🌺MIMPI YANG NYATA

19 6 7
                                    

"Apapun bisa terjadi. Selama kita masih berada di Semesta yang sama."

🌺🌺🌺

Hari yang cerah.
Viva beserta keluarga barunya--atau lebih tepatnya keluarga Happy-- berjalan berdampingan keluar dari gedung Gereja Bethel nan megah.

Viva tersenyum lepas, merasa lega telah beribadah dan menyampaikan isi hatinya secara langsung di rumah Tuhan.
Memang dirinya bukan orang alim atau fanatik, tetapi Viva merasa ia harus berterima kasih sebab Tuhan sudah mengabulkan doa-nya yang tergolong mustahil.

Mereka sekeluarga pulang mengendarai sebuah mobil canggih dan luas yang Viva tidak ketahui merk atau jenisnya.

Meski masih agak canggung, sesekali Lovely yang duduk di sebelah Viva menawarkan beragam jenis camilan yang ada.

"Wah, Kedai Ramen!" seru Lovely spontan ketika mobil mereka melintasi sebuah Kedai Ramen terkenal.
"Ayo dong kita turun bentar, makan di situ!"

Kedua orangtua mereka yang duduk di jok tengah menoleh, namun dengan ekspresi horor.

"Apaan sih, Nak?" Mama sewot.

"Gak bisa!" tolak Papa agak nyaring.
"Kakakmu itu artis ternama. Bisa-bisa dia diserbu sama orang-orang!"

"Iya! Pasti nanti Happy bakal cepat dikenali."

Respon mereka membuat semangat Lovely sirna, dia cuma bisa bersedekap dada sambil cemberut. Viva pun sedikit kecewa, sebab ia belum pernah makan Ramen dan sering memimpikannya dulu.

Alhasil satu mobil di dera kesunyian.
Viva dan Lovely bungkam menatapi setiap jenis bangunan yang mereka lewati dari balik kaca jendela mobil.

Begitu sampai di Mansion, semua orang berpencar. Sibuk dengan urusannya masing-masing. Viva berdiri mematung di ruang tamu yang begitu luas. Masih belum terbiasa dengan ini semua.

Terlintas di benak Viva kebersamaan keluarga miskinnya dulu. Ada kehangatan, meski tidak bahagia.

"Non?"

Viva tersentak dan menoleh. Lagi-lagi seorang pelayan berseragam babysitter mendekatinya.

"Ayo kembali ke kamar. Nona butuh istirahat. Lusa harus mulai syuting lagi," ujar Lira lembut.

"Iya." Viva mengangguk. Berjalan pelan mengikuti tuntunan dari perawatnya itu.

Setibanya di kamar, Viva pun berganti baju dan beristirahat sesuai anjuran Lira. Viva duduk di atas tempat tidur, lalu menikmati salad buah yang dibawakan oleh pelayan.
Sangat nikmat.
Ini semua masih terasa bagaikan mimpi untuknya.

Hingga pukul empat sore, Viva belum juga mengantuk. Energinya masih penuh.
Viva memberanikan diri turun dari tempat tidur, kemudian berjalan menuju balkon. Untung para perawat membiarkannya.

Dalam ketenangan, Viva menumpu tangan pada teralis emas yang berukir indah sebagai pembatas balkon.
"Indah..." Dan mulutnya tak berbohong. Panorama yang Viva dapat dari atas sini menyuguhkan pemandangan indah. Tampak jelas taman bunga yang tertata rapi di bawah, serta adanya kolam ikan hias dan satu set kursi-meja minum teh.
"Kayak di Surga..."

"Apa iya?"

Sebuah suara lembut berwibawa mengagetkan Viva setengah mati. Saat Viva menoleh ke kanan, terlihat sesosok pria bersayap duduk tenang di atas teralis. Kakinya yang panjang menjuntai ke bawah.

TRANSMIGRASI Tukar NasibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang