Obstetrician

5.8K 557 28
                                    

Hari demi hari terlewati penuh perjuangan bagi Barsena. Mencoba mencintai Yasa sekaligus membuat sang bassis juga mencintainya dalam satu waktu dilakukan dalam kehati-hatian. Tak mau orang lain tahu, terutama rekan band-nya.

Lain hal dengan Cakrayasa. Pemuda manis yang tengah berbadan dua malah seolah acuh tak acuh pada perlakuan Sena beberapa waktu terakhir. Keadaan Muffin yang adem ayem tanpa rewel juga menjadi salah satu faktor mengapa Yasa bisa seacuh itu pada Sena. Bahkan beberapa kali Yasa sempat lupa jika ia tengah hamil saking tenangnya Muffin di dalam sana.

"Habis ini pada mau kemana?" Suara Dipa sembari para membernya menata alat-alat band selepas latihan rutin.

"Makan yok, gue laper." Edwin menjawab duluan. Mengingat waktu makan malam yang kelewat jauh. Hampir jam sembilan malam.

Sang bassis yang sejak tadi terlihat malas menggeleng lemas. "Gue capek, mau balik aja."

"Ya udah kita order online aja. Makan di apartment sambil istirahat." Putus Sena tanpa perlu mendengar usul-usul atau bantahan dari yang lain. Yang penting pendapat Yasa.

Di pojok ruang, Aji yang sedang mengelap body gitarnya hanya memandang dari balik kaca mata. Makin lama makin merasa terbiasa atas perlakuan Sena pada Yasa, begitu pula rasa tak nyamannya. Aji meredam perasaan tak suka.

Masing-masing tas perlengkapan pribadi sudah di tangan ketika Andi membuka pintu studio latihan sambil memainkan kunci mobil di tangan.

"Udah semua? Balik atau kemana nih?"

"Balik, Bang."

Baru saja selesai Edwin menjawab, siluet seorang wanita muda muncul dari balik punggung lebar Andi. Menampakkan rupa manis Citra dengan stelan casual namun tetap menawannya.

"Hai, semua."

"Hai, Citraa.." kompak Dipa dan Edwin. Sedangkan tiga lainnya hanya tersenyum sebagai balasan.

"Sorry ya ganggu kalian. Mau ketemu Sena doang sebentar, mumpung tadi ketemu Bang Andi di kantor." Dengan malu-malu si gadis menatap sang pujaan.

Otomatis semua pasang mata mengarah pada sang leader menanti respon. Membuat Sena risih dan berdehem kecil. "Kalian ke mobil aja duluan. Gue ada perlu sama Citra sebentar."

Anggotanya ditambah Andi mengangguk lalu satu persatu berjalan melewati sepasang sejoli yang katanya ada perlu.

"Jangan kelamaan berduaan, Bang. Inget yang ketiga setan." Goda Edwin sambil menyenggol kecil pundak Sena.

"Lo setannya, sat." Pisuhan Sena malah membuat si termuda makin menggelegarkan tawa.

Andi sudah berjalan di depan. Kemudian Edwin dan dilanjut Dipa berdampingan dengan Aji yang melirik Sena tajam. Yasa menjadi yang terakhir sebelum Sena menjegal langkahnya dengan memegang pergelangan tangan si manis.

"Tas lo biar gue yang bawa."

Tak menolak, Yasa buru-buru melepas tas gendong yang diselempang di pundak kanan lalu menyerahkannya pada Sena tanpa ujaran apa-apa. Melanjutkan langkah sebelum teman-temannya terlalu jauh di depan.

"Tuh kan, lagi-lagi tasnya Kak Yasa dibawain sama Bang Sena." Edwin melambatkan langkah, membisik di dekat Dipa.

Memang sejak insiden rooftop hotel, Sena terlihat makin perhatian pada Yasa. Perhatian yang harusnya ia lakukan diam-diam, tapi ternyata tak luput jua dari tangkap mata dua anggota termudanya.

Sang keyboardist mengerut dahi. Ikut berbisik menanggapi. "Positive thinking aja, Kak Yasa kan lagi masa pemulihan."

"Pemulihan udah lama banget anjer. Udah sehat total tuh Kak Yasa. Masa lo nggak curiga sih, Dip?"

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Where stories live. Discover now