[Bonus] 46.5

13.1K 1.2K 42
                                    

Hampir sepanjang makan malam semua orang masih tidak fokus karena kedatangan Raga yang tiba-tiba. Renita masih sering curi pandang ke arah Kara, sesekali mengeluarkan senyum kecil. Ketika Kara sudah diambang batas kesabaran, ia menendang kaki Renita di bawah meja hingga menyebabkan alat makannya sendiri terjatuh.

Saat Kara berjongkok untuk mengambil alat makannya, ia melihat tangan Raga melambai di seberang. Ketika Kara sudah naik, Raga sudah memandang ke arahnya lalu memberinya kedipan sebelah mata yang membuat Kara melotot tetapi segera mengalihkan pandangannya karena Gusti Ratu melihat ke arahnya.

Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Setelah makan malam selesai, Kara bersiap untuk kembali ke paviliun dengan yang lain. Gusti Ratu dan Gusti Prabu melirik ke arah anaknya lalu buka suara. "Oh iya ada hal yang perlu kami sampaikan. Kami minta tolong untuk kalian menjaga rahasia mengenai identitas Raga yang sebenarnya. Ia masih punya dua tahun sebelum identitasnya diumumkan ke publik. Apalagi seperti yang kita tahu, sebelum umur dua puluh lima adalah kesempatannya untuk mencari pasangan." Raga menoleh ke arah ibunya dengan ekspresi malu. Tetapi Gusti Ratu tidak menangkap itu dan tetap melanjutkan ucapannya.

"Jadi, mohon kerjasamanya ya ..." Ucap Gusti Ratu.

"Saya juga ingin mengucapkan terima kasih atas waktu yang sudah kalian luangkan untuk berpartisipasi dalam seleksi ini. Bagi para kandidat yang tidak terpilih, kalian bisa minta bantuan apapun dari keraton apabila seleksi ini berefek buruk pada karir yang ingin kalian ambil. Kami akan membantu sebisa mungkin." Ucap Gusti Prabu untuk menutup acara malam itu.

Gusti Pangeran bertepuk tangan yang kemudian diikuti oleh kandidat lain. Empat mantan kandidat akhirnya berpamitan pada Renita dan keluarga Keraton yang tetap di sana. Setelah Sekar pamit pergi, Kara bersama Lita dan Eka berniat untuk kembali ke paviliun bersama-sama. Saat mereka berjalan menjauh, suara Raga memanggil, "Kara ... bukannya kita perlu bicara?" Lita dan Eka menoleh ke arah Kara yang belum berbalik memandang Raga.

Mereka berdua bertukar pandang hingga akhirnya mereka paham. "Laki-laki dalam skandal itu jangan-jangan ...." Celetuk Lita sambil menoleh ke arah Raga yang masih menunggu di belakang mereka.

Eka terkejut tapi ia kemudian memegang pundak Kara lalu mendorongnya berbalik untuk mendekat ke arah Raga. "Baiklah kami duluan." kata Eka sambil menarik Lita pergi bersamanya.

Kara memandang ke arah Raga dengan canggung. Ia sungguh tidak tahu harus bertingkah seperti apa. Raga akhirnya memberi isyarat dengan kepalanya agar Kara mengikutinya. Tanpa sepatah katapun ia akhirnya berjalan mengikuti Raga.

Raga membawa Kara ke taman Keraton tempat Kara pernah menangis setelah pertengkarannya dengan Gusti Pangeran dan Raga menemaninya. Suasana malam benar-benar membuat suasana taman berbeda. Kolam ikan yang ada di depan mereka memantulkan cahaya lampu dan bulan semakin memberi kesan tenang. 

Kara duduk di bangku yang sama seperti saat dirinya menangis dulu. Tetapi kali ini Raga tidak duduk di bangku sebelahnya, tetapi di sebelah Kara. Ia memposisikan badannya agar menghadap Kara yang justru membuat Kara sedikit salah tingkah. Mereka berdua diam.

"Boleh aku menciummu sekarang?" Tanya Raga.

Kara menoleh ke arah Raga dengan ekspresi kagetnya. "Dari sekian banyak kalimat pembuka yang bisa kamu pilih? harus banget tentang itu?" Tanya Kara.

Raga mendengus lalu tertawa, "Setidaknya pertanyaan tadi membuatmu memandang ke arahku." Ucap Raga sambil menyangga kepalanya dengan satu lengannya. 

Kara yang sebenarnya meleleh dengan posisi Raga akhirnya memilih untuk mengalihkan pandangan ke depan. "Jadi, apa yang mau kamu bicarakan?"

Raga menghembuskan napas, "Tahu kan sifatmu berubah drastis setelah tahu identitasku. Dan saat ini aku kesal."

Kara tidak merespon ucapan itu, "Seseorang bilang padaku untuk berkata jujur sebelum memulai sebuah hubungan, apalagi denganmu."

 "Mas Dita ya yang bilang?" Tanya Kara.

"Yup." ucap Raga masih memandangi Kara tetapi gadis itu terus saja menghindari pandangannya.

"Jadi aku mau, pengakuan dosa. Kasus skandal video dan foto jelas kencan kita, adalah ulahku." Pengakuan Raga membuat Kara menghadap ke arahnya. Raga tersenyum sumringah saat Kara menatapnya. "Apa?!!!"

Kara ingin sekali marah tetapi semua kata hilang dari otaknya dan yang keluar hanyalah kata, "Kenapa??????"

"Mas Dita pernah bilang kalau dia bisa saja memilihmu ... jadi yah, skandal itu adalah hal yang bisa mencegahmu terpilih." Jawab Raga.

"Kan aku bisa menolak?!"

"Memangnya kandidat bisa menolak? Kan ini seleksi untuk memilih, dan yang memilih mas Dita?!"

"Kan aku ikut seleksi bukan atas dasar kemauanku sendiri. Jika misalnya mas Dita memilihku, tentu pihak keraton harus mempertimbangkan pendapatku kan? Lagipula, pihak Keraton tentu tidak akan membiarkan mas Dita memilih orang yang tidak mau berada di posisi itu kan?" Jelas Kara. Meskipun Kara sedang marah, Raga hanya duduk di sana dengan ekspresi bahagia.

Kara yang menyadari itu akhirnya mengusap wajah Raga dengan telapak tangannya, "Hei, fokus. Aku sedang serius."

"Aku mendengarkan kok."

Kara kehabisan kata-kata mendengar jawaban itu. Raga yang menyadari reaksi Kara akhirnya menjawab, "Iya, aku salah karena berpikiran pendek. Maaf ..."

Ucapan itu membuat Kara sedikit melunak, tetapi Raga bergumam pelan, "Tapi aku tidak menyesal sih ... karena kamu benar-benar tidak terpilih."

Kali ini, Kara kehabisan kata-kata. Ia hanya menghembuskan napas lalu menghadapkan badangnya ke arah depan lagi.

"Bukannya ada hal yang lebih penting daripada itu sekarang? Jawaban, aku butuh jawaban pasti darimu. apa kita akan memulai hubungan ini atau tidak?" Tanya Raga dengan nada yang lebih serius.

"Menurutmu apa aku akan memaafkan semua itu dengan mudah?" Tanya Kara dingin.

"Tapi kan semua itu sudah terjadi Ra?" Tuntut Raga.

"Skandal itu membuatku dicap sebagai tukang selingkuh Raga ..." 

"Jadi kamu tetap ingin menyembunyikan kebenaran dan mengorbankan image Sekar? gitu?" tegas Raga yang seketika membuat Kara tersadar. Perasaan bersalah memenuhi hatinya, "Bukan begitu juga ..." jelasnya.

"Kalaupun aku tidak menyebarkan skandal itu, dan kamu ingin membersihkan nama Sekar, pada akhirnya kamu tetap harus mengaku pada publik kalau orang dalam foto itu adalah kamu bukan Sekar. Iya kan?" tuntut Raga.

Kali ini Kara kehabisan kata-kata karena kalah telak. Ia sendiri tahu kalau ucapan Raga benar. Kalaupun tidak ada skandal yang menimpanya, Kara berencana mengaku pada publik kalau dirinyalah gadis dalam skandal kencan itu. Kara menunduk sambil mengacak-acak rambutnya.

Ia menghembuskan napas, "Iya, ucapanmu benar."

"Jadi jawabanmu apa?" ucap Raga masih terlihat buru-buru.

"Aku bingung ... aku tidak mendaftar seleksi karena aku tidak mau memikul tanggung jawab. Aku mengira kamu laki-laki biasa saja, aku tidak menyangka kalau kamu itu pangeran juga Raga ..." Gumam Kara sambil menoleh ke arah Raga dan langsung dikejutkan dengan posisi kepala mereka yang sudah berdekatan. 

"Aku mau menciummu sekarang. Kalau kamu tidak mau, hindari saja ..." Ucap Raga singkat, kemudian mendekatkan kepalanya perlahan ke arah Kara. Napas mereka mulai memenuhi ruang gerak keduanya, dan dengan mata tertutup Raga mendekatkan kepalanya.

Sayangnya, bukan bibir Kara yang dia rasakan, tapi kulit. Saat Raga membuka mata, bibirnya menyentuh pipi Kara sedangkan Kara masih terengah menghadap ke samping.

Penolakan itu sedikit membuat Raga kecewa, kini ia yakin kalau Kara belum siap. Ia lalu berdiri, "Baiklah, aku mengerti. Sepertinya aku terlalu terburu-buru. Aku akan menunggu jawabanmu. Batasnya mungkin sekitar dua tahun sampai identitasku dikuak pada publik. Lebih dari itu mungkin sudah terlambat, karena bisa saja Keraton harus membuat seleksi lagi untuk mencari calon istriku."

Raga berjalan pergi meninggalkan Kara. Hal yang tidak diketahui Kara adalah Raga bersembunyi di sekitar taman menunggunya sampai dia kembali ke paviliun.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Edited: 04/08/2022

Privilege [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang