Night Ride

4K 431 55
                                    

Detak demi detak jam analog di pergelangan mulai beranjak meninggalkan pukul sembilan. Dua pemuda berboncengan menyusur jalanan malam dengan peluk mesra dari belakang, serta usap lembut pada lengan melingkar dari pengemudi di depan.

Motor putih milik Aji Dharma dipacu tak begitu kencang oleh Barsena. Bukan karena macet atau jalanan yang rusak, namun karena kehati-hatiannya membawa Cakrayasa yang tengah berbadan dua.

Tak banyak yang mereka obrolkan saat laju roda terus berotasi di permukaan aspal. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri yang semakin lama semakin semerawut tak jelas utas. Riuh pikir Sena tentang ketidak jujuran Yasa padanya. Dan runyam isi kepala Yasa tentang rasa bersalahnya pada Ayah dari bayi dalam kandungannya.

"Mau makan di mall atau di mana Yas?" Pertanyaan Sena membuka lagi sela kata yang sempat mandeg antara mereka.

Yang dibonceng mengeratkan pegangan di pinggang Sena. Kepalanya dimiringkan, menempelkan pipi dinginnya di punggung lebar sang panyaji vokal. "Kan pengennya mie ayam, masa di mall??"

"Loh, di mall kan juga ada. Emang mau di mana?"

"Yang deket alun-alun aja, warung tenda itu." Suara Yasa jadi terdengar imut di telinga Sena saat merajuk seperti sekarang.

Tak menjawab dengan kata, tapi Sena melajukan motornya ke arah tujuan yang diinginkan Yasa. Memarkirkan motor putih tersebut di pinggir trotoar, berjajar dengan beberapa lainnya.

Kepala Sena celingukan kanan kiri setelah turun dari motor. Sebelum akhirnya melepaskan jas mantel miliknya lalu dipakaikan pada Yasa yang bahkan sudah mengenakan jaket kulit.

"Ish, nggak usah nanti panas." Tolak Yasa dengan rengekan.

"Sssttt.." telunjuk kanan Sena ditaruh di depan mulut memperingatkan. "Biar Muffin aman."

Yasa langsung diam. Ia paham maksud si tampan. Jaket mantel Sena yang berukuran besar sepertinya cukup untuk menyamarkan perutnya. Tak lupa topi baseball yang disimpan Aji di bagasi jok dipakaikan Sena ke kepala Yasa, dan satu lagi dipakai sendiri.

Warung mie ayam gerobak yang dimaksud Yasa lumayan sepi saat keduanya sampai. Hanya ada dua orang makan saling berhadapan di pojok kanan.

"Bang, 2 ya yang satu jangan pakai saos." Pesan Sena.

"Minumnya apa, Mas?"

"Teh anget aja." Kali ini Yasa yang menjawab. Lalu mengikuti Sena duduk di pojok kiri yang posisinya agak tersembunyi di sisi gelap.

"Aku yang pengen mie ayam kenapa kamu jadi ikut pesen juga?" Yasa bertanya saat keduanya menunggu pesanan.

Sang vokalis yang memainkan smartphone-nya sejenak mendongak menatap si manis. "Loh, kan aku mau nemenin kamu menggendut bersama." Tawa kecil Sena atas candaannya sendiri dibalas cebikan malas oleh Cakrayasa.

"Jadi menurut kamu aku gendut???"

"Eh, maksud aku bukan gitu." Gelagapan Sena dibuat oleh tatapan sedih Yasa.

"Halah, bilang aja jujur Sen. Aku gendut kan? Aku jelek ya pasti?"

Sebelum Sena menjawab, pesanan mereka keburu datang. Diawali dengan dua gelas teh yang asapnya masih mengepul, disusul dua mangkuk penuh mie ayam yang wanginya membuat Yasa makin mengecap tak karuan.

Buru-buru Yasa bergerak mengambil sumpit untuk memgaduk mie di hadapan. Tapi gerakannya dijeda oleh cekalan Sena di pergelangan sang bassis.

Apa? -tanya Yasa hanya dengan tatapan mata

Sena menawarkan senyuman tampan. Tangan dalam genggaman diusap lembut dengan ibu jari besarnya. Manik selegam jelaga memaksa Yasa masuk menyelam ke dalamnya.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Where stories live. Discover now