Bagian 19

194 30 6
                                    

Terlihat Calvin menghela napasnya, dia sebenarnya terlalu lelah untuk berdebat dengan Gita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terlihat Calvin menghela napasnya, dia sebenarnya terlalu lelah untuk berdebat dengan Gita. Calvin merasa tidak nyaman ketika situasinya jadi seperti ini. Padahal sejak awal mereka pacaran, Calvin sudah menegaskan pada Gita kalau Dewi adalah sahabat terdekatnya, layaknya seorang saudara. Calvin sudah bilang untuk jangan merasa cemburu kalau melihat dirinya dekat dengan Dewi. Gita sudah menyanggupi dengan bilang kalau dia maklum atas semua itu, lagi pula Dewi juga merupakan teman Gita sejak SMP. Awalnya memang baik-baik saja, tapi lama kelamaan Gita mulai menunjukan sifat aslinya.

Gita selalu tidak suka melihat Calvin yang begitu dekat dengan Dewi. Mereka bahkan kerap kali berdebat soal kasus serupa yang melibatkan Dewi. Sampai-sampai Calvin merasa kalau Dewi sedikit demi sedikit menjauh karena kehadiran Gita. Calvin bingung, baginya pacar dan sahabat itu sama pentingnya. Tapi Gita seolah menekankan kalau pacar memiliki posisi lebih tinggi dari sahabat, bahkan Gita sering menyuruh Calvin untuk memilih antara sahabat atau pacar. Sungguh, Calvin benar-benar tidak nyaman dengan semua ini.

"Huh, aku capek kalau harus berantem terus sama kamu. Baiklah, untuk yang kali ini aku akan mengalah, kita pergi nonton." Pada akhirnya karena enggan berdebat lebih jauh, Calvin memutuskan untuk menuruti keinginan Gita.

***

Sudah lebih dari seminggu Dewi ke luar dari rumah sakit, dia juga sudah beraktivitas seperti biasanya. Memang untuk beberapa hari ini Dewi berangkat serta pulang sekolah bersama Gita dan Calvin karena orangtuanya cemas melepas Dewi naik motor sendiri mengingat putri mereka baru sembuh.

Siang ini sepulang sekolah, Dewi berjalan menghampiri Calvin dan Gita yang sudah lebih dulu berada di parkiran. Namun, ia tidak sengaja mendengar pertengkaran kedua sahabatnya itu. Dewi terpaksa bersembunyi di belakang mobil, dia tidak bermaksud menguping, hanya saja ia tidak sengaja mendengar namanya disebut-sebut dalam pertengkaran mereka. Tentu saja Dewi kepo, kenapa dia bisa dibawa-bawa dalam pertengkaran orang lain.

"Vin, udah lama banget aku mendam ini semua. Jujur, aku jadi ragu sama cinta kamu sama aku. Aku jadi bertanya-tanya apakah persahabatan kamu sama Dewi benar-benar murni persahabatan atau bukan. Karena seperti kata orang, tidak ada persahabatan murni antara laki-laki dan perempuan tanpa perasaan cinta di dalamnya. Entah itu dari salah satu pihak, atau mungkin bahkan keduanya." Gita membuat Calvin terlihat tercengang, begitu pula dengan Dewi yang sedang diam-diam menguping.

"Maksud kamu apa sih? Kenapa jadi bawa-bawa Dewi dan persahabatan kami segala. Sekarang lagi kita bahas itu tentang kamu yang kemarin jalan sama cowok lain, sudah begitu kamu jalannya sama Sergio, dia itu musuh aku, kami gak akur sejak dulu karena kami sering bersaing dalam berbagai kompetisi." Calvin tidak habis pikir pada kekasihnya.

"Aku harus bilang berapa kali sih, Sergio itu temennya temen SD aku. Salah kamu sendiri kemarin gak mau nganterin aku ke Mall buat pilih hadiah untuk pesta ulang tahun temenku. Kamu malah lebih milih nganterin Dewi pergi ke apotek nebus vitamin dan entah kalian ngapain lagi. Pacar kamu itu aku, Vin, tapi kenapa kamu sejak dulu selalu memprioritaskan Dewi. Jadi jangan salahin aku jalan sama cowok lain, karena cowok aku sendiri malah lebih memilih jalan bersama sahabatnya ketimbang pergi dengan kekasihnya!" Gita terdengar meluap-luap.

"Git, sebelum kita pacaran, aku udah jelasin semuanya 'kan? Aku sama Dewi udah sahabatan sejak dulu, kenapa sekarang kamu malah selalu membawa-bawa persahabatan kami untuk bertengkar? Aku capek banget tau, bahkan aku ngerasa Dewi jadi asing dan semakin jaga jarak sejak kita pacaran. Itu pasti karena dia gak enak sama kamu." Calvin memanggil Gita dengan nama, itu artinya suasana hati Calvin benar-benar tidak baik.

"Perlakuan kamu sama Dewi itu beda, Azfa aja sadar kok kalau kamu kelewatan protektifnya. Kamu kelihatan kaya yang cemburu setiap Azfa deketin Dewi, padahal kamu hanya sahabatnya, kamu gak berhak terlalu mengatur-atur Dewi mau dekat dengan siapa. Aku cuma minta diprioritaskan, aku cuma minta supaya kamu berhenti terlalu peduli atau kelihatan cemburu kalau Dewi dekat dengan pria lain. Karena aku sebagai pacar kamu merasa cemburu, tolong mengerti, Vin!" ujar Gita.

"Dew?" bisik Azfa yang ternyata sejak tadi ikut menguping, dengan sigap pria itu menyeret Dewi menjauh dari sana. Mereka berbincang di pinggir lapangan yang sepi.

"Gue gak pernah menyangka kalau pada akhirnya Gita tetap cemburu dan merasa terganggu dengan persahabatan gue sama Calvin. Padahal gue udah berusaha sedikit demi sedikit menjauh biar Gita gak cemburu, ternyata hasilnya sama aja." Dewi terlihat sendu, dia merasa bingung harus bagaimana. Dewi tidak nyaman menjadi alasan pertengkaran sepasang kekasih.

"Wi, mungkin saran dari gue kali ini terdengar cari kesempatan atau gimana, tapi ini ini adalah cara terbaik. Gimana kalau kita pacaran? Em, maksudnya pura-pura pacaran gitu. Kalau Gita tahu lo punya pacar, pasti dia gak akan ada alasan lagi buat cemburu sama lo. Sekalian biar lo sedikit demi sedikit bisa memiliki alasan kuat buat menjauh dari Calvin. Supaya perasaan sepihak lo sama dia bisa hilang dengan sendirinya." Azfa memberikan saran.

"Tapi ..."

"Gak ada jalan lain, gue siap jadi tameng buat lo, gue siap jadi orang yang bantuin lo buat move on." Azfa terlihat tidak bergeming dengan keputusannya, dia tidak merasa keberatan sama sekali meski hanya menjadi pacar pura-pura Dewi saja.

"Apa lo benar-benar gapapa? Maksudnya, ini kita pura-pura pacaran, gue malah jadi gak enak soalnya masalah gue sampai nyeret lo begini." Dewi sungguh tidak enak hati karena merepotkan Azfa.

"Gue gak merasa direpotkan sama sekali, sumpah. Gue malah seneng kalau bisa bantuin lo. Kaya sama siapa aja, udah sih setuju aja!" ujar Azfa sambil terkekeh.

"Oke deh, gue setuju!" ujar Dewi pada akhirnya.

"Nah, gitu dong!" pekik Azfa senang sambil mengacak gemas rambut Dewi yang terurai.

"Ih, Azfa, lo selalu deh bikin rambut indah gue jadi berantakan!" keluh Dewi sambil memukul lengan Azfa.

"Kok manggilnya Azfa sih? Panggil sayang dong, kita berdua 'kan udah pacaran," ujar Azfa membuat Dewi melirik tajam padanya.

"Geli tau!" pekik Dewi merasa geli sendiri mendengarnya.

"Di mana-mana yang namanya orang pacaran gitu kali, masa manggilnya masih lo-gue atau nama. Totalitas dong, Dewi, kita harus bisa meyakinkan orang-orang kalau kita berdua pacaran. Terutama Calvin dan Gita, itu 'kan tujuan utama kita." Azfa mengingatkan Dewi akan tujuan dari hubungan ini.

"Oh, iya, ya? Oke deh, nanti kita coba latihan sekalian bahas lebih lanjut mengenai hubungan pura-pura ini." Dewi cengengesan setelah diingatkan oleh Azfa.

"Kalau begitu kita bahas sekarang aja, sekalian makan bakso atau apa kek, biar lo juga gak usah pulang bareng sama mereka. Lo kirim pesan aja sama mereka kalau lo pulang bareng gue, jadi mereka gak perlu nungguin lo." Azfa kembali memberikan usul.

"Oke deh!" ujar Dewi setuju.

Dewi kemudian mengirim pesan permintaan maaf pada Calvin dan Gita kalau dirinya akan pulang bersama Azfa.

Antara Cinta Dan Takdir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang