38 - Permintaan Maaf

9.4K 1.5K 60
                                    

Sekar menikmati masa hiatusnya, Ia sudah lelah dengan semua kritik dan kutukan yang disampaikan padanya karena dia adalah gadis dalam skandal.

Ia bahkan tidak mencoba mengelak karena untuk itulah dia dipaksa mengundurkan diri. Begitu keluar dari Keraton, ia memutuskan untuk tidak merespon pesan, ataupun permintaan wawancara dari berbagai media. Dia secara harfiah memutus komunikasi, bahkan dari pihak manajemen dan keluarganya sendiri.

Sekar masih kesal, tapi dia puas karena sudah balas dendam pada Kara. Meskipun pembicaraan terakhir mereka cukup membuat Kara bingung, Sekar tidak mau repot-repot menjelaskan alasannya. Pasti Kara pada akhirnya akan mengetahui alasan Sekar menusuknya dari belakang.

Angin semilir dan suara deburan ombak menemani Sekar yang sedang bersantai di bawah bayang-bayang pohon tempatnya menempatkan hammock. Suara langkah kaki yang menginjak pasir perlahan mendekatinya. Sekar tidak repot-repot membuka mata karena tahu orang yang datang adalah penjaga Villanya.

"Minumannya taruh di meja lipat situ saja ya pak ..." Ucap Sekar masih dalam kondisi mata tertutup.

Langkah kaki itu berhenti tetapi ada satu lagi suara langkah kaki yang baru disadari Sekar. Dua orang menghampirinya dalam diam.

Salah satu diantaranya berdeham pelan membuat Sekar membuka mata karena dia sadar itu bukan suara penjaga Villanya. Ia mendapati Dayang Riani dan seorang penjaga yang dikenali Sekar sebagai penjaga pribadi Gusti Pangeran, yang bernama Reno.

"Dayang Riani?" Ucap Sekar dengan nada terkejut, Ia terduduk kaget melihat Kepala Dayang Keraton berdiri di depannya.

Dayang Riani tersenyum. Ia mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. "Bisa kami minta waktunya sebentar untuk bicara?" Tanyanya saat mereka sedang berjabat tangan.

Sekar yang masih terkejut bergumam, "Eh, iya boleh." Lalu secara spontan mengajak mereka ke salah satu tempat duduk di dekat sana.

Dayang Riani dan Sekar duduk di kursi berjemur sedangkan Reno tetap berdiri sambil mengawasi. Sebenarnya Sekar bingung harus bereaksi seperti apa karena orang-orang ini pasti utusan Gusti Pangeran, tapi di saat yang bersamaan mereka bukanlah orang yang menyakitinya.

"Ada keperluan apa sampai Dayang Riani dan Penjaga pribadi Gusti Pangeran datang menemui saya?" Tanya Sekar tanpa basa-basi. Angin berkali-kali berhembus dan membuat Sekar sedikit tidak nyaman karena harus memegangi rok pendeknya agar tidak terbuka.

Reno melepas jasnya, lalu memberikan itu pada Sekar. Gadis itu awalnya bingung tapi Reno memberi isyarat dengan menepuk pahanya sendiri, hingga membuat Sekar paham lalu menutup kakinya dengan jas Reno.

Dayang Riani angkat bicara, "Saya datang ke sini mewakili Gusti Pangeran untuk menyampaikan surat ini."

Dayang Riani mengeluarkan sepucuk surat yang sudah di stempel resmi dari pihak Keraton. Sekar merasakan deja vu karena stempel itu sama persis dengan stempel di surat undangannya dulu saat lolos menjadi kandidat putri mahkota. Ia langsung membuka surat untuk membaca isinya.

Sekar tertawa kecil, "Permintaan maaf resmi?" Ucapnya pelan.

"Memangnya permintaan maaf bisa menyelesaikan kerugian yang sudah terjadi?" Tanya Sekar pada Dayang Riani.

Ekspresi Dayang Riani terlihat menenangkan. Ia mengangguk mengerti, "Saya paham kalau misal Mbak Sekar tidak bisa memaafkan tindakan Gusti Pangeran. Tetapi, permintaan maaf ini tentu bukan tanpa alasan. Gusti Pangeran berniat untuk mengundang Mbak Sekar ke acara pengumuman pemilihan putri mahkota, dan pada saat itu reputasi mbak Sekar akan diperbaiki." Jawab Dayang Riani.

Sekar memandang Dayang Riani dengan ekspresi curiga. "Hm, benarkah?"

Dayang Riani mengangguk, "Saya sebagai utusan Keraton tidak akan mengatakan kebohongan."

"Kenapa Gusti Pangeran tidak datang secara pribadi dan minta maaf padaku?" Tanya Sekar sambil merapikan rambutnya ke belakang kuping.

"Maaf, tapi jadwal beliau dikosongkan selama satu bulan agar bisa berpartisipasi dalam persiapan perayaan pendirian Kerajaan bersama kandidat lain." Jawab Dayang Riani.

Sekar menganggukkan kepala mengerti. "Memangnya kapan acara pengumuman putri mahkota dilaksanakan?"

"Untuk sekarang masih belum ditentukan tapi pihak keraton mendapat informasi kalau acara akan segera dilakukan setelah peringatan perayaan pendirian kerajaan selesai."

"Berarti masih lama ya ... perayaan pendirian kerajaan masih bulan depan kan?"

Dayang Riani mengangguk. Sekar melipat lembaran surat itu dan memasukkannya ke dalam amplop lagi.  "Saya akan pertimbangkan dulu. Jika acara sudah ditentukan tanggalnya, saya akan mengirim surat konfirmasi hadir atau tidak hadirnya." Jawab Sekar menutup pembicaraan sambil beranjak berdiri. Ia mengembalikan jas Reno, "Terima kasih." Ucap Sekar sambil tersenyum.

Dayang Riani berdiri juga dan mereka berjabat tangan. "Terima kasih sudah mau berbicara dengan kami."

Sekar hanya tersenyum, "Hati-hati di jalan." Ucapnya pelan.

Dayang Riani mengangguk lalu berjalan pergi sedangkan Reno tersenyum kecil lalu beranjak pergi bersama Dayang Riani.

Sekar yang berencana menikmati sisa waktunya ternyata harus diganggu lagi oleh penampakan seorang laki-laki yang berjalan ke arahnya dengan langkah cepat.

Mas Dika dengan pakaian jas hitam lengkap dengan kacamata hitam berjalan cepat ke arah Sekar yang sudah kembali duduk di hammock.

"Haduh, Pak Reza ini kenapa membiarkan semua tamu masuk sih ..." Gerutunya saat Dika sudah berdiri di depan Sekar.

"Kamu ditinggal ke luar negeri sebentar aja udah kena skandal kencan. Aku kan minta kamu mempertimbangkan pengunduran diri, bukan jalan sama laki-laki lain sampai kena skandal." Omel Dika pada Sekar.

Gadis itu mau tak mau tersenyum mendengar itu semua. Ia merasa asing dengan Dika versi ini. Rasanya baru kemarin Sekar sibuk mencari perhatian orang ini dan tidak digubris.

"Mas Dika dari mana?" Tanya Sekar.

Lelaki itu menghembuskan napas lalu melepas kacamatanya. Sepasang kantung mata menghiasi wajahnya. Dika mengalihkan pandangan ke arah lain. Sekar menepuk-nepuk tempat di sebelahnya. Dika tanpa ragu melepas jasnya lalu menaruhnya di kaki Sekar kemudian menempatkan diri duduk di sebelahnya.

Hammock bergerak cepat saat Dika duduk di atasnya. Gerakan itu hampir membuat Sekar terjatuh ke belakang tapi Dika segera menyangga punggung Sekar. Mereka berdua sempat saling bertatapan, tetapi Dika segera menarik Sekar untuk duduk tegak.

"Jawab pertanyaanku dulu, nanti aku jawab pertanyaan kamu."

"Mas Dika sudah baca berita dan tahu dengan alasan apa aku keluar kan?" Tanya Sekar.

"Iya,"

"Apa alasannya?"

"Karena kesehatan ..."

"Itu udah tahu .."

"Tapi kenapa yang ramai beritanya kamu keluar karena kamu adalah gadis misterius yang terkenal skandal?"

"Gini deh, mas percaya statement keraton atau asumsi masyarakat?"

Dika termenung. "Aku dari Canada." Jawabnya pelan. Ia menoleh ke arah Sekar, "Lalu alasan kesehatan itu benar?"

"Tidak harus seperti itu ..." Jawab Sekar sambil mengalihkan pandangan dari Dika.

"Maksudnya?"

"Menurut mas Dika, kenapa aku keluar tepat satu bulan setelah skandal jika aku bukanlah gadis dalam skandal itu?" Tanya Sekar.

Dika terlihat berpikir, "Kamu cuma pengalih perhatian? Hanya kabut yang menutupi kebenaran?!" Ujarnya dengan nada kesal.

Sekar hanya tersenyum, "Katanya pihak Keraton akan mengembalikan reputasiku. Mari kita tunggu dan lihat apa yang akan mereka lakukan."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Privilege [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora