17. Operasi

25 8 0
                                    

Happy reading💆

Hari ini tiba. Setelah berminggu-minggu Farid mencari pendonor untuk ayahnya, dan akhirnya dia berhasil. Tak sia-sia dia melewatkan kelas bela diri nya untuk mencari ginjal yang cocok untuk Arkan.

Tak lupa Radit dan ketiga sahabatnya, yang telah membantu Farid agar bisa mendapatkan donor ginjal untuk ayahnya. Dan Farid sangat bersyukur memiliki mereka.

"Ayah berjuang dulu ya. Janji, setelah ini ayah masih bisa liat Farid, ayah masih bisa dampingin Farid sampek Farid bisa sukses."

Arkan tersenyum, lalu mengangguk tipis.

Dengan bantuan beberapa suster, akhirnya Arkan dibawa masuk dengan brankar untuk segera melakukan operasi.

Asya menepuk pundak Farid. "In syaa Allah, ayah lo bisa lewatin ini semua, dan nanti bisa kumpul sama lo lagi."

Velix menghampiri Farid. "Sayang?" Dengan sigap, Farid memeluk bunda nya itu. Dia tau perasaan bunda nya saat ini.

"Pengen dipeluk juga," lirih Radit

Imel menyenggol cowok itu. "Lo gak tau tempat banget," tutur nya

Radit melirik sinis Imel. "Daripada lo, Indomilk mulu tiap hari."

"Kenapa bawa-bawa Indomilk?!" Tanpa sadar intonasi bicara Imel meninggi, membuat beberapa orang menoleh ke tempat mereka.

Elin tersenyum canggung. "Malu anjir, malu!"

"Gak sengaja," balas Imel, dengan tangan membentuk peace.

Sudah 1 jam lebih, tapi operasinya masih belum selesai juga. Dengan hati gelisah, Velix berdiri dari duduknya. Wanita paruh baya itu tidak henti-hentinya berdoa untuk suaminya yang sedang berjuang di dalam sana.

"Bunda duduk ya? Ayah gak bakalan kenapa-napa, berdoa aja," Farid memberi pengertian pada Velix.

"Iya Bun, ayah gak bakalan kenapa-napa," Radit menambahi.

Velix menatap keduanya dengan tatapan sendu, air matanya kembali meluruh. "Gimana kalo operasi nya gagal?"

Farid merasa tertohok. Dengan terpaksa dia tersenyum tipis. "Ayah pasti sembuh Bun."

Radit merangkul pundak Farid. Tubuh Farid seakan lemas mendengar penuturan Velix. "Ayah lo bakalan sembuh, percaya sama gue," bisik Radit menenangkan.

Dalam kondisi seperti ini pun, Farid masih bisa mendengar detak jantungnya yang menggila jika berada dekat dengan Radit.

Menit demi menit berlalu. Dan kini, lampu yang awalnya merah akhirnya padam. Tandanya, operasinya sudah selesai.

Terlihat seorang dokter yang keluar dengan masker menutupi sebagian wajahnya.

"Gimana suami saya dok?!"

Dokter itu menatap satu persatu orang yang ada disana. "Boleh saya bicara dengan anggota keluarganya saja?"

Velix dan Farid beradu pandang lalu mengangguk. Setelahnya, mereka mengikuti dokter itu.

"Apa yang terjadi dengan suami saya dok?! Apa operasinya gagal?"

Dokter itu mengerjap, lalu sedikit berdehem. "Begini, sebelumnya saya ingin menyampaikan bahwa operasinya Alhamdulillah lancar." Perkataan dokter itu membuat Velix dan Farid berucap syukur. "Tapi... saya membawa kalian kesini karena mau minta tolong."

"Minta tolong apa dok?" tanya Farid.

Dokter itu merogoh sakunya, lalu memberikan selembar uang berwarna merah. "Tadi istri saya menyuruh saya untuk membeli pembalut. Biasanya dia membeli sendiri, tapi stok pembalut di rumah sudah tidak ada. Jadi... saya malu mau beli pembalut,mau nolak pun gak bisa, nanti istri saya ngamuk, kalian tau kan kalo cewek lagi pms?" ungkap dokter itu.

About Friends (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang