should we?

1K 92 23
                                    

Disclaimer ~ Masashi Kishimoto
.
.
Warning: AU, OOC, Typo.Just share my imagination

Hari beranjak gelap. Sudah beberapa kali Naruto melakukan panggilan pada sang penghuni rumah sebelah, tetapi nihil. Tetap saja tidak ada jawaban.
Raut khawatir kentara di wajahnya. Ia sedikit berlari untuk sampai di depan pintu. Lebih baik segera menekan kode pengaman yang terpasang pada pintu rumah mewah tersebut.
Karena sudah hafal di luar kepala, Naruto segera masuk untuk mencari sang penghuni rumah.

Sambil menekan saklar lampu, ia bergegas menaiki anak tangga melengkung yang artistik.
Dia pikir, orang kaya memang punya selera yang bagus.

Sepi tak ada satupun manusia yang ditemuinya.
Sedikit mengherankan. Sebab biasanya akan ada Kou atau Ayame yang akan menyapanya ketika berkunjung ke sini.



...



Naruto masuk ke sebuah kamar yang masih gelap gulita.

Tak lama, lampu menyala
terlihat pemandangan menyedihkan.
Seseorang terbaring telungkup pada karpet bulu mewah di samping tempat tidur.
Masih menggunakan seragam lengkap dan sepatu sneakers.

"Hei, Sadako, bangunlah," Naruto berjongkok sambil menepuk-nepuk pipi kenyal Hinata.
Sesekali mengusak rambutnya agar segera terbangun.

Anggaplah Naruto lancang. Masuk rumah seseorang tanpa izin, pun masuk kamar seorang perawan disaat suasana rumah dalam keadaan gelap dan sepi.
Namun ini pengecualian, sebab rumah dan kamar milik Hinata. Tetangga pindahan merangkap sebagai sahabat yang dikenal bertahun-tahun lalu.

Tak jua mendapat respon, Naruto pun berinisiatif akan memindahkannya ke atas kasur.
Tapi sebelum itu, suara serak khas bangun tidur menginterupsinya.

"Naru? kaukah itu?"

"Hm. Kenapa tidur di bawah?" tanya Naruto lembut. Jari-jarinya mengusap pipi pualam Hinata.

"Aku ... lapaaaar," jawaban yang tidak nyambung.

Naruto turun perlahan melewati tangga sambil menggendong Hinata di punggungnya.
Si Nona manja ini beralasan bahwa ia sangat lelah seharian. Sampai-sampai tidak punya daya dan upaya untuk berjalan layaknya manusia pada umumnya. Jadilah merengek pada tunggal Uzumaki agar digendong tanpa penolakan.
Naruto paham. Sudah sangat biasa dengan keinginan Hinata yang random terhadapnya.

Sialan. Babu berkedok sahabat.

"Ck. Jangan berpikiran macam-macam Naru. Aku lelah seharian belajar di sekolah. Mengerjakan ini itu dan Guy-sensei lah penyebab utama seluruh tenagaku tersedot habis. Olahraga memang menyebalkan."

Hinata bukan cenayang. Hanya saja hampir selalu bisa menebak isi kepala Naruto.

"Kamu kemana aja sih? Sampai nggak masuk sekolah hari ini. Aku kan rindu ... rindu itu berat tahu," ujar Hinata sambil mengecup sekilas sebelah pipi Naruto.

"Lebih berat badanmu Hinata."

"Brengsek!" satu umpatan meluncur bebas untuk Naruto.

"Apa kau lupa? kemarin aku sudah bilang kan, hari ini nggak masuk sekolah. Dispensasi. Nemenin anak-anak klub berkunjung ke SMA Suna."

Hinata nyengir. Seriously ia lupa akan hal itu.
Maklum saja, Naruto anak yang berprestasi secara alami. Sering dapat Dispensasi untuk mengikuti olimpiade sekolah mereka.
Sangat berbanding terbalik dengan Hinata. Ia sudah berusaha belajar keras dan masuk Bimbel mentereng di kota mereka.
Tapi tidak mampu menyaingi kepintaran sahabat pirangnya. Hanya bahasa internasional, Bahasa Inggrislah ia bisa dikatakan mumpuni. Gadis itu tidak bodoh tidak pula sangat pintar. Katakanlah berada di tengah kasta tersebut.

NaruHina Universe : Their  Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang