•3•

3.1K 257 8
                                    

Rs. Mandasuda is calling...

Renatta yang sedang bersantai mengernyit heran saat ponselnya bergetar dimeja. Disana tertera nama penelfon tersebut dari rumah sakit.

Ia memandang sebentar, entah kenapa perasaannya sedikit tidak enak. Pikirannya seketika tertuju pada si bungsu.

Waktu sudah menunjukkan pukul 15:45. Artinya sekolah Arta sudah pulang, namun sampai saat ini tidak ada tanda-tanda kemunculan bocah itu. Ia juga merasa khawatir karena Arta membawa motor sendiri. Itu karena anaknya merengek kalau tidak dituruti bungsunya akan marah dan berakhir mendiami nya beberapa hari. Terpaksa ia menuruti keinginan anaknya.

Drtttt... Drtttt...

Walau ragu, Renatta mengangkat..

"Halo."

"Mohon maaf, dengan kediaman Tyotera?" tanya seorang wanita.

"Iya, saya istri Tuan Tyotera. Ada keperluan apa?"

"Saya suster Oliv, saat ini pemilik handphone ini tengah ditangani tim medis. Di mohon wali dari korban untuk segera datang karena korban perlu tindakan lebih lanjut. Korban mengalami kecelakaan tunggal di persimpangan kota—

Deg

Renatta menutup mulutnya tak percaya, jantungnya berdegup kencang serta air mata mengalir deras. Tatapan nya seketika kosong.

'T-tidak.. Tidak mungkin.. Anakku Arta baik-baik saja, mungkin saat ini dia sedang bermain.. Iya, main' 

BRAK!

Pintu didobrak paksa.

"A-ayah..."

Nafas Geral terengah hebat, sorot matanya menajam.

"Kita kerumah sakit sekarang."

Lalu...

Disinilah mereka, terduduk di depan ruang IGD yang didalamnya terdapat si bungsu.

Tangan besar Geral mengusap lembut rambut Renatta yang bersandar padanya. Istrinya menangis hebat ketika tahu anaknya mengalami kecelakaan tunggal. Sedangkan ia hanya diam sambil menenangkan. Geral berharap putranya baik-baik saja.

Marvin, meninggalkan meeting ketika mendengar sang adik masuk rumah sakit. Dirinya tidak peduli jika Client nya membatalkan kerjasama proyek yang sedang ia bangun.

Mata elangnya menyorot dingin pintu ruangan. Marvin menyalahkan dirinya sendiri, jika saja Arta bersamanya tadi pagi mungkin kejadian ini tak akan pernah terjadi.

"Bundaa! Hiks.."

Elisa berlari dan langsung memeluk ibunya erat. Saat pulang kuliah, ia terisak disepanjang jalan.

"Elisa, sayang.. Adikmu nak"

Mereka terisak.

Lampu pintu atas padam. Seketika keempat orang dewasa itu berdiri tegak.

Seorang dokter keluar, membuka masker medis dengan tatapan sendu.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya Geral. Menatap dokter penuh harap.

"Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin...






Pasien dinyatakan koma."

Deg...

"Akibat benturan keras di kepalanya, membuat lapisan pembuluh darah pada otak membengkak, menyebabkan beberapa syaraf mengalami low function. serta mengalami patah tulang rusuk. Saat ini pasien belum bisa dikunjungi, kami akan memindahkannya ke ruang ICU. informasi lebih lanjut bisa temui saya di ruangan pribadi."

"Hiks.. Arta ayah! Arta anak bunda hiks... ARTAAAA!!!"

Renatta histeris.

"Adek...

❄❄❄

Sementara itu, di sebuah kamar terdapat pemuda mungil yang sedang meringkuk di lantai.

Tubuhnya penuh lebam dengan beberapa bercak darah mengering. Kaus yang ia gunakan compang-camping tak terurus.

Mata bulatnya perlahan bergerak, lalu terbuka secara perlahan. Mengerjap beberapa kali karena pandangannya mengabur.

'Shh.. Akh kenapa badan gue sakit semua! Aduhh

Dengan susah payah ia terbangun lalu duduk di kaki kasur. Sibuk meneliti lalu tersadar dengan keadaannya.

Tangan penuh luka, badan terasa remuk dan sangat lemas. Ia menatap acak kamar ini, disini terasa asing.. Seperti bukan miliknya.

Dia berjalan cepat menuju cermin. Seketika itu juga jantungnya berdegup kencang.

"KYAAAAAAAAAAA!!!"

"ANJIR LO SIAPA WOY?!"

Tangannya meraba wajah.

"I-ini muka gue... KOK JADI BEGINI?!"

"BUNDA AYAH, BANG MARVIN, KAK ELIIIII! TOLONGIN ARKA!"

Ia menatap cermin kembali.

"KYAAAAAAAAAA!!"

Lalu tergeletak lagi.



•To be continued.

Kepanjangan ya? Ntar dipendekin.

Vote doang komen nggak, pdhl ku g gigit :')

GABYARTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang