bab 21. Hanya sebuah Kedok

2.4K 241 16
                                    

     Sebelumnya

     Bian membuka pintu rumahnya dan langsung terkejut saat melihat Tiara. Melipat kedua tangan di dada seraya menatap Bian dengan tatapan mata yang seakan ingin menelannya.

     "Kamu ngapain disini?"

     "Mau ngasih pelajaran!"

     Alis Bian seketika langsung tertaut bingung. "Apa?"

     "Kamu emang ganteng dan hampir aja aku ketipu. Tapi ternyata isi kepala kamu gak ada apa-apanya."

     "Maksudnya apa?" Tanya Bian mulai terdengar kesal. Ia tersinggung dengan yang di katakan oleh Tiara. Secara langsung, wanita itu sudah menghinanya.

     "Pantesan Sarah gak pernah mau rujuk. Ternyata emang kamu cowok yang payah!"

     "Apa kamu udah selesai?"

     "Aku jadi kasihan sama Sarah. Bisa-bisanya dulu dia dapetin cowok modelan kayak kamu. Mengambil kesimpulan hanya dari sudut pandang sendiri. Kamu hanya membenarkan apa yang kamu anggap benar. Tanpa peduli dengan kenyataan yang sebenarnya. Sikap kamu ini benar-benar bikin aku nyesel udah bantuin kamu sebelumnya."

     Bian menghembuskan napasnya dengan kasar seraya membuang muka. Ucapan Tiara seakan menusuk gendang telinganya. "Kamu bisa pergi?"

     Tiara tak peduli, ia terus berceloteh menyalurkan semua kekesalannya. "Aku dengar kamu pun gak pernah percaya dengan apa yang Sarah katakan. Kamu bilang kamu cinta tapi sikap kamu sama sekali gak menunjukkan hal itu. Lalu tadi itu apa? Kamu hukum Sarah hanya karena dia gak cek laporan yang di kasih oleh adik kamu? Padahal aku lihat sendiri, Sarah berusaha menjalankan tugasnya meski dia harus nahan rasa sakitnya karena berhadapan dengan orang yang udah bikin dia terluka. Sarah menjalankan tugasnya. Tapi adik kamu yang ngotot pengen ketemu sama kakaknya."

     "Tiara... Aku capek. Jadi sebaiknya kamu pergi," kata Bian dengan suaranya yang melemah. Ia mencoba mengabaikan ucapan Tiara dengan menyuruh wanita itu pergi dan hendak menutup pintu rumahnya. Namun Tiara tak membiarkannya begitu saja. Dengan kakinya, wanita itu menahan pintu rumah Bian agar tak menutup.

     "Sarah itu gak salah! Dia gak salah! Tapi gimana bisa kamu begitu tega?" Teriak wanita itu dengan air mata yang mulai berderai. Bian yang mendengar itu kembali membuka pintu seraya menatap Tiara dengan pandangan kaget. Wanita itu menangis demi membela sahabatnya?

     "Oke. Kalo dia gak salah, lalu kenapa dia gak menyangkalnya?"

     "Karena dia tahu kamu gak akan pernah percaya dengan apa yang dia katakan. Dia bilang kamu gak akan percaya dan akan menganggapnya hanya mencari-cari alasan. Dia sedih! Kamu mengajaknya rujuk tapi gak percaya sama sekali dengan ucapannya. Lalu dia harus apa? Menerimanya gitu aja? Lalu saat ada masalah terjadi dan kamu gak percaya padanya, dia harus gimana? Menerima kesalahan yang gak diperbuatnya gitu aja? Dia trauma. Dia gak mau kesalahan kalian yang dulu terjadi lagi hingga membuatnya merasakan sakit dua kali."

     Bian merenung memikirkan setiap kata yang Tiara ucapan dengan wajah serius. "Tapi dia bilang dia udah gak cinta."

     "Jadi hanya itu yang bisa kamu percaya dari ucapan Sarah? Dasar sampah! Oke, kalo kamu mau terus begitu. Jangan salahkan aku kalo nanti kamu hanya akan menyesalinya!"
.
.

     Alvin menyuapkan pasta miliknya ke dalam mulut sambil tak hentinya memandangi Sarah yang mendadak jadi pendiam. Duduk berdua di meja yang tak jauh dari Bian, perasaan Alvin mengatakan ada sesuatu yang tak beres di antara wanita pujaannya dan juga atasan mereka. Apalagi saat Bian tak hentinya melepaskan pandangannya dari Sarah.

Back to Me, Please?Onde histórias criam vida. Descubra agora