4 :: MENGIKUTI ALUR PALSU

28 9 2
                                    

M E N G I K U T I

A L U R

P A L S U

Kembali ke rumah dengan cat oranyenya yang berubah kuning, dindingnya yang mengelupas dan sofa yang berlubang dalam ruang tamu tiga kali empat meter. Addri berhadapan dengan si nenek yang menyajikan teh hangat untuknya, namun masih enggan untuk ia nikmati sebab sudah ada banyak keraguan dalam dirinya mengenai wanita berambut putih tersebut. "Kenapa nggak diminum tehnya, Nak?"

Addri berpura-pura sibuk mengeluarkan sebuah perekam suara dari dalam tas lantas menyalakannya. "Baik. Saya akan meminta keterangan Nenek. Nenek siap?"

Si nenek itu mengangguk. Namun terpikirkan satu hal dalam kepala Addri. Mungkin, dengan atau tanpa ia menunjukkan kepercayaannya pada wanita renta tersebut, keterangan yang akan diberikan padanya akan tetap sama. Misal saja dengan meminum teh yang tersaji untuk menunjukkan bahwa Addri tak mencurigai apapun, itu tak akan mempengaruhi apa yang akan si nenek katakan nantinya.

"Jadi benar, nenek sebatang kara?" tanyanya tanpa memburu. "Di mana orang tua Raka? Dan apakah nenek memiliki anak lagi selain orang tua Raka?"

Tampak si nenek terdiam dengan tatapan kosong. "Benar, saya sebatang kara. Saya tidak punya anak lagi selain ayahnya Raka. Anak dan menantu saya alias orang tua Raka, meninggal dalam kecelakaan mobil saat Raka masih berusia lima tahun dulu," ujarnya dan mengusap air mata yang mengalir.

Bagi Addri, terlepas dari ketidakpercayaannya saat ini pada wanita renta di depannya, orang itu benar-benar bisa dibilang lihai dalam bersandiwara. Mungkin jika Anna tidak memancing logikanya untuk curiga kemarin, Addri akan kecolongan. Bagaimanapun juga, seahli apapun dia dalam menafsirkan ekspresi seseorang, sebanyak apapun jasad korban meninggal dalam kasus-kasus yang ia tangani selama ini, ia tetaplah manusia. Yang masih memiliki nurani, terlebih jika keadaannya dihadapkan pada wanita renta bertubuh kurus yang kehilangan cucunya seperti ini. Dan kali ini, atau sebetulnya sejak datang tadi, Addri sudah merasa diawasi. Siapapun itu yang berada dibalik ini, Addri tidak bisa menyepelekan hal-hal kecil demi tidak terbaca langkahnya.

"Saya minum tehnya ya, Nek." Pada akhirnya reserse itu meraih cangkir di atas meja. Meminta izin sekilas sebagai bentuk sopan santun sambil tersenyum, namun yang Addri dapatkan adalah senyum yang berbeda. Menurutnya, jika si benar si nenek adalah orang yang jalannya berlawanan dengan dirinya, tak akan sesembrono itu meracuninya. Tehnya manis, malah, terlalu manis. Untuk orang yang mengaku punya sakit diabetes, harusnya tak mungkin membuat racikan semanis itu. Dari sini makin kuat keyakinan Addri soal tidak beresnya nenek ini. "Lalu, saat hilangnya Raka, siapa polisi yang menangani laporan dari nenek saat itu? Tentu nenek ingat, kan?"

Si nenek menghela pelan. "Sayangnya, itu sudah sangat lama dan ingatan orang tua seperti saya juga sangat terbatas. Saya sudah lupa."

Mendengar itu Addri hanya manggut-manggut seolah mengerti keadaan buruk yang nenek itu hadapi. Matanya sekilas menengok pada ponselnya yang tertera angka 98% dan dua detik kemudian, loading sudah selesai. Barangkali, tak salah jika si nenek mengakui perihal umur dan terbatasnya daya ingat orang tua. Sebab, saat menyiapkan teh tadi, ia meninggalkan ponselnya di sofa tepat di sebelah Addri. Karena tahu bahwa ada CCTV yang mengawasi pergerakannya, Addri berpura-pura meregangkan otot tubuh agar tangannya dapat meraih ponsel si nenek untuk sesaat menancapkan alat penghubung ke ponselnya.

Sebenarnya, Addri tidak begitu mahir dalam hal retas-meretas, namun tahun lalu saat ia terlibat dengan Gema dan Anna mengenai kasus terorisme, ada satu hacker yang banyak sekali membantu Firli, mendiang kekasihnya. Dari situlah, ia merasa harus bersaing dan mempelajari teknik IT dengan lebih tekun daripada sebelumnya. Apalagi jaman sekarang, ketika bahkan ketombe seseorang bisa dilihat melalui satelit, tentu bukan hal yang sulit untuk menghubungkan antara dua ponsel untuk mengambil alih CCTV dalam rumah tersebut.

PAST, PRESENT, & 338 [On Going]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum