CHAPTER 00 (KURUKASETRA) - DENDAM DURYUDHANA (BAGIAN 5)

16 3 10
                                    

(INI BAGIAN TERAKHIR PROLOGUE ARC, SERIUS)

A Tokusatsu Story by : Dendy Krisna Ananda feat Pakdhe Budiono

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

A Tokusatsu Story by : Dendy Krisna Ananda feat Pakdhe Budiono

~Kisah ini hanyalah karya fiktif belaka yang terinspirasi dari cerita Mahabharata versi Maharsi Abyasa dan versi Pewayangan Purwa~

Lolongan anjing hutan menggema membelah kesunyian. Pepohonan yang lebat menghalangi masuknya sinar sang Surya, ditambah dengan kabut tebal yang membuat hawa hutan kian mencekam. Di antara pepohonan itu, para dedemit dengan berbagai rupa bersembunyi dari balik kabut. Seakan-akan mereka berkamuflase dan hanya menampakkan sorot mata mereka yang berpendar. Kawanan burung gagak terbang riuh menembus kabut hutan yang terkenal wingit itu.

Sebuah hutan di tempat antah berantah yang tidak terjamah oleh manusia. Di tengah hutan tersebut, terdapat sebuah reruntuhan kerajaan yang pernah jaya pada masanya. Sebuah kerajaan bernama Hastinapura dengan istananya yaitu keraton Gajahoya, yang telah lama ditinggalkan oleh peradaban manusia. Kini, keraton Gajahoya dihuni oleh bangsa Daitya atau para Asura yang menunggu kesempatan untuk berbuat keonaran.

Hari itu, di dalam keraton Gajahoya yang sudah lama terbengkalai, tepatnya di dalam ruangan Pesamuan Agung, sang Duryudana berjalan ke singgasana Dampar Kencana dengan disaksikan oleh para pengikutnya. Sang Kurupati membersihkan debu yang menempel pada singgasana itu dan berkata dengan miris,

"Sangat disayangkan, kerajaan Hastinapura yang dulu merupakan kerajaan besar nan jaya. Kerajaan yang dulu disegani oleh seluruh dunia dan menjadi rebutan banyak pihak, kini harus berakhir seperti ini. Tetapi... aku bersumpah, aku akan mengembalikan masa kejayaan Hastinapura seperti dahulu kala!"

Sang Prabu kemudian menatap ke arah para pengikutnya. Tampak sang pendeta yaitu Begawan Lobhabaka berjalan mendekatinya sembari membawa pusaka Kyai Singo Barong, senjata andalan Prabu Duryudana yang berwujud gada. Sesuai namanya, pusaka sakti itu memiliki ukiran enam wajah singa yang bertumpuk. Enam wajah singa yang masing-masing melambangkan Sad Ripu, atau enam sifat keburukan dalam hati manusia.

Amarah, ketamakan, iri dengki, hawa nafsu, kemabukan, dan kebingungan. Apabila pemegang pusaka Kyai Singo Barong tidak dapat mengendalikan keenam sifat itu, maka keenam sifat itulah yang akan mempengaruhi hatinya.

"Kuserahkan pusaka ini kepadamu, Sinuhun," ucap Lobhabaka.

Duryudana pun segera mengambil gada Singo Barong yang ada di hadapannya. Setelah gada diambil, Lobhabaka berjalan mundur. Sang Kurupati meraba-raba pusakanya itu seakan-akan melepas rindu. Kemudian, diangkatnya gada itu ke atas sembari berbicara dengan lantang,

"Untuk itu, aku menobatkan diriku sebagai raja di Gajahoya, di bekas kerajaan agung Hastinapura ini, dengan gelar... Prabu Limandaka! Liman adalah gajah, sebagai lambang kekuatan Hastinapura di zaman dahulu. Andaka adalah banteng, sebagai lambang tekad atau ambisi. Raja yang perkasa dan memiliki ambisi besar, itulah diriku!

JAWARA KNIGHT BHARATAWhere stories live. Discover now