13 - Pelabuhan Terakhir

67 17 3
                                    

• tiga belas •

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

• tiga belas •

Datang juga, hari dimana Lia memilih izin untuk tidak bergelut dengan webtoon. Hari yang lebih baik digunakan untuk menyimpan kantung mata serta isak tangisnya, lebih baik begini daripada menarik perhatian yang lain untuk banyak bertanya.

Lia hanya lelah untuk bercerita tentang apapun dan pada siapapun, ia memerlukan dirinya sendiri kali ini.

Haechan juga sebenarnya beberapa kali mengetuk pintu, mengirimkan chat, dan panggilan telfon yang Lia abaikan. Tepat setelah itu ia mematikan hp dan menenggelamkan diri didalam selimut, mencoba hal yang sudah tidak pernah ia dapatkan---lagi.

Rasa kantuk dan tidur.

Semakin Lia berusaha, semakin hancur juga sesuatu yang ada didalam tubuhnya, semakin sulit untuk bernafas dengan baik. Semua terasa seperti kesalahan kalau Lia mencoba sedikit saja memiliki harapan untuk hidup, dinding yang ia sendiri tidak tahu apa itu. Sampai pemikirannya kembali pada satu nama yang harusnya tidak lagi pantas berlarian di otaknya.

Mungkin pesan kemarin sudah sampai ke telinga orang itu, bukannya lega Lia malah makin merasa depresi karna yang terisa hanya labil.

Apa ia sudah melakukan hal yang benar?

Wajar kan kalau Lia tidak lagi ingin menemui orang itu?

Dan...

Haruskah ia benar-benar menemui psikiater?

Kuat Lia menggigit bibirnya, sangat dalam sampai terjadi sobekan yang membuat darah mengalir begitu saja.

Lia sadar sakitnya sangat tidak bisa ditolerir, tapi sedikit mengingat usaha Jaemin yang mau membantunya---tetap saja dibalik itu Jaemin hanya seseorang yang brengsek dan tidak memikirkan hati orang lain sampai akhirnya tau bagaimana keadaan si korban. Itu faktanya kan (?)

"Kenapa, kenapa dari banyaknya orang harus kamu..."

••• 🌠 •••

"Dispen kamu yang terakhir, kalau selanjutnya masih kayak gini saya rasa udah gaada alasan buat mertahanin kamu. Paham kan Jaemin?"

Ia mengangguk patuh dan berterimakasih, pikirnya juga akan merasa terbebani karna akhir-akhir ini permainannya lebih sering kacau. Hobi yang membuatnya sama sekali tidak nyaman untuk duduk dan menekan tuts piano.

Selesai melakukan negosiasi Jaemin berlari kencang menuju halte, terlalu sulit untuk menjelaskan---tapi ia paham kalau perasaannya sekarang adalah rindu yang tertahan tanpa bisa dilampiaskan. Mungkin ini memang waktu yang tepat untuk melihat senja tenggelam ditengah lautan, tempat dimana Jaemin bisa mengeluarkan seluruh emosi.

Realitanya ia tidak pernah sekalut ini, tidak pernah merasa begitu dekat dengan orang baru. Atau mungkin sekedar rasa bersalah, yang jelas cukup menyakitinya sampai susah untuk berpikir jernih.

Lullaby 🌠  [✔]Where stories live. Discover now