bab 9. Fighting!

3.5K 272 6
                                    

     Alis mata Bian mengerut dalam. Bibirnya sedikit terbuka sebentar sebelum akhirnya pria itu menutupnya kembali dan memalingkan muka. Tiara telah berdiri di hadapannya. Dengan ekspresi kikuk yang tak bisa wanita itu sembunyikan.

     "Saya manggil Asisten manajer. Bukannya kamu."

     Tiara menundukkan kepalanya sekali. Tatapan Bian padanya selalu berbeda ketika pria itu menatap Sarah. Tidak ada senyuman, ekspresi yang berarti, atau pun kata sambutan yang hangat. Dengan artian lain, Bos kejam dan mengerikan.

     "Maaf pak. Sarah bilang dia sibuk. Jadi nyuruh saya yang menghadap bapak."

     Bian menghembuskan napas seraya memundurkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Dirinya kecewa. Niat PDKT-nya di tolak oleh sang mantan istri.

     "Apa ada yang bapak perlukan? Bapak mau minum kopi?" Tiara bertanya dengan wajah sumringah. Namun tidak ada reaksi. Bian mengetuk beberapa jarinya di atas meja lalu meraih kertas laporan di depannya.

     "Gak. Saya gak minum kopi buatan orang lain."

     "Tapi Sarah—" Tiara mencoba tersenyum namun langsung sirna saat Bian menatapnya dengan pandangan tajam. Ketampanan Bian hanyalah kedok. Aslinya pria itu orang yang kejam dan berhati dingin. Sudah dingin, berhati sempit pula.

     Bian menatap Tiara seraya berpikir. Kerutan di alisnya kembali muncul. Pria itu mulai kembali membuka mulut hendak bertanya.

     "Kamu teman dekatnya Sarah kan?"

     Wajah Tiara langsung sumringah. Tanpa ragu dirinya mengangguk membenarkan. "Iya pak."

     "Berapa lama?"

     Kali ini Tiara terlihat mengingat. "Sekitar 3 atau 4 tahun mungkin," jawabnya yang tak ingat.

     Lumayan lama. Bian tiba-tiba mengangguk. "Jadi, sedekat apa kamu sama dia?"

     "Deket banget pak. Seperti anak kembar."

     "Kalo gitu kamu tahu, siapa cowok yang lagi deket sama dia?" Tanya Bian yang mulai di ketahui maksud pembicaraannya oleh Tiara.

     Senyuman di wajah Tiara memudar dan di gantikan oleh tatapan menerka. Ia mulai mengerti apa yang membuat sahabatnya tak mau menghadap atasan mereka. Pasti ada sesuatu.

     "Bapak... Gak ngajakin Sarah buat rujuk kan?"

     "Emang kenapa?"

     "Oh my..." Tiara langsung menutup bibirnya yang terbuka saat mengetahui tebakannya ternyata benar. Ia terkejut. Bagaimana bisa ada pria semacam Bian?

     "Seriusan bapak langsung ngajak gitu aja? ‘Ayo kita rujuk.’ Enggak—begitu kan?"

     "Dari tadi kamu cuma ngomong gak jelas." Bian mulai kesal dengan pembicaraan Tiara yang hanya membuang waktunya saja.

     Tiara menggeleng perlahan seraya mengusap keningnya merasa tak habis pikir. "Justru yang gak jelas di sini adalah bapak."

     "Kenapa saya?" Tanya Bian yang menyorot Tiara dengan tatapan tajam. Wanita itu mulai bersikap kurang ajar padahal saat ini tengah menghadap sang atasan.

     "Sikap bapak yang gak jelas."

     "Kamu!"

     "Ma-maksudnya. Step by step pak, step by step. Bapak gak mikirin itu? Harus ada pendekatan lagi lalu setelah yakin Sarah mulai membuka jalan, bapak baru bisa masuk ke intinya. Jangan langsung to the point gitu aja."

Back to Me, Please?Where stories live. Discover now