu bisa jadi ipar gue, gue cium bokong lu yang bau itu.!"

"Mana, mana tangan lu, sini gue pegang, ingat ya ingat bener, gue pegang janji lu, kalo sampe omongan gue didenger malaikat dan gue beneran jadi ipar lu, beneran gue kasi bokong gue!"

Pandu masih tertawa dengan keras saat Sesil memegang tangannya dengan erat sambil sesekali mengeluarkan sumpah serapahnya.

🤣😄🤣😄🤣

5 Juli 2022 (15.56)

Up lagi, udahan dulu ya sudah tiga part hari ini 💗

Dayana (Ketika Nafsu dan Cinta Tak Bisa Dibedakan)Where stories live. Discover now