41. Cyra Graduation

5K 373 11
                                    


Bisa dihitung sudah satu jam Cyra duduk di depan cermin dengan berbagai macam make-up. Selama satu jam pula Gitvin mengamati istrinya yang tengah asik merias wajah dengan make-up membuat Cyra berkali-kali lipat lebih cantik.

Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, dan hari ini merupakan kelulusan Cyra yang akan dilaksanakan di sekolah. Antar sedih dan juga senang, sedih karena masa-masa sekolahnya sudah berakhir.

Dibanding dengan Cyra yang sudah rapih menggunakan baju kebaya sedangkan Gitvin masih menggunakan baju tidur polos tengah duduk di samping Cyra, sendari tadi memperhatikan istrinya.

“Pak Git, mandi sanah,” suruh Cyra melirik sekilas ke arah Gitvin.

“Bau tau,” sambungnya.

Cyra yang tengah memoleskan lipstik pada bibir tipisnya membuat suaminya nyeletuk.

“Kenapa kamu pake lipstik banyak banget variannya?”

“Biar lebih bagus, ini namanya di ombre.” Kata Cyra memberi tahu seraya sedikit memajukan bibirnya ke arah Gitvin untuk menunjukan.

“Ombre?” bingung Gitvin dengan dahi berkerut.

“Terus tadi kamu kaya pake sapu di pipi itu apa namanya?” tanya Gitvin karena sejak tadi ia sudah penasaran.

Spontan pertanyaan polos yang keluar dari mulut suaminya membuat Cyra tertawa. Lantas gadis itu mengambil brush yang dimaksud mirip sapu oleh suaminya.

“Ini namanya brush, bukan sapu,” jawab Cyra seraya tertawa kecil.

Gitvin mengambil alih brush ditangan Cyra dengan alis yang terangkat. Penasaran dengan rasanya Gitvin mengusapkannya pada pipinya sendiri.

“Apasi sih? Suami gue kok gemesin!” batin Cyra.

Gantian kini Gitvin memainkan pada pipi istrinya, jelas gadis itu langsung memundurkan kepalanya untuk menghindari.

“Diem Pak, nanti make-up saya jadi acak-acakan,” ucap Cyra.

Karena Cyra tau jika suaminya ini jahil, gadis itu mengambil brush dan meletakkan kembali ke tempatnya. Makeup-nya hampir selasai, tapi Cyra masih merasa ada yang kurang, gadis itu memperhatikan wajahnya lewat pantulan cermin.

“Ah, Iya! Soflen.” Pantas Cyra merasa ada yang kurang.

Cyra mengambil kotak berwarna putih yang berisi lensa matanya, bahkan ada beberapa yang baru Cyra beli beberapa hari kebelakang.

“Itu apa?” tanya Gitvin kepo.

“Soflen.” Jawab Cyra.

“Menurut Pak Git, bagusan warna brown atau Gray? Atau yang warnanya coklat natural?” tanya Cyra meminta pendapat seraya menunjukan satu persatu soflen miliknya.

“Haa?” Gitvin tak mengerti yang dikatakan Cyra. “Ketiganya sama aja,” jawab Gitvin.

“Iihh ada warnanya loh ini,” gemas Cyra menunjukkan lebih dekat lagi pada suaminya.

Setelah beberapa detik memperhatikan dengan seksama Gitvin baru menyadari jika memang berbeda-beda warna.

“Lagian ngapain kamu harus pake kaya gini? Mata kamu udah bagus Cyra,” Gitvin berujar bingung.

“Tapi kalo pake ini bakalan keliatan lebih 'wah gitu. Lagian softlens punya saya ada minusnya.”

“Sejak kapan?” tanya Gitvin yang baru tahu.

“Dari kelas 10 itu udah minus 2. Terus waktu terakhir kali di cek ternyata nambah, kanan minus 3,5 sedangkan yang kiri itu 3.” Jelas Cyra.

“Ko kamu ngga pernah ngasih tau saya?”

That PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang