9

36 40 12
                                    

Aletta duduk di samping Baghiz. Dia tahu, Sam orang yang baik dan pengertian. Tapi entah kenapa ia sangat menyukai Baghiz. Setelah pemilihan kandidat konyol itu, Aletta pergi. Dia ingin menghirup udara segar sebelum latihan badminton besok.

Tanpa disadari, Baghiz membuntutinya. Sekarang dia berniat menjalin hubungan dengan Aletta. Kenapa tidak? Aletta kan sudah memilihnya. Walaupun Baghiz tidak tahu apakah itu berarti Aletta benar-benar menyukainya atau hanya menghargainya.

Rooftop gedung pencakar langit ibukota menjadi salah satu tempat yang sering didatangi Aletta. Jika dia sedang ada masalah atau tekanan, Aletta selalu kesini. Menenangkan diri sendirian. Rasanya menenangkan.

"Sejak kapan lo sering kesini?" Setelah sekian lama memperhatikan Aletta akhirnya Baghiz bersuara.

"Udah lama. Lupa kapan persisnya,"

"Tapi kok gue kalau kesini gak pernah liat lo? Apa mungkin berpapasan di tangga kali ya? Atau di lift?" Baghiz mengikuti arah pandang Aletta. Dia menatap hamparan perkotaan yang sibuk di kala siang dan malam. "Kita perjelas aja. Mulai sekarang lo jadi pacar gue,"

"KAMU GILA?!" Aletta mengajukan protes. Mungkin besok akan demo, "Kenal belum seminggu juga,"

"Ya, gak papa. Jadi kita pacaran sambil kenalan aja. Itu alternatif terbaru lho," Baghiz cengengesan. "Gak ada penolakan. Gue anggap iya aja. Deal? Ya, deal," Baghiz menyatukan tangan kiri dan kanan seolah sedang bersalaman. Dia emang gila, umpat Aletta.

"Jadi, apa rencana kita hari ini?" Baghiz berinisiatif.

Pertama, Aletta mengajak Baghiz untuk makan siang di kedai Korea favoritnya. "Ini namanya jjajangmyeon. Enak lho," Baghiz makan dengan lahap sehingga membuat Aletta tertawa bahagia.

Setelah kenyang, mereka berjalan ke gor tempat Aletta mengajar badminton. "Kita kan mau kencan. Kenapa malah kesini?" Baghiz ingin protes tapi dia tidak bisa menolak permintaan Aletta.

"Kita liat. Lebih jago aku atau kamu," Aletta menantang Baghiz.

"Siapa takut," Baghiz menerima tantangan.

Mereka bertanding badminton untuk kedua kalinya setelah melatih les kemarin. Karena grogi ditonton anak-anak, kemarin Aletta kalah. Sekarang dia akan membuktikan kalau dia pelatih yang baik.

Tok...tak...tok...tak....

Suara kok dipukul terdengar sahut menyahut meramaikan telinga. Sejauh ini Aletta lebih unggul dari Baghiz. Tapi Baghiz tidak mau kalah, dia mengejar ketertinggalan. "Kamu udah kalah. Ga usah ngeles," cibir Aletta.

"Gue bukan kalah. Gue cuma mengalah," Baghiz mengelak.

"A..." dering telepon memotong percakapan Aletta dan Baghiz. "Bentar aku angkat telepon dulu," Aletta pergi ke luar gor untuk mengangkat telepon dari Raveena. "Halo, Vee?"

"Halo, Ta. Besok aku pulang ke Indonesia. Boleh numpang di apartemen kamu gak?"

"Iya? Wah boleh dong. Udah lama kamu gak nginep di apartemen aku,"

"Oke kalau gitu. Nanti aku bawa oleh-oleh deh. Bye, Tata,"

"Aaa makasih. Bye, Vee," saking senangnya, Aletta melompat-lompat sambil mengepalkan tangan. "Yes! Dapet hadiah," kemudian ia berlari masuk ke gor kembali.

Baghiz yang sedang membereskan shuttlecock kaget mendengar teriakan Aletta. "Kamu kesurupan?"

"Sodara aku mau dateng besok. Ayo cepet anter aku ke supermarket beli makanan," Aletta menarik paksa Baghiz.

Di supermarket, Aletta mengambil banyak makanan Korea dan minuman kaleng. Baghiz yang mendorong troli hanya bisa menggeleng melihatnya. Entah untuk persediaan berapa bulan belanjaan ini.

My Letta (ON GOING)Where stories live. Discover now