19. NAMA

99 36 47
                                    

Pak Dibyo segera menuju bagian administrasi begitu kembali ke rumah sakit. Namun, sebuah pemandangan tak biasa tertangkap olehnya ketika memasuki ruangan tersebut. Sakina setengah membungkuk di depan loket administrasi dan berbicara kepada petugas.

"Tolong, Mbak. Saya butuh informasinya," paksa Sakina.

"Maaf, Mbak. Kami nggak bisa. Itu privasi pasien," ujar seorang petugas perempuan.

"Saya nggak akan salahgunakan datanya. Saya cuma mau tahu. Mau memastikan sesuatu."

"Maaf sekali, Mbak. Nggak bisa. Kecuali Mbak bisa menunjukkan bukti kalau Mbak adalah kerabat pasien, mungkin kami pertimbangkan."

"Ada apa ini?" tanya Pak Dibyo saat tiba di dekat loket.

Sakina menoleh saat mendengar suara Pak Dibyo. Pria paruh baya tersebut terkejut melihat wajah Sakina yang sembab. "Pak Dibyo." Sakina mengguncang lengan pria tersebut.

"Ada apa ini, Mbak?"

"Siapa nama Mas Saga?" tanya Sakina diiringi tatapan tajam.

"Kenapa Mbak tanya?"

"Jawab aja pertanyaan saya, Pak," sambar Sakina. "Siapa nama Mas Saga?"

Pak Dibyo menatap lurus perempuan berambut panjang di hadapannya. "Sagara," jawabnya.

"Sagara siapa? Kasih saya KTP-nya. Saya mau lihat." Sakina mengulurkan tangannya.

Kali ini Pak Dibyo benar-benar terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa meski permintaan Sakina cukup mudah. "Bapak pasti bawa KTP-nya, 'kan? Sini, saya mau lihat," desak Sakina. Namun Pak Dibyo bergeming.

Setetes air bergulir di pipi Sakina sementara dia menurunkan kembali tangannya. Perempuan itu segera berjalan cepat meninggalkan loket administrasi. Dadanya terasa sesak. Dia ingin berteriak sekencang mungkin meluapkan segala emosi yang bercampur dalam hatinya.

"Mbak Kina!"

Langkah Sakina berhenti di halaman rumah sakit. Perempuan itu mengusap pipinya sebelum berbalik. Tampak Pak Dibyo setengah berlari menuju ke arahnya. Pria tersebut sedikit terengah-engah saat tiba di dekat Sakina.

"Mbak mau ke mana?" tanya Pak Dibyo di sela napasnya yang putus-putus.

"Nggak penting saya mau ke mana," jawab Sakina dingin. "Karena sudah ada Bapak, saya bisa pergi aja, 'kan?"

Pak Dibyo menatap sendu pada Sakina. "Mbak nggak boleh pergi. Apa ... Mbak mau bikin dia sedih lagi?"

Entah mengapa, ucapan Pak Dibyo membuat air mata Sakina mengalir semakin deras. Rasa sesak di dadanya semakin menjadi meski Sakina tak yakin dengan alasan dirinya merasa demikian.

"Ayo. Dia butuh Mbak Sakina."

Sakina menurut saat Pak Dibyo merangkul bahunya dan mengajak kembali ke rumah sakit. Ditenangkannya perempuan yang semakin terisak di sebelahnya. Pak Dibyo meminta Sakina menunggu di bangku antrian loket administrasi rumah sakit sementara dirinya menyelesaikan pembayaran.

Saga adalah Kai. Aukai Malik. Laki-laki yang seolah menghilang ditelan bumi itu berada di dekatnya selama ini? Di saat Sakina kebingungan harus mencarinya di mana. Rasanya sangat sulit untuk percaya. Ini seperti tidak nyata.

"Mbak Kina." Sakina mengangkat pandang lalu bangkit saat Pak Dibyo kembali mendatanginya. "Ikut saya."

Lagi-lagi, Sakina menurut dan mengikuti Pak Dibyo. Rupanya mereka kembali ke ICU. Pak Dibyo dan Sakina duduk di bangku tunggu yang tak terlalu penuh orang. Pria tersebut menghela napas seraya menatap selembar kartu di tangannya, lalu menyerahkan kepada Sakina.

KULACINO [TAMAT]Where stories live. Discover now