Shani mendesah di sela-sela ciumannya, diam-diam tanganya bergerak melepas satu persatu kemeja Aran sampai terbuka sepenuhnya. Shani tidak bisa menahannya lagi, rasa panas di tubuhnya mendorongnya untuk segara melakukan sesuatu yang lebih.
Tubuh Aran berdesir saat itu juga mendengar desahan Shani tepat di telinganya, dan entah sejak kapan tanganya itu sudah melingkar sempurna di pinggang Shani. Namun tak lama kesadarannya itu kembali, Aran melepas kuat rangkulannya hingga terlepas dari Shani, setelahnya ia mengusap kasar wajahnya.
Apa yang terjadi padanya, kenapa dengan mudahnya ia tergoda dan nyaris saja merusak seseorang yang selama ini ia jaga. Aran menggeleng, secepatnya ia harus keluar dari situs seperti ini.
"Kenapa berhenti, ayo bantu aku." Shani kembali mendekat untuk mencium bibir Aran namun sayangnya kesadaran pria itu sudah kembali sehingga reflek memalingkan wajahnya untuk menolak sentuhan itu. "Kenapa mengindar sih, aku kepanasan Aran." racau Shani masih berusaha mendekati Aran.
"Kamu sedang tidak sadar Shani, kamu akan menyesal setelah ini." Aran mendekap erat tubuh Shani agar gadis itu tidak lagi memaksanya untuk berciuman. Aran memejamkan matanya untuk meredam birahinya sendiri, Shani jauh lebih nakal dan merepotkan jika sedang mabuk.
Tak ingin kembali terbuai, Aran segara membawa Shani masuk kedalam kamar mandi, tepat di bawah sower yang langsung membasahi penuh tubuh mereka berdua. Dinginnya air mungkin dapat mendinginkan tubuh Shani yang sedari mengeluh kepanasa.
"Aran dingin." Shani memasrahkan tubuhnya pada Aran, memeluknya erat tubuh pria itu agar ia tidak terjatuh.
Aran membalas pelukan Shani semberi memejamkan matanya, Aran masih berusaha menahan nafsunya yang sudah memuncak karena ulah Shani. Aran tidak tahu apa yang akan terjadi jika tadi ia tidak segara sadar, ia akan menjadi seorang pria brengsek jika sampai gagal mengendalikan nafsunya sendiri.
Aran sedikit menunduk untuk melihat Shani, napasnya berembus lega ketika melihat mata itu sudah benar-benar terpejam. Aran mematikan sower dan segera menggendong tubuh Shani keluar dari kamar mandi. Aran khawatir Shani akan sakit jika terlalu lama kena air.
Fenie sudah tidak terlihat di kamar begitu Aran keluar, mungkin pria itu kabur setelah mendapatkan.sisa kesadaran.
Dangan sangat hati-hati Aran merebahkan tubuh basah Shani di atas ranjang, tak lama beberapa orang datang masuk kedalam kamar. Saat itu juga Aran merasa sangat lega karena yang datang adalah Keynal bersama dengan Veranda.
"Aran, Shani kenapa?" Keynal mendekati ranjang. Beberapa bodyguard yang bersamanya langsung berjaga di dapan pintu.
"Kenapa kalian basah basahan?" Veranda menatap sayu wajah Shani kemudian menatap Aran, ia sedikit heran kenapa wajah Aran sangat merah.
"Ada yang berniat jahat sama Shani, Fenie memasukan obat perangsang ke minuman Shani." Aran menatap Keynal setelah mengancingkan bajunya kembali, ia bahkan tidak sadar kapan Shani membuka kancing bajunya.
"Maaf Om, aku pergi sebentar, tolong bawa Shani pulang. Buat Fenie aku yang urus." Aran beranjak pergi dengan cara berlari, Aran tidak bisa terus terusan berasa disana apalagi ketika ingat ciuman panas mereka.Keynal menatap kepergian Aran Dangan tatapan tak terbaca, ia bisa melihat dengan jelas nafsu yang membara di waja itu. Apa yang sudah sebenernya terjadi?
"Pah."
"Aran tidak hanya menjaga Shani dari kejahatan di luar sana, tapi dia juga menjaga Shani dari dirinya sendiri." Keynal menatap Shania kemudian menghela napas, gadisnya ini kenapa sangat nakal.
"Maksudnya?"
Keynal menatap Veranda kemudian kembali menatap wajah Shani yang terlelap, hatinya meringis membayangkan jika seandainya Aran gagal menjaga Shani.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY SHOULD LOVE [END]
Fanfiction"Bersamamu adalah kesalahan yang tidak pernah aku inginkan." "Apapun itu, kamu tanggung jawab aku mulai sekarang."