12

1.3K 204 33
                                    

Angin malam menyapa tubuh seorang perempuan yang baru saja membuka pintu balkon kamar, berdiri disana dan membiarkan tubuhnya diterpa angin. Niatnya kesini untuk menikmati indahnya rembulan yang katanya akan bersinar sempurna malam ini.

"Untuk menikmati indahnya rembulan kamu harus sabar menunggu malam. Biar apa, biar indahnya terlihat lebih sempurna."

"Bagaimana kalau tetap tidak sempurna meskipun malam telah tiba?"

"Itu artinya aku tidak ada di samping kamu. Seindah apapun pemandanganya akan terasa biasa saja saat kita melihat dengan hati yang gundah, apalagi tanpa seseorang yang kamu sayang.
Kamu harus tetap bahagia biar bisa menikmati keindahan apapun yang ada di dunia."

Sepotong obrolan waktu itu masih terekam dengan begitu jelas, berjejak dengan rapi dalam memori hati. Bahkan jika di ingat lagi, senyumnnya sewaktu berbicara masih kerasa manisnya, lembut sampai menggetarkan hati.

Dan benar apa katanya, seindah apapun rembulan dan seelok apapun cahayanya akan terasa hambar, tidak seistimewa saat dirinya melihat bersama.

Kekasihnya pergi, bahkan kini sudah termiliki. Kenangan yang meraka sempat terjadi pun seakan tidak lagi berarti, keadaan benar-benar telah berubah, tak tersisa apapun selain kerinduan yang seakan bertambah setiap harinya.

Lamunan itu terpaksa harus buyar saat merasakan sepasang tangan melingkar di perutnya, di susul oleh kepala yang bersandar di bahunya. Harapan yang pernah ia sematkan pun hancur lebur, nyatanya mereka sudah sama-sama memiliki pasangan. "Cleo udah tidur, kok kamu belum tidur." suara itu terdengar lembut menyapa telinga, di susul kecupan manis di pipinya.

Chika memejamkan matanya. Tidak, ia tidak sedang menikmati pelukan dari suaminya ini, yang ia rasa justru malah sebaliknya. Chika risih, namun tidak bisa berterus terang.
Andai saja yang memeluk saat ini adalah Aran, mungkin rembulan akan kalah indah dengan senyumannya. Ia pasti sangat bahagia.

"Ngapain berdiri disini sayang, kamu gak takut masuk angin karena kedinginan."

"Aku udah terbiasa, dan aku menyukai suasananya." Chika menunduk melihat lengan suaminya yang kian mengeratkan pelukan, napasnya tiba-tiba berembus, ia seperti mengerti apa yang akan di lakukan suaminya.

"Kak Gito gak mau istirahat? Besok kakak udah masuk kantor loh."

"Aku masih mau peluk kamu. Seharian ini kamu sibuk terus sama Cleo padahal aku lagi gak kerja." Gito melepas pelukan kemudian membalikkan tubuh Chika hingga menghadap langsung padanya.

"Makasih ya Chik, kamu udah sayang Cleo seperti anak kamu sendiri. Aku benar-benar bersyukur punya kamu."
Gito tersenyum, tanganya kembali melingkar di pinggang sang istri, posisi mereka benar-benar sangat dekat dan tak berjarak.

"Aku udah sayang sama dia sebelum kita kenal Kak." Chika bergerak memeluk tubuh Gito untuk sekedar menyembunyikan raut wajahnya disana. Chika tidak berbohong saat mengatakan sayang kepada Cleo, dulu sewaktu hubungan dengan Aran masih hangat mereka sering menghabiskan waktu bertiga, Cleo sudah seperti anaknya dan Aran saking seringnya mereka bersama.

"Bentar lagi dia masuk SD. Gak nyangka dia udah gede aja ya."

Chika hanya mengangguk dalam pelukan, sampai tak lama ia merasakan ada kecupan berulang kali di pundaknya."Gimana kalau kita kasih Cleo adik, dia pasti senang ada teman bermain."

Chike melepas paksa pelukan saat merasa ciuman Gito mulai berarti,
dangan heran Gito menatap Chika. "Kenapa Sayang?"

"Ka-kamu mau apa?"

Gito tampak sedikit heran dengan reaksi Chika yang sedikit panik, "Kenapa, kamu mau nolak aku lagi? Kamu udah selesai kan mens nya?"

"Terus kalau udah selesai kenapa? Kamu mau maksa aku buat berhubungan?" Chika menundurkan langkahnya, memberi jarak pada Gito. Ia belum siap, atau bahkan tidak pernah siap.

WHY SHOULD LOVE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang