32. Menghindar?

495 62 14
                                    

Keesokan harinya, Jisung kembali kesekolah, tak ada yang berbeda dari penampilannya kecuali suasana hatinya. Ia begitu tak bersemangat untuk kembali ke sekolah. Dirinya takut jika Winter mengatakan sesuatu pada siswa-siswi di sekolah ini, juga takut Winter akan menjauh seperti yang dikatakan Suho kemarin malam. Seharusnya Jisung cukup sadar, ia tidak boleh berharap lebih pada Winter, yang memang pertemuan mereka hanya sebatas ketidaksengajaan.

Dengan langkah yang teramat lamban, ia berjalan naik kekelas nya. Ia tersentak saat tak sengaja menatap Jaemin yang baru saja datang. Niat hati ingin menyapa, namun ia urungkan mengingat ia telah membuat kekasihnya kecewa kemarin. Pasti Jaemin juga akan marah padanya, bersyukur jika Jaemin tak sampai memukulnya. Pikiran buruk tentang masa lalu, kini berputar di kepalanya, yang rasanya penuh akan masalah.

Dengan berpura-pura tak melihat, Jisung mempercepat langkahnya untuk bisa sampai di kelas. Ia berjalan dengan kepala yang tertunduk, membuat beberapa siswa mengernyit heran dengan tingkah Jisung.

"Selamat pagi, bro," sapa siswa tinggi bernama Haruto itu, saat Jisung sudah masuk di kelasnya.

Doyoung juga menghampirinya yang berhenti di depan pintu. Dia dengan santai nya merangkul pundak Jisung dan membawanya hingga sampai di tempat duduk Jisung yang merasa kebingungan. Alis anak itu terangkat saat Doyoung duduk tepat di mejanya, sedang Haruto berdiri di sampingnya. Entah apa maksud dari keduanya.

"Hei... Kemarin kita belum sempat mengobrol kan. Gimana kalau kita mengobrol aja dulu, kan belum ada guru juga kan yang masuk," ujar Doyoung dengan nada ramahnya. Ia menatap Jisung dengan penuh harap, Doyoung itu hanya ingin berteman, bukan berniat jahat. Tapi tatapan Jisung justru mengartikan hal lain.

"M-maaf tapi saya sulit berinteraksi dengan orang asing. Gue juga canggung sama orang asing," balas Jisung dengan jujur. Ia sungguh tak enak hati saat mengatakan ini.

Haruto dan Doyoung tersenyum. "Kalau begitu jangan anggap kami orang asing, biar lo bisa nyaman. Kita kan sekarang udah teman, dan sahabat itu gak perlu saling canggung. Gak usah di paksa lama-lama juga lo jadi terbiasa."

Jisung terdiam. Sepertinya yang dikatakan oleh kedua siswa ini benar juga. Mulai sekarang Jisung harus bisa terbuka, harus melupakan masa kelam itu. Agar Jisung bisa menjalani kehidupan sekolah seperti impiannya, ia tak boleh terus-terusan terpuruk. Dan lagi, Haruto dan Doyoung sepertinya adalah orang yang baik.

"Baiklah, nanti kita lanjutkan lagi. Tapi lo jangan canggung lagi, sama gue ya," pesan Doyoung sesaat saat melihat guru telah masuk. Ia langsung ngacir ke bangkunya.

Guru wanita itu lalu memulai pelajaran dengan keadaan hening di ruangan ini. Mereka berfokus menatap pada guru yang sedang menjelaskan di depan dengan detail, jadi untuk bisa memahami mereka harus memperhatikan dengan seksama.

Bel berbunyi, Jisung merasakan perutnya sudah berbunyi. Ingin segera diisi dengan berbagai makanan di kantin. Namun, sepertinya ia tak bisa ke kantin karena ia belum tahu arahnya.

Lama terdiam, Jisung merasakan sebuah tepukan hangat mendarat di bahunya. Dan pelakunya adalah Doyoung dengan cengiran khasnya.

"Lo gak ke kantin?" tanya Doyoung, mendapatkan celengan kepala dari Jisung.

"Kak Winter gak kesini?" pertanyaan Haruto mengalihkan tatapan Jisung pada remaja itu.

"Enggak," jawabnya singkat.

"Ya sudah. Kita ke kantin aja bertiga. Gimana lo mau 'kan? Dari pada lo kelaparan disini, waktu pulang masih lama loh," ujar Haruto.

"Benar. Jangan nolak. Kan tadi gue udah bilang gak ada canggung-  canggung an lagi. Kita sekarang adalah sahabat," lanjut Doyoung juga ikut membujuk.

"Kalian-" Jisung bersuara membuat keduanya menatap Jisung menunggu apa yang ingin dikatakan anak itu.

"Kalian kenapa ingin berteman dengan ku?"

"Hanya karena ingin," balas Doyoung cepat. Namun sepertinya Jisung tak puas dengan jawaban itu.

"Maksud gue. Gue ngerasa lo pantas jadi teman kita, gue tau lo orang baik juga butuh sahabat yang tulus 'kan?" jawab Doyoung yang membuat Jisung kembali terdiam untuk beberapa saat.

"Udah. Gak usah mikirin itu. Sekarang lets go kita ke kantin, brother," ajak Haruto dengan  menambahkan sedikit bahasa asing di kalimatnya.

Doyoung menarik pergelangan tangan Jisung, lalu ketiganya mulai berjalan beriringan menuju kantin. Meski, Jisung sendiri tak mampu mengelak jika ia senang akhirnya bisa merasakan arti persahabatan itu. Meski kedua orang yang tengah bersamanya ini tidaklah tulus, tapi gak masalah, yang penting ia pernah merasakan kebahagiaan di masa sekolahnya, tidak seperti dulu.

Setelah memasuki area kantin. Ia menatap sekeliling dan tak sengaja manik hitamnya menatap pada sosok yang ia cari-cari sedari tadi. Winter. Gadis itu sedang duduk bercanda dengan Jaemin beserta dua orang siswi yang tak diketahuinya. Ia sempat berfikir Winter akan datang ke kelasnya dan mengajaknya ke kantin seperti kemarin. Namun sepertinya salah, Winter seakan melupakan Jisung.

Tanpa berkata-kata, ia langsung menghampiri meja Winter, ia hanya ingin meminta maaf karena perkataan kasar Suho kemarin. Ia merasa bersalah karena sudah dua kali Winter datang ke rumah, dan sama sekali tak mendapat perlakuan yang tak baik, terlebih malah di usir dengan kasar.

Jisung memelankan langkahnya setelah hampir dekat dengan meja itu, samar-samar, ia mendengar tawa bahagia dari Winter. Rasanya, Jisung ingin berputar arah saja, karena takut kedatangannya justru membuat tawa itu hilang, ia tak sanggup jika Winter juga akan mengusirnya seperti yang dilakukan keluarganya pada dia.

"Kak Winter," ujar Jisung tepat beras di samping Winter. Dan benar apa yang dikatakan Jisung tadi, Winter langsung berhenti tertawa saat melihat kehadirannya disini.

Tatapan yang beberapa waktu lalu selalu menyambutnya dengan berbinar. Kini malah berubah dengan tatapan datar yang baru pertama kali Jisung lihat. Winter juga enggan menatap Jisung. Meski, Winter tak marah-marah saat ini, tapi Jisung tak bisa berbohong jika ia cukup terluka karena di abaikan.

"Kak Jisung ingin bicara. Sebentar aja.. Ini penting kak," tak ada balasan, Winter enggan untuk menyahut perkataannya.

Jaemin yang melihatnya mengernyitkan alis bingung.

"Jisung duduk dulu aja," pinta Jaemin. Jisung menggelengkan kepalanya merespon kebaikan Jaemin yang ternyata masih mau menyapanya.

"Tolong kak, Jisung cuma mau bila-"

"Jaem. Gue ke toilet bentar ya," sebelum Jisung menyelesaikan ucapannya, Winter berdiri dari duduknya lalu pergi dari hadapan Jisung tanpa menoleh atau sekedar menatap anak itu.

Jisung meremat ujung seragam sekolahnya. Kali ini ia tertolak pada gadis yang ia kira akan mengubah hidupnya. Namun ternyata, impian hanyalah sebatas impian. Nyatanya, Winter saat ini sudah marah dan mungkin membenci Jisung terutama keluarganya.

"Kak Winter mengapa menghindar? Kakak marah ya sama Jisung? Maafin Jisung kak, yang dikatakan granfa memang benar, Jisung hanya anak haram tak berguna. Maafin Jisung sudah berharap kakak sama appa bisa bersama. Kami hanya orang asing yang seharusnya tak menyeret kakak dalam keluarga ini. Maafin Jisung kak," batinnya.

"Jisung apakah ada masalah?" pertanyaan dari Jaemin membuat Jisung tersadar dari lamunannya.

"Enggal kok kak. Kalau gitu Jisung permisi ya, maaf udah menganggu," ujar Jisung lalu membungkukkan badan dan berlalu dari sana. Ia berjalan dengan langkah gontai menuju Doyoung dan Haruto yang sudah duduk manis dan menyisahkan kursi untuknya.

26 agustus 2022

Menikah dengan Duda! (Jeno X Winter Ft. Jisung)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن