bab 11. Petir

2.8K 243 13
                                    

     Sarah menatap jalanan didepannya dengan pandangan kosong. Bagaimana bisa akhir pekannya berakhir dengan bersama mantan suaminya?

     "Kamu bilang, kita mau survei penjualan produk baru kita kan?" Tanya Sarah kembali memastikan. Jangan sampai Bian membawanya ke tempat yang aneh-aneh.

     Bian yang dapat tatapan menyelidik tersebut mulai menelan ludahnya. Tentu aja itu cuma alasan. "Sebenarnya... Aku baru pindah rumah."

     "Ahh... Jadi kamu mau pamer?"

     "Aku mau beli perabotan," kata Bian memberikan koreksi. Ia melirik Sarah menggunakan ekor matanya. "Jadi, aku mau minta bantuan kamu."

     Sarah tersenyum seraya menatap Bian dengan posisi menumpu dagunya dengan sebelah tangan yang juga ia tumpu pada paha berbalut celana jeansnya. Menatap Bian dengan tatapan menggoda yang ia buat secantik mungkin. "Apa ini trik modus lain yang kamu punya?"

     "Modus apanya? Aku serius kok," jawab Bian dengan wajah dibuat seserius mungkin.

     Sarah mengangguk mengerti dengan masih menunjukkan senyumannya. "Jadi ini bukan taktik yang kamu buat supaya kita bisa rujuk lagi kan?"

     Lampu merah. Bian menghentikan mobilnya tepat didepan garis penyebrangan. Balas menatap Sarah dengan wajah cool yang mampu membuat siapa saja meleleh dibuatnya. Yah meski hatinya berdugem ria tak sanggup melihat tatapan wanita cantik di sampingnya. Tapi Bian telah bertekad untuk tetap stay cool. Jangan sampai kelepasan!

     "Kalo bisa serakah, kenapa enggak?" Tanya Bian yang membuat senyuman di wajah Sarah langsung hilang dan di gantikan dengan wanita itu yang cemberut melihat reaksi Bian yang menyebalkan.

     Sarah kemudian melepaskan tumpuan dagunya dan kembali menatap ke arah depan merasa tak suka dengan reaksi yang Bian berikan.

     Harusnya aku gak bahas itu. Batin Sarah merutuki kebodohannya sendiri. Seakan memberikan umpan daging segar pada buaya. Akhirnya dirinya sendiri juga yang kerepotan.

     "Apa kamu mulai berpikir untuk rujuk kembali?" Tanya Bian yang mulai kembali melajukan mobilnya. Tatapan matanya memang mengarah kejalan tapi senyumannya tak pernah lepas untuk pria itu tunjukkan.

     Sarah langsung menatap Bian dengan tatapan tak setuju. "Enggak ya!"

     "'Iya' juga gak papa kok." Bian lalu tersenyum senang saat menoleh kearah Sarah. Dirinya benar-benar merasa bahagia. Sangat berbeda dengan Sarah yang mulai kembali merasa tak nyaman.

     "Kalo butuh perabotan, kenapa gak minta bantuan Melodi? Dia pasti pinter banget nyari perabotan yang bagus."

     Senyuman Bian langsung pudar. Wajahnya mulai terlihat tak suka saat Sarah mulai mengungkit nama orang lain pada kebersamaan mereka yang amat sangat langka.

     "Dia pasti sibuk."

     "Aneh banget. Padahal dulu kamu mati-matian biayain sekolahnya dia. Harusnya untuk nemenin belanja beginian sih dia bisa. Itu pun kalo dia tahu yang namanya rasa berterimakasih."

     Raut wajah Bian berubah seketika. Jelas jika ia benar-benar tak suka dengan topik pembicaraan yang Sarah ajukan. "Apa bisa kamu gak bahas tentang dia?"

     Sarah langsung menutup mulutnya yang tersenyum lebar dengan sengaja "Ups, maaf. Kadang mulutku emang suka keceplosan sih. Haha... Ya udah, lupain deh."

     Bian menghembuskan napas seraya menolehkan kepalanya ke samping kanan. Sarah benar-benar membuat moodnya hilang dalam seketika.

oOo

Back to Me, Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang