1 :: ANAK-ANAK YANG HILANG

52 9 2
                                    

A N A K - A N A K

Y A N G

H I L A N G

"Jadi, kamu dapat apa?"

Anna duduk bersebelahan dengan Gema, tangannya baru saja meraih permen jahe yang disajikan cuma-cuma di rumah Addri yang baru. Ya, sejak meninggalnya Firli, Addri benar-benar berniat untuk memulai hidup baru dengan suasana baru. Bukan hanya pindah divisi saja, ia bahkan sampai pindah rumah, di mana di sana tidak ada secuil kenanganpun mengenai Firli. Bukan karena Addri ingin melupakan semua hal indah yang pernah ia dan Firli jalani, namun ia hanya menghindari hal-hal indah itu karena akan sangat menyakitkan untuknya jika terus terjebak di sana. Addri pernah seperti mayat hidup selama dua bulan, dan itu sudah cukup baginya. Semua kesedihan, rasa sakit akan kehilangan, dan rasa tidak terimanya terhadap takdir sudah ia tumpah-ruahkan dalam dua bulan itu. Saatnya melanjutkan hidupnya kembali.

Kucing abu-abu milik Addri mendadak melompat ke meja ruang tengah yang tengah berserakan dokumen-dokumen pekerjaannya. Buru-buru si empunya menggendong si kucing dan kembali menaruhnya di bawah. Barulah setelahnya, ia menjawab pertanyaan Anna, wanita yang biasa ia panggil Nona Intel dan Gema selalu protes akan hal itu sebab katanya panggilan itu hanya Gema yang boleh menyebut.

"Soal cucu si nenek?" balas Addri sambil kembali duduk, dan Anna mengangguk. "Nggak ada. Aku nggak dapat apa-apa."

Di dapur yang dekat dengan ruang tengah, Gema yang baru saja meniriskan omelet pun mengernyit. "Kenapa begitu?"

"Ya, si nenek cuma menangis. Aku nggak sampai hati tanya lebih jauh. Besok saja aku kembali. Lagi pula aku sampai rumahnya juga udah malam, si nenek harus istirahat."

Di situ, Anna meludahkan permen jahenya dalam balutan tisu dan membuagnya ke tempat sampah kecil di dekat meja. Ia mulai merasakan ada yang aneh di sini. Sesuatu yang barangkali telah terlewati dari awal. "Nenek itu tinggal sendirian memangnya? Apa nggak ada anggota keluarga lain yang bisa kamu tanyai selain nenek itu?"

"Nggak ada, An. Nenek itu sebatang kara."

"Anak itu hilang lima belas tahun lalu, kan? Kenapa kamu nggak crosscheck dengan polisi yang dulu menangani kasus itu? Kalau masih ada?" balas Anna. Karena dari lembar-lembar yang ada di depannya, di antaranya terdapat foto rumah yang tadi saat datang, sempat dipotret oleh Addri. "Karena melihat kondisi rumahnya yang begini, memangnya apa harapan si penculik dengan menculik cucunya? Tapi ya itu pandangan untuk sekarang."

"Maksudmu?"

"Ad, anak itu hilang lima belas tahun lalu. Mungkin dulu keluarga si nenek kaya? Atau paling tidak, dalam kategori mampu lah kalau memang motif penculikannya untuk diperas. Sekarang menurutku, mencaritahu secara rinci soal keluarga si nenek saja sudah cukup."

Addri mengangguk mengerti dan menyetujui. "Benar. Akan aku mulai dari meminta keterangan polisi yang menangani kasusnya. Sejauh ini, aku sedang coba mendalami motifnya. Mungkin karena terlalu fokus ke sana, aku sampai melewatkan fakta yang kamu sebutkan tadi."

"Kalau itu sih memang kamunya aja yang lemot. Aku heran, gimana bisa orang kayak kamu lulus akademi?"

Terdengar tawa Gema kemudian. "Ya! Firli juga sering mengatai dia begi-"

Ungkapan Gema melayang di udara tanpa diselesaikan. Pria yang sedang menata makanan di nampan untuk makan malam yang sudah ia siapkan. Selain Gema, Anna juga ikut mematung. Namun ketegangan itu tak bertahan lama, sebab Addri segera berdehem dan menyibukkan dirinya lagi seolah-olah tidak pernah mendengarkan nama Firli disebut. "Selanjutnya, aku akan cari anak atau menantu si nenek alias orang tua Raka dan melihat kemampuan finansial mereka lima belas tahun lalu. Masalahnya, keluarga yang melaporkan kehilangan anaknya dua bulan lalu yang jadi awal aku mengusut kasus anak-anak yang hilang ini, juga merupakan keluarga yang kurang mampu. Setelah aku track ke belakang, mayoritas anak hilang yang sampai sekarang belum juga ditemukan, punya latar belakang yang serupa. Jadi niatnya, aku mau memastikan motifnya dengan melacak semua keluarga anak-anak itu. Dan-"

PAST, PRESENT, & 338 [On Going]Where stories live. Discover now