20. gejolak emosi (2)

101 5 1
                                    

Gakuroi terdiam. Pikirannya berkelana di berbagai memori masalalu yang ia coba lupakan hanya karena menemukan sebuah catatan kecil di dokumen tersebut.

Awalnya, Gakuroi hanya iseng mengecek kembali dokumen yang baru saja ia dapat dari Revano beberapa hari yang lalu.

Namun, siapa sangka perhatiannya tertarik pada sebuah kata di salah satu lembar dokumen.

Kata itu terletak di pojok kiri bawah dari lembar dokumen, dan juga Itu sangat kecil hingga sekilas bisa di lihat sebagai sebuah garis biasa jika saja Gakuroi tidak memfokuskan penglihatannya.

Gakuroi segera mencari sebuah kaca pembesar di laci meja belajarnya untuk memudahkannya dalam membaca kata tersebut.

Dan mendapati bahwa kata itu bertulisakan "rencana" dalam bahasa jerman.

Gakuroi yang meresa bahwa itu bukan hanya sebuah kata kebetulan pun mulai mencari di lembar dokumen lainya dan ia mendapati cukup banyak kata tersembunyi yang ia salah artikan sebagai sebuah garis sebelumnya.

Ia segara mengambil kertas dan pena dan mulai menuliskan satu persatu kata demi kata yang ia temukan pada setiap lembar dokumen yang ada.

Setelah sekitar 38 menit 42 detik. Gakuroi akhirnya berhasil menulis kembali semua kata tersembunyi pada setiap lembar dokumen yang ada.

Di satu sisi, Ia tidak menyangka bahwa kata yang ia temukan akan sebanyak ini.

Sekarang, yang harus ia lakukan adalah menyusun semua kata yang ia temukan hingga menjadi sebuah satu kalimat utuh.

Gakuroi menghela nafas sebelum mengambil lembar kertas baru dan mulai mencoba untuk menyusun setiap kata yang ada.

"Ukh, setelah ini aku akan menghajar orang itu." Gumam Gakuroi dengan perasaan teramat jengkel.

Sementara Revano yang tengah bernyanyi tidak jelas di rumahnya bersin seketika hingga mic yang ia pegang menghantam tepat pada hidung mancungnya.

Kasian...

...

Asano Gakuroi. Hampir semua murid mengetahui siapa dia.

Sang ketua Osis yang berhasil melengserkan ketua Osis sebelumnya dua bulan setelah kedatangannya.

Merenovasi organisasi OSIS secara besar-besaran sehari setelah dirinya berjabat menjadi ketua OSIS.

Anak dari kepala Sekolah serta murid yang sampai saat ini tidak pernah merasakan yang namanya peringkat kedua.

Banyak orang mengaguminya. Namun, banyak pula orang yang membencinya.

Entah itu dulu saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar ataupun kini saat ia duduk di bangku sekolah menengah atas.

Luka serta ancaman teror sudah menjadi makanannya sehari-hari.

Bagi Gakuroi. Selama itu semua tidak melewati batas yang telah ia tentukan. Ia tidak akan membalas semua penyikasaan itu.

Toh baginya. Semua penyiksaan itu tidak ada bedanya dengan latihan mental sehari-hari.

Tapi... apa yang terjadi jika...

Semua penderitaannya dari sekolah dasar hingga sekarang berasal dari 1 sumber yang sama?

...

Gakuroi terdiam menunduk di mejanya. Helai-helai rambunya menyembunyikan setiap ekspresi yang kini tampak siap untuk pecah kapan saja.

Kedua tangannya mengepal erat. Giginya berdetak menahan amarah dan juga frustasi yang kini ia rasakan setelah berhasil menyusun semua kata yang ia temukan.

Perlahan, air matanya mulai mengalir membasahi wajah nya yang kini menampilkan ekspresi punuh akan penyesalan.

Untuk pertama kalinya, seorang Asano Gakuroi meneteskan air mata.

Ia menyesal mengabaikan semuanya. Ia menyesal terus berdiam diri. Ia benar-benar menyesalinya sekarang.

Karena, jika saja ia tau sumber penderitaanya dari masa sekolah dasar saat itu berasal dari seorang wanita yang telah dengan sangat sukses memasukkan ayah dan ibunya kedalam situasi dan kondisi saat ini.

Ia bersumpah tidak akan pernah menahan diri dalam membalas setiap perbuatan mereka saat itu!!

Ting!

Gakuroi tersentak. Ia menoleh menatap layat ponselnya yang menyala selama beberapa saat sebelum dengan cepat mengambilnnya.

Ia mengetikkan beberapa nomer, menkan tembol telpon dan menunggu seseorang di seberang sana untuk mengangkat panggilannya.

Clek

"Yo... jika kau menelpon lewat no ini ... artinya kau sudah menemukannya ya?"

Wajah Revano muncul dengan seringaiannya yang menyebalkan.

Gakuroi menghela nafas, mencoba untuk mengendalikan emosinya agar tidak lepas kendali, "Revano ... kita perlu bicara."

Revano tampak mendengus, ia kemudian menampilkan senyuman mengejek yang sebenarnya membuat emosi Gakuroi semakin sulit untuk dikendalikan.

"Benar. Temui aku minggu depan di jam dan tempat yang sama. Kita akan memperbaharui kontrok kerjasama kita disana."

Tak...

Gakuroi menatap layar ponselnya yang kini menampilkan wajahnya itu untuk beberapa saat sebelum dengan kesal melemparkan nya kembali ke meja belajarnya dengan kuat.

Gakuroi sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi.

Ia menggertakan giginya dan dengan tatapan tajam dan wajah menggelap ia pun berteriak...

"Aku tidak akan pernah melepaskan mu SIALAN!!!"

...

Sementara itu...

...

"Okaa-san? Apa kau ada di dalam? Boleh ku masuk?"

Manami yang mendengar suara putra tunggalnya di balik pintu memperbaiki letak kacamatanya, "masuk saja sayang."

Kaito masuk. Ia berjalan menuju Manami yang tampaknya baru saja mencatat kemajuan eksperimen kimianya.

Terlihat dari penampilannya yang masih sedikit berantakan.

"Kaa-san. Saat aku melihat album Tou-san tadi, aku menemukan foto ini."

Kaito memperlihatkan sebuah foto dimana disana, terdapat foto Karma yang tengah memegang sebuah medali dan di sampingnya terdapat seorang gadis seusia karma yang tengah merangkul dan memegang medali yang sama.

"Kaa-san? Perempuan itu siapa? Aku tidak pernah melihatnya di acara reuni Tou-san ataupun Kaa-saa."

Manami mengambil foto tersebut. Berpikir sejenak sebelum tersenyum dan menjawab...

"Dia Eirica Agaiesha, teman Tou-san mu saat masa kuliah nak."

.
.

🍂[To be continue]🍂

.
.

Reoccur? || A New GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang