🌺DIALAH BINTANG🌺

13 2 0
                                    

"Seharusnya sifat dasar gak bakal hilang atau berubah drastis seandainya pun dia geger otak."

- Starlin

🌺🌺🌺

Panas matahari begitu menyengat.
Happy menghentikan langkah, tangan kanannya naik mengusap peluh di dahi, sedangkan tangan kirinya mencoba bertahan membawa tempayan.

Tadi pagi Ibu menyuruhnya pergi jual gorengan keliling kampung.
Mau tak mau, Happy harus mau. Kalau tidak mereka sekeluarga tak bisa makan hari ini, kata Ibu.

Happy menelan ludah demi membasahi kerongkongannya yang kering. Ingin menangis namun airmatanya telah kering sejak kemarin.

Ditatapnya gorengan di atas tempayan. Hanya laku kurang dari separuh. Dengan sedih Happy beranjak duduk di lantai semen teras rumah penduduk. Untung suasana sepi.

Merasa gamang. Seingatnya, ia tak pernah melakukan dosa besar hingga harus dihukum seperti ini. Tapi Gabriel tidak mau tahu, dan terus mengatakan bahwa Happy harus menerima kondisi saat ini. Layaknya Happy yang juga tidak mau tahu jika dirinya dan Viva sesungguhnya memiliki sebuah ikatan yang besar.

Kepala Happy berdenyut nyeri, memikirkan kini orang lain tengah menikmati raganya, hidupnya, posisinya, segala yang Happy miliki beserta karir gemilang hasil kerja kerasnya selama ini.

Setetes airmata lolos menuruni pipi, Happy menyeka hidung basahnya menggunakan punggung tangan. Jika dulu, pasti Happy akan cepat-cepat mencari tisu atau sapu tangan.

Seorang bocah kumal mendekatinya.
"Beli seribu, Kak."

Happy menoleh.
"Ambil aja," ujarnya pelan. Masa bodoh dengan omelan Ibu Viva nanti. Toh bagi Happy, uang seribu dua ribu tidak ada artinya sama sekali.

🌺🌺🌺

Siang yang gerah, Viva keluar dengan muka kusut dari ruang latihan.

Pukul tujuh pagi tadi Assegaf mengantarkannya ke gedung kantor agensi artis ternama. Di sini juga terdapat kelas musik dan kelas drama terpercaya.

Waktu mepet, mereka gagal mendapatkan guru les akting yang bisa dipanggil datang ke rumah. Alhasil Viva harus rutin berkunjung kemari untuk mengasah bakat aktingnya.

Latihan dialog, air muka, latihan menangis, dan lain-lain telah membuat kepala Viva nyaris meledak.

Viva berjalan santai di lorong, mencari Assegaf yang entah kemana hilangnya. Telepon pun tidak di angkat.

Karena gerah dan AC tidak terlalu kencang, Viva memelankan langkah sembari merogoh ke dalam tas yang di selempangkannya. Mencari ikat rambut.

Bugh!

Viva menabrak seseorang. Viva mendongak, mendapati pemuda sedang menatapnya dingin. Viva menelan berat salivanya. Cowok ini terlalu tampan. Viva refleks menundukkan pandangan.

Starlin meredakan kesal dalam hatinya. Menyesal kenapa harus bertemu lagi dengan gadis sombong ini.

"M-maaf, Kak." Tanpa di sadarinya, perkataan itu sukses mengejutkan Starlin. Viva meneruskan langkah sambil tetap menunduk.

Sebuah dorongan membuat Starlin menyusul gadis itu, dan mudah baginya untuk mensejajarkan langkah.
"Kenapa minta maaf?" Terdengar ketus dan tidak bersahabat.

TRANSMIGRASI Tukar NasibWhere stories live. Discover now